Memiliki bekal ilmu agama sejak bersekolah di Madrasah Aliyah di kota kelahirannya Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, memantabkan Syarifuddin sebagai mubalig sejak 1993 silam.
MENGAWALI karir sebagai pembina Panti Asuhan Aisyah di daerah Bontang Baru pada medio 1991 silam. Berlanjut menjadi pembina warga Muslim di wilayah Kanaan, mengantarkan bapak empat anak ini sebagai penceramah sampai saat ini.
Sebelum menggeluti dunia dakwah, pria kelahiran Hulu Sungai Selatan, Kalsel, 3 Maret 1967 silam ini mengaku sudah memilki dasar ilmu agama yang didapatnya saat bersekolah di Madrasah Aliyah. Dasar itu membuatnya semakin yakin menyebarkan ilmu Allah, mengajak masyarakat pada kebaikan.
Hal menarik saat media ini menanyakan kegiatannya saat ini selain aktif di Yayasan Umat Islam milik salah satu perusahaan swasta di Bontang, juga setiap Selasa rutin membekali ilmu agama Islam pada 40 lebih jiwa yang mendiami Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jalan poros Bontang – Sangatta, Desa Suka Rahmat, Kecamatan Teluk Pandan. Sekira warga berusia 17 sampai 60 tahun setiap minggunya dibekali materi pemahaman Islam.
"Selain aktif di Badan Dakwah Islam (BDI) milik salah satu perusahaan ternama di Kota Taman, setiap Selasa saya rutin berdakwah di TPA poros Bontang – Sanggata. Karena kurangnya mubalig membekali ilmu agama Islam di wilayah itu, saya merasa terpanggil mengajarkan mereka," ujar dia.
Bagi suami Hasnani ini menjadi mubalig merupakan panggilan hati. Sampai akhir hayatnya, ia bertekat menyeru kebaikan sesuai dengan ajaran Allah. Pun saat ditanya suka duka menjadi seorang mubalig, Syarifuddin mengaku lebih banyak merasakan sukanya. Meski duka yang dirasakan dia adalah difitnah melakukan suatu hal yang tidak dilakukannya. Tapi itu dijadikannya motivasi untuk lebih baik lagi dari sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar