Dilansir Channel News Asia, Rabu (31/5), salah satu relawan, Amer Riga. Dia hanya tidur tiga jam setiap malam sejak bentrokan Marawi dimulai pekan lalu ketika pemberontak mengamuk di kota yang berpenduduk mayoritas Muslim itu.
Amer menghabiskan hari-harinya dengan sukarela sebagai perawat di sebuah klinik medis dan pusat evakuasi terdekat. Dia merawat orang-orang yang telah melarikan diri dari bentrokan Marawi.
Amer bahkan secara tidak sengaja merawat dua anggota kelompok Maute, yang telah berjanji setia kepada Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Hal itu diketahui setelah para korban itu sadarkan diri.
Pekan lalu, ketika Amer mulai melihat orang-orang melarikan diri dari Marawi, dia dengan cepat mengumpulkan dana dan mulai membagi-bagikan air dan makanan kepada orang-orang yang melintas.
Kebaikan Amer telah menjadi viral di media sosial Twitter dan kemudian di-tweet ulang lebih dari 13.000 kali. Sikapnya membawa apresiasi pada perhatian global.
Dana yang berhasil dikumpulkannya berasal dari Brasil dan Australia, yang kemudian dia gunakan untuk membeli obat dan memberi makan para pengungsi. Jumlah pengungsi kini lebih dari 80.000 orang.
"Kota Marawi adalah tanah Muslim. Tempat anak dan keluarga berkumpul. Namun kini, semuanya terbalik saat perang dimulai. Orang-orang melarikan diri, makanan dan barang-barang pribadi ditinggalkan. Mereka meninggalkan uang mereka, barang-barang mereka dan kemudian rumah mereka terbakar habis. Saya tidak tahu apakah mereka masih memiliki rumah untuk kembali. Paling tidak, dengan cara ini kami bisa mengurangi kesedihan dan pengalaman traumanya," tegas Amer.
Amer juga memanfaatkan media sosial untuk menjangkau mereka yang membutuhkan pertolongan. Dia telah menerima telepon darurat dari orang-orang yang terjebak di dalam area yang dikendalikan oleh Maute, namun belum dapat menjangkau mereka.
Relawan lainnya, di perbatasan Lanao del Sur, Khominie Silal juga memberikan uluran tangan. Semula, dia sedang duduk di atap rumah di malam hari. Ketika itu dia mulai melihat orang-orang melarikan diri. Anak-anak pucat karena kelaparan, tersandung saat mereka berjalan. Dia segera membuka pintu rumahnya.
Khominie menyambut baik orang Kristen maupun Muslim saat mereka datang, sampai rumahnya penuh sesak. "Selama perang habis-habisan, saya tahu bagaimana rasanya menjadi pengungsi. Jadi ketika saya melihat mereka, saya tahu bagaimana rasanya. Itu sebabnya saya kasihan pada mereka," kata dia.
Diameera adalah salah satu orang yang diselamatkannya. "Dari Marawi ke Balo, kami baru saja berjalan, kami akan beristirahat sebentar, lalu kami bangun lagi dan berjalan, kami sampai di sini jam 4 sore, kami berangkat besok pagi. Kami benar-benar tidak ingin pergi karena kami tidak tahu ke mana kami pergi. Tapi, tidak ada lagi listrik dan tidak ada lagi air. Ada sedikit makanan tersisa, jadi kami memutuskan untuk pergi," kata Diameera sambil menangis bersama anak-anaknya. (CNA/cr1/JPG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar