Rabu, 22 Maret 2017

Kisah Wanita Tangguh, Hidupi 3 Anak dari Hasil Gali Pasir

Seperti itulah yang dilakoni Yeni, 48, seorang wanita tangguh asal Jorong Atehkoto, Nagari Suliki, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat (Sumbar).

Meski berprofesi sebagai guru honorer di dua sekolah namun penghasilan dari pengajar bidang studi Bahasa Indonesia itu belum bisa memenuhi kebutuhannya. Apalagi ini dia juga sebagai orang tua tunggal yang menghhidupi  tiga anak yang kini masih bersekolah di bangku SMK, SMA dan SD.

Kepada Padang Ekspres (Jawa Pos Group), wanita kelahiran 5 Juni 1969, Batulontiak, Jorong Jariangau, Suliki, Limapuluh Kota ini bercerita, pekerjaan utamanya sehari-hari sebagia guru honorer di SMAN 3 Payakumbuh dan SMKN 1 Guguak, Limapuluh Kota.

Pekerjaan itu telah 20 tahun dilakoninya. Harapan bakal diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) yang dinantikan tak kunjung tiba. Sehingga dia terus bertahan atas pekerjaan itu.

Dari pekerjaanitu, Yeni mendapat gaji sebesar Rp 710 ribu setiap bulan. Angka itu sangat jauh dari cukup memenuhi biaya hidupnya. Begitu juga gajinya sebagai guru honorer di SMKN 1 Guguak dengan jadwal mengajar hanya satu kali setiap pekannya, juga tidak membantu banyak untuk pemenuhuan kebutuhan. Sebab hanya dibayar sebesar Rp 40 ribu saja setiap bulannya.

"Saya tidak akan menyerah, sebab anak-anak masih sangat membutuhkan saya. Meski terasa berat, namun rezki sudah diatur yang maha kuasa," tekad Yeni.

Dikatakannya, saat ini dirinya memang menghadapi beban cukup besar, karena anak-anaknya membutuhkan biaya yang tidak sedikit selama duduk di bangku sekolah.

Seperti untuk anak sulunya, Fadhil Latul Ramadhan yang saat ini duduk di bangku Kelas II SMK. Kemudian Mutiara Sakti, kelas 1 dan Sri Kurnia Eka Putri, kelas 5 yang sama-sama bersekolah di SD MIS Pasar Suliki.

Kendati berat, Yeni bersemangat menghidupi tiga anaknya itu. Karena, putra putrinya itu mampu menorehkan prestasi gemilang di sekolah masing-masing. "Apapun jalannya, saya akan coba lakukan asalkan halal," ujar lulusan Sarjana Akta IV jurusan Bahasa Indonesia Universitas Bung Hatta ini.

Sejak ditinggal mantan suami, Yeni memang lebih fokus membiayai kehidupannya dan menyekolahkan putra-putrinya. "Saat ini kami berempat, tinggal menumpang di salah satu rumah yang tidak ditempati lagi oleh pemiliknya," kisah Yenni.

Rumah itu milik warga bernama, Alise di Jorong Atehkoto, Nagari Suliki. "Mudah-mudahan anak-anak ini kelak menjadi orang-orang yang mampu mengubah nasib mereka dari kondisi sulit ini. Cukup saya yang merasakan beratnya perjuangan hidup, saya berharap anak-anak akan hidup lebih beruntung kelak," harap Yeni, lirih.

Tidak hanya mengandalkan gaji honor semata, orang tua tunggal ini juga tidak canggung mengerjakan pekerjaan kasar untuk menambah penghasilannya. Mulai dari menjadi buruh tani hingga sebagai tukang penggali pasir di Suliki.

"Saya siap ke ladang, sawah atau menggali pasir sekalipun. Asalkan halal, tidak ada pantangannya buat saya. Bahkan dulu juga mengundang keprihatinan dari Polres Limapuluh Kota untuk membantu saya," sebutnya lagi.

Akhir-akhir ini yang membuatnya terpaksa harus datang menemui Ketua DPRD Limapuluh Kota, Safaruddin Datuak Bandaro Rajo, karena dua orang anak perempuannya, Mutiara dan Kurnia mengalami gangguan penglihatan.

"Mutiara dan Kurnia, mengalami gangguan penglihatan. Mereka membutuhkan kacamata untuk bisa terus belajar dan agar tetap bisa mempertahankan prestasinya. Selain itu kita juga menyampaikan kepada Bapak Safaruddin, harapan agar bisa mendapatkan bantuan rumah layak huni dari Pemkab Limapuluh Kota," keluh ibu ini.

Mutiara anak bungsu Yeni yang duduk di kelas I SD MIS, merupakan pemilik prestasi juara umum, kemudian Sri Kurnia Ekaputri yang duduk di bangku kelas V, juga sang juara. "Sri Kurnia, sekarang utusan Limapuluh Kota, lomba untuk bidang studi IPA ke tingkat Provinsi Sumbar," jelasnya. (*/Arfidel Ilham/iil/JPG)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search