
Serah terima bantuan dari Tim kemanusiaan Indonesia ke pemerintah Myanmar di Yangon, Myanmar. FOTO/Wakil ketua Muhammadiyah Disaster Management Center, Rahmawati Husein.
TEMPO.CO, Jakarta -Wakil Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Rahmawati Husein mengatakan Indonesia sudah waktunya mengambil peran sebagai pemimpin di kawasan Asia maupun ASEAN dalam memberikan bantuan kemanusiaan, baik disebabkan bencana alam maupun konflik kekerasan.
Kontribusi Indonesia membantu warga Nepal pascagempa dashyat pada April 2015 dan Rohingya di Myanmar, kata Rahmawati, merupakan contoh keberhasilan Indonesia berperan di bidang isu kemanusiaan.
Agar bantuan kemanusiaan Indonesia berkelanjutan dan terkoordinasi dengan baik, menurut Rahmawati, perlu dibuat payung hukum peraturan presiden sehingga nantinya ada lembaga Indonesian Aid. Seperti Amerika Serikat dengan USAID dan Australia dengan AusAid.
"Selama ini hanya keputusan presiden. Sudah waktunya Indonesia berbagi," kata Rahmawati dalam diskusi Peran Indonesia Dalam Bantuan Kemanusiaan Rohingya yang diadakan oleh Kantor Staf Presiden, Kamis, 9 Februari 2017.
Menurut Rahmawati, kontribusi masyarakat Indonesia dalam isu kemanusiaan cukup besar. Sebagai contoh, Rahmawati menjelaskan Aliansi Kemanusiaan Indonesia yang memberikan bantuan untuk Rohingya mencapai Rp 15 miliar.
Hebatnya lagi, bantuan Indonesia dikirim dengan truk-truk bantuan perusahaan Indonesia yang sudah bertahun-tahun beroperasi di Myanmar. " 17 truk PT Comfeed (Japfa Comfeed Indonesia) yang sudah 18 tahun berbisnis di Myanmar mengangkut bantuan Indonesia," kata Rahmawati kepada Tempo, 29 Januari 2017.
Pilihan Indonesia untuk melakukan pendekatan soft diplomacy untuk Rohingya di Myanmar dengan memberikan bantuan kemanusiaan seperti menyediakan kebutuhan pangan, membangun sekolah, sarana kesehatan, hingga pasar perdamaian di kamp pengungsi mendapat dukungan masyarakat dan pemerintah Myanmar.
Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) yang sudah lebih dulu hadir di Myanmar ikut dalam tim kemanusiaan Indonesia memberikan bantuan kemanusiaan kepada Rohingya. "PKPU sudah hadir di Rakhine sejak tahun 2012," kata Tony Hendarjati, Wakil Direktur PKPU dalam diskusi.
Di Rakhine, kata Tony, PKPU bekerja secara imparsial dengan memberikan bantuan kepada Rohingya yang tinggal di kamp dan kepada non Rohingya yang juga tinggal di kamp.
Menurut Tony, isu Rohingya sangat sensitif di Myanmar. Sehingga PKPU berusaha hati-hati dalam melakukan aktivitas kemanusiaan di Sittwe. PKPU menghindar menyebut kata "Rohingya", melainkan "Rakhine".
Tim kemanusiaan Indonesia juga menghormati budaya setempat misalnya memakai sarung (longyi) sehari-hari. "Di sana pejabat pemerintah sehari-harinya mengenakan sarung," kata Tony.
Dengan menghargai nilai-nilai sosial dan budaya di Myanmar, PKPU sampai saat ini diterima masyarakat dan pemerintah Myanmar.
Direktur Jenderal Asia Pasifik Kementerian Luar Negeri Desra Percaya mengatakan Indonesia memang jauh lebih diterima oleh Mynamar daripada organisasi negara-negara Islam (OKI) termasuk Malaysia.
Tentang usulan pembentukan peraturan presiden agar bantuan kemanusiaan Indonesia bersifat berkelanjutan dan kantor sekretariat bersama untuk mengorganisasi kegiatan ini, Desra mengatakan usulan itu akan segera dibahas pemerintah.
Menurut Rahmawati, dengan nanti ada peraturan presiden, bantuan kemanusiaan Indonesia tidak lagi bersifat karitas dan sesaat. "Bukan bantuan charity, datang ambil foto, pergi, biar besok dapat dana lagi. Harapan kita ini tidak jadi pola gerakan sipil," ujar Rahmawati yang ikut terlibat dalam tim kemanusiaan Indonesia ke Nepal.
MARIA RITA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar