Di tengah berbagai kontroversi, Claudio Ranieri justru memilih menepi. Ia seraya tidak mau ikut campur lebih jauh lagi. Bagi dia, keberhasilan meraih Premier League 2015-2016 sudah cukup membuat ratusan ribu masyarakat Leicester merasakan kecintaan mendalamnya terhadap sepak bola.
Toh, sepak bola akan terus berjalan. Pertandingan pun akan tetap berlangsung. Demikian halnya musim bakal selalu silih berganti, meski dalam perjalanannya diwarnai berbagai kontroversi yang menyakitkan hati. Namun, satu hal pasti, tidak akan ada lagi keajaiban seperti yang dialami Leicester City.
Tanpa Claudio Ranieri, Leicester City memang meraih kemenangan 3-1 atas Liverpool, di King Power Stadium, Selasa (28/2/2017) dini hari WIB. Meski begitu, suporter tuan rumah tetap memberikan dukungan dengan meneriakkan nama sang manajer dan memasang spanduk, yang salah satunya bertuliskan, "Grazie Mille Claudio, Con Amore (Terima kasih Claudio, cinta kami untukmu).
Namun, ada pula karangan bunga bertuliskan "Rest In Peace Football" di salah satu bagian King Power Stadium. Reaksi ini merupakan bentuk kekecewaan suporter terhadap keputusan manajemen klub memecat Claudio Ranieri, yang dianggap mereka telah berjasa besar mengangkat derajat Leicester City dari status klub medioker.
"Apa yang Ranieri lakukan bagi warga Leicester sangatlah besar dan, menurut saya, dia tidak akan dilupakan di sini. Menyedihkan sepak bola sekarang seperti bisnis dengan ingatan yang sangat pendek," ujar Luigi Riccardi, pemilik restoran Italia yang menjadi tempat favorit Claudio Ranieri di Leicester.
Lantas, seperti apa perasaan Claudio Ranieri? Apakah dia marah atau kecewa? Dalam karya Gabriele Marcotti berjudul Hail, Claudio: The Man, the Manajer, the Miracle (2016), Claudio Ranieri pernah berujar, "Melihat kekompakan, dan laga mendebarkan kedua tim untuk meraih kemenangan sangat indah dan menyenangkan bagi saya."
Dua poin: Kekompakan dan Mendebarkan. Kiranya itulah "jawaban" Ranieri menanggapi berbagai kontroversi pemecatannya. Bagi dia, sepak bola pun ibarat sayur tanpa garam jika tidak dijalani dengan cinta yang tulus.
Toh, sejatinya, ini bukan kali pertama Claudio Ranieri dihadapkan fakta pemecatan. Setelah menggelar acara perpisahan di Belvoir Drive Training Ground, Sabtu (25/2/2017). Claudio Ranieri tetap melontarkan senyum ramah ke arah kamera para jurnalis yang menunggu di area parkiran mobil.
Salah satu jurnalis kemudian sempat melontarkan pertanyaan, "Kegiatan apa yang akan Anda lakukan sekarang?" Claudio Ranieri hanya kembali tersenyum dari balik kaca mobil. Senyum yang melontarkan kenangan 14 tahun lalu saat ia mendapat pertanyaan sama dari salah satu jurnalis Inggris.
Pada 2003, Claudio Ranieri mengadakan pertemuan dengan beberapa jurnalis Inggris setelah terancam dipecat lantaran Chelsea terus menuai hasil buruk. Di tengah obrolan santai itu, ia mengungkapkan, salah satu aktivitas favoritnya jika tidak sedang berurusan dengan dunia sepak bola.
"Saya tidak punya banyak waktu istirahat, tetapi jika bisa, saya suka membaca. Buku itu berbahasa Italia. Sangat lelah dan sulit jika harus membaca bahasa Inggris, karena saya sering pulang larut malam," ungkap Claudio Ranieri.
Buku yang dimaksud adalah A Street Lamp and the Stars, yang berisi pengalaman Mario Borrelli di Naples, Napoli.
Sumber: Berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar