Sabtu, 24 Juni 2017

Jenderal Soekanto, Kisah Kapolri Miskin

Justru para mantan anak didik Soekanto yang tak enak hati melihat kondisi seniornya yang mengenaskan itu. Saat menjadi Kapolri, Awaluddin Djamin meminjamkan rumah dinas polisi di kawasan Jalan Prapanca, Jakarta Selatan. Jenderal Mochammad Sanoesi, yang menggantikan Awaluddin, memindahkan Soekanto ke kompleks pejabat Polri di Ragunan. "Sesudah beliau meninggal, ya rumah itu dikembalikan ke Polri," kata Ambar Wulan.

Soekanto, yang tak punya keturunan, tidak meninggalkan warisan harta apa pun. Warisan Soekanto justru lebih besar, yakni lembaga Kepolisian yang dia bangun dari nol. Bayangkan saja, saat dia ditunjuk sebagai Kepala Kepolisian Negara, tidak hanya tak punya duit, anak buah pun belum ada.

Dia harus menghubungi, mengumpulkan, dan mengkonsolidasikan polisi-polisi hasil didikan Belanda dan Jepang yang tersebar di pelbagai daerah di seluruh Indonesia. Kendaraan dan telepon masih barang sangat langka. Selama tiga bulan pertama, Soekanto hanya punya tiga orang anak buah: ajudan Toti Soebianto, juru ketik Nyonya Soebadi, dan Sekretaris M. Oudang.

Sembari terus melakukan konsolidasi dengan mengirimkan kurir secara rutin ke semua daerah dan menghadapi para "raja kecil", Polri saat itu juga harus ikut dalam upaya mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dari rongrongan invasi Sekutu dan gerakan-gerakan separatis. Konsolidasi dan membangun kelengkapan organisasi polisi ini makan waktu bertahun-tahun karena memang sangat rumit dan pelik.

Sepanjang masa jabatannya, Soekanto membangun struktur polisi sampai ke pelosok-pelosok. Dia juga merintis pendirian Brigade Mobil, Polisi Lalu Lintas, Polisi Air dan Udara, Polisi Wanita, laboratorium kriminal, biro anak-anak, dan Interpol. Dia pulalah yang merintis pembangunan Markas Besar Polri. Hasil kerjanya sebagian besar masih bertahan hingga hari ini.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search