Longsor Jogja mengancam 7 rumah di wedi kengser Kali Code
Solopos.com, JOGJA- Sembilan kepala keluarga (KK) yang tinggal di RT 02 RW 01 Kampung Terban, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman hingga kini belum diperkenankan untuk kembali ke rumah saat malam hari dan ketika hujan deras. Sebabnya, ancaman longsor susulan masih terus mengintai. Mereka berharap ada kepastian dari pemerintah.
Murtini, 55, bersama suaminya dan sejumlah warga ikut berkumpul di depan rumah tetangganya yang berjarak sekitar 15 meter dari rumahnya, Sabtu siang akhir pekan lalu. Ia ikut berkumpul untuk menghilangkan rasa kehkawatirannya.
Murtini sempat masuk rumah untuk masak. Namun perasaannya di dalam rumah tidak setenang seperti sebelum-sebelumnya, "Sebentar-sebentar keluar rumah karena takut kalau ada longsor susulan," ucap Murtini.
"Bawaannya was-was terus, kalau ada suara krikil jaut aja langsung lari," sambung Lia Karyono, 47, suami Murtini.
Sudah lima hari keduanya tidur di Balai RW setempat setiap malam sesuai dengan arahan pemerintah. Murtini dan Karyono memiliki dua orang anak, namun anaknya diungsikan ke rumah saudara dan tidak ikut tidur di Balai RW karena kondisi balai yang terbuka membuatnya tidak tega membawa anaknya yang masih sekolah TK untuk tidur di Balai RW.
Rumah Murtini yang terbuat dari kayu dan anyaman bambu tepat berada dibawah tebing yang longsor. Di atas rumahnya masih ada bongkahan tembok dan batu-batu yang sewaktu-waktu bisa ambrol dan menimpa rumahnya. Rumah Murtini hanya ada ruang tengah, satu kamar dan satu dapur.
Ia sudah 17 tahun tinggal disitu. Tempat yang dia buat bangunan rumah merupakan tanah wedi kengser atau tanah aliran sungai yang sebetulnya tidak boleh uantuk dibuat bangunan. Warga setempat mengakui tanah itu adalah milik Sultan atau Sultan Ground (SG).
Murtini mengaku asli kelahiran Terban. Namun waktu itu ia bersama orangtuanya masih tinggal di Terban bagian atas. Namun karena kondisi ekonomi ia sempat merantau ke Jakarta dan bertemu Karyono di Jakarta. Karyono adalah warga Blora, Jawa Tengah.
Mereka pun menikah kemudian tinggal di bantaran Kali Code dengan menyewa rumah. Karyono yang bekerja serabutan dan penghasilannya tidak menentu membuatnya bertahan untuk tinggal di bantaran sungai dan membayar sewa.
Selain Murtini ada tujuh kepala keluarga lainnya yang tinggal satu deretan dengan rumah Murtini. Mereka semuanya juga menyewa. Menurut Murtini tempat yang dia tinggali dahulunya merupakan tempat usaha ternak cacing yang dikelola oleh warga dengan binaan dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Terban. Namun karena usaha ternak cacing tidak berkembang akhirnya disewakan.
Selain Murtini, ada Jumadi Yanto, 50, warga yang terdampak longsor lainnya. Rumah Jumadi Yanto hampir berdampingan dengan rumah Murtini tepat dibawah tebing. Bedanya Jumadi Yanto tidak membayar sewa. Ia mengaku membuat rumahnya sendiri sejak sekitar 1981 yang lalu saat belum banyak bangunan di sekitar rumahnya.
Namun meski tinggal di tanah wedi kengser, ayah dari empat anak ini mengaku membayar pajak bumi dan bangunan setiap tahunnya sebesar Rp9.000, lewat salah satu bank swasta di Jogja.
"Kami disini semua bayar PBB tiap tahun lewat bank. Kalau saya Rp9.000 bayar PBB," kata Jumadi Yanto. Meski demikian, ia mengakui rumahnya hanya menjadi hak guna bangunan. Selain membayar PBB, mereka juga rutin membayar listrik.
PT. Menara Santosa, informasi selengkapnya KLIK DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar