NUR Kayati terus menatap layar televisi. Siaran langsung Persiba Balikpapan kontra Persela Lamongan di Piala Presiden 2017 adalah tayangan yang ditonton ibunda Misbakhus Solikin tersebut. Sebagaimana layaknya mania bola, Kayati beberapa kali berteriak saat ada peluang yang tak bisa dimaksimalkan. Lalu, saat Marlon da Silva membawa Persiba menang 1-0, perempuan 57 tahun itu langsung bersorak.
''Ibu ya begini. Kalau ada pertandingan yang disiarkan di televisi, apa pun timnya, beliau hampir selalu nonton,'' jelas Mis –sapaan Misbakhus Solikin– saat Jawa Pos mendatangi kediamannya di Sendangbulu, Surabaya.
Kayati mengamini pernyataan anak bungsunya tersebut. Dia lantas mengungkapkan, hobi menonton bolanya itu mengakar sejak dulu. Tepatnya sekitar 1980-an atau beberapa saat setelah menikah dengan ayahanda Mis, almarhum Uman.
Dia merupakan penggemar berat bintang timnas Belanda dan AC Milan kala itu, Ruud Gullit. Ketika idolanya bermain, dia tak pernah absen menontonnya di layar kaca meski harus menumpang di rumah tetangga.
''Saya juga tidak tahu mengapa suka sama Gullit. Saya berharap anak saya bisa menjadi pemain sepak bola yang bisa saya saksikan tiap pertandingannya, entah melalui televisi atau datang langsung di stadion,'' kata Kayati.
Doa itu terkabul. Selain Mis, empat kakak laki-lakinya pernah mengecap suka duka dalam menggeluti profesi pemain bola. Anak pertama yang berposisi sebagai bek kiri, Nur Cholis, pernah berseragam Petrokimia Putra era 1990-an. Lalu, anak kedua, Kholili, pernah menjadi penjaga gawang. Namun, dia belum pernah membela tim profesional. Meski begitu, di kampungnya, dia cukup disegani.
Itu berlanjut ke anak ketiga yang berposisi sebagai gelandang, Wawan Hadi. Wawan sempat berkostum Persela U-21 dan merupakan alumnus klub internal Persebaya TEO. Anak keempat yang juga menempati peran gelandang, M. As'ari, sempat membela Persebaya Junior, Persela, dan Mojokerto Putra. Predikat keluarga bola pun terjaga setelah Mis yang merupakan anak bungsu Kayati saat ini berkostum Persebaya Surabaya.
Kayati mengaku bangga melihat lima anaknya berkarir di olahraga kesukaan masing-masing. Tapi, dia kadang merasa getir. Sebab, karir empat kakak Mis tamat dengan penyebab serupa, yaitu cedera lutut akut.
Hal itu diamini As'ari. Pria yang pernah satu tim dengan Andik Vermansah di Persebaya Junior pada 2006 serta Bejo Sugiantoro-Anang Ma'ruf di Mojokerto Putra pada 2013 tersebut menuturkan, cedera memaksanya gantung sepatu.
''Saat itu (2013, Red) saya masih optimistis bisa sembuh. Saya sudah berobat ke sana kemari. Hasilnya tetap nihil. Sementara itu, hidup terus berjalan,'' ungkap pria 28 tahun tersebut saat menceritakan asal cedera lututnya yang justru didapat saat bertanding di kampung.
Melihat riwayat cedera empat saudaranya, Mis mengaku cemas jika itu ''menular'' kepada dirinya. Benar saja, lutut kiri penggemar nomor 6 itu sempat cedera saat memperkuat Persatu Tuban di Indonesia Soccer Championship (ISC) B tahun lalu.
Saat cedera tersebut mendera, Mis sempat miris dan berpikir karirnya bakal tamat. Untung, lutut kiri mahasiswa Unitomo Surabaya itu tidak mengalami cedera parah, hanya bengkak. Semangat Mis untuk menekuni sepak bola pun kembali tumbuh. ''Kalau bisa, saya ingin menjadi penyempurna mimpi kakak-kakak saya untuk menjadi pesepak bola dengan karir bagus. Harapan itu bermula di Persebaya,'' ujar Mis dengan mantap. (c23/bas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar