Minggu, 04 Juni 2017

Kisah Cinta dari Tembok Pesantren

TRIBUNJATENG.COM - Seperti apakah kehidupan dunia pesantren? Selama ini, tempat menimba ilmu agama ini sering dinilai sebagai tempat yang penuh aturan, seperti penjara yang selalu terkurung dalam sangkar.

Para santri harus tidur tepat waktu, bangun pada sepertiga malam untuk salat malam dan ikut berjamaah subuh. Kalau melanggar peraturan, para santri akan mendapat hukuman, bahkan tidak jarang dikeluarkan.

Kisah dimulai dengan kedatangan Barra yang dihukum kepala sekolahnya untuk mondok selama dua minggu, di Pesantren Nurul Ilmi, untuk merenungkan kesalahannya. Barra adalah murid nakal yang suka membangkang pada guru. (hal 44).

Ketika sampai di pesantren, Barra merasa tidak betah, karena banyak aturan yang harus dia lakukan. Dia merasa tidak terbiasa. Bahkan Barra sempat berusaha kabur. Tapi yang mengejutkan, meski dia pernah melakukan kesalahan, para santri tetap memperlakukannya dengan baik—tidak menghakimi atau menjauhinya. Mereka menerima Barra apa adanya. Berbeda jika di lingkungan sekolahnya, sudah pasti Barra akan dihujat dan dijauhi. (hal 63).

===========================
Kisah Cinta dari Tembok Pesantren
Judul : Habibie Ya Nour El Ain
Penulis : Maya Lestari GF
Penerbit : Dar Mizan
Cetakan : Pertama, Desember 2016
Tebal : 240 hlm
ISBN : 978-602-420-298-9
===========================

Begitu pula dengan sikap para guru. Mereka mengajak Barra melakukan kegiatan-kegiatan yang sederhana yang entah kenapa malah sangat menyentuhnya. Tidak ketinggalan adalah Buya—pemimpin pesantren yang selalu arif dan bijaksana, mengajarkan hal-hal yang tidak pernah Barra temukan di tempat lain. Di pesantren Barra merasa diperlakukan sebagai manusia.

Tidak ketinggalan Barra menemukan cinta yang tidak terduga. Pertemuan tanpa sengaja dengan Nilam, membuat Barra berdebar. Tapi beranikah dia mengejar cinta itu jika dia merasa tidak pantas mencinta Nilam yang merupakan putri Buya? Lalu bagaimana dia menghalau rasa itu? Belum Lagi Nilam kala itu juga tengah melakukan ta'aruf dengan laki-laki pilihan keluarga.

Novel ini sangat sarat makna. Banyak nasihat inspiratif yang bisa dipetik pembelajaran. Diantaranya tentang potret kehidupan di pesantren, bagaimana menjaga hati yang baik sesuai anjuran agama, berjuang melepas masa lalu dan usaha berubah menjadi pribadi yang lebih baik.

Dalam kisah ini kita diajarkan untuk selalu menebar kebaikan. "Hidup adalah refleksi diri kita. Apa yang kamu keluarkan untuk dunia, itulah yang akan dipantulkan balik kepadamu. Kamulah yang memilih, akankah memberi kebaikan atau keburukan." (hal 16). (Peresensi oleh Ratnani Latifah, Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search