Banyuwangi (beritajatim.com) - Derita pemudik asal Pulau Sapeken, Madura seolah tak kunjung reda. Niat kuat sekedar ingin pulang ke kampung halaman untuk merayakan idul fitri bersama keluarga tak semudah membalik telapak tangan.
Jarak ratusan kilometer harus ditempuh via transporatasi laut tak kunjung mendapat solusi. Saat ini ratusan warga kepulauan itu justru masih setia berteman dengan angin malam di Pelabuhan Tanjungwangi, Banyuwangi.
Tak banyak aktivitas, sehari-hari mereka hanya habiskan dengan ratapan menanti anjungan kapal yang terlihat mendekat di dermaga pelabuhan. Sembari berharap, suatu saat menjadi bagian nama yang masuk dalam daftar manifest di atas kapal tersebut.
Namun, itu sementara hanya menjadi impian yang masih sulit menjadi nyata. Karena penantian mereka selalu pupus, lantaran tak pernah mendapat jatah duduk bersanding dengan keluarga maupun kawan lain di atas kapal.
Jangankan naik ke kapal, memengang tali kapal pun seolah sulit setengah mati. Apalagi, tiket sebagai alat wajib untuk naik ke kapal yang dinantikan saja tak kunjung didapat. Entah menghilang atau memang kalah cepat mendapat tiket, itu masih tak jelas.
Harusnya, setiap pelabuhan menjual tiket di depan warga atau menunjukkan tempat pembeliannya. Tapi di sini tidak, mereka masih bingung mengapa ini dapat terjadi. Mereka tidak tahu, bagaimana dan kapan harus membeli untuk mendapat tiket itu.
Pelabuhan yang seharusnya tidak hanya sebagai tempat pemberangkatan, tetapi juga menyediakan tiket justru tak kunjung rupa lembaran wajib itu. Banyak warga yang kecewa, karena menunggu sesuatu yang tak pernah pasti.
"Anehnya, saat saya ke sini katanya tiket sudah habis. Tapi banyak warga yang dari Surabaya itu bisa bawa tiket langsung berangkat. Lha terus gimana nasib kita yang sudah berhari-hari di sini? Saya yakin di sini ada permainan dari petugas. Kemungkinan besar tiket mudik gratis itu diperjualbelikan," terang Zainudin warga Sapeken yang hingga malam
ini belum juga berangkat, Jumat (23/6/2017).
Belum lagi, mereka disuguhkan dengan suasana yang tak mengenakkan selama di lokasi pelabuhan. Tempat yang kotor, kondisi dingin sehingga banyak warga yang mengalami sakit. "Hari ini sudah ada dua orang yang sakit, karena kelamaan nunggu di sini," terangnya.
Bukan pelayanan super ekstra yang mereka inginkan, tapi sekedar keadilan dan keterbukaan petugas saja. Sehingga mendapat solusi terbaik untuk mereka agar dapat pulang. "Kalau Begini terus kapan kita dapat pulang. Kita minta carikan solusi lah. Kami ini butuh kapal untuk pulang itu saja," tegasnya.
Seakan, kehabisan akal mereka hanya bisa meratapi nasib di ruangan dan teras pelabuhan. Mereka sangat menyayangkan kondisi ini terjadi. Bahkan mereka tak segan mengatakan pelayanan yang selalu berulang tiap tahun. Kondisi yang sama yang tak pernah ada solusinya.
Misal, kapal mudik gratis yang disediakan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur ini. Kapal Motor KM. Prima Nusantara yang disediakan sebenarnya kurang sesuai harapan. Kapal dengan 497 Grooston dan Length Over All 53 ini sebenarnya bukanlah kapal penumpang, tapi alat angkut yang telah dimodifikasi. Atapnya hanya ditutup dengan terpal plastik sebagai peneduh.
Sungguh kurang manusiawi jika dilihat dari kondisi warga dan kapal itu sendiri. Betapa panas menyengat bakal dialami oleh setiap penumpang saat berada di dalamnya. Belum lagi terpaan angin, badai atau hujan juga tak luput masuk menyergap tubuh penumpangnya.
"Sebenarnya, kita itu sangat senang dan terima kasih adanya sambutan pemerintah dengan mengadakan mudik gratis. Tapi kalau pelayanannya kayak begini kan sama saja. Kalaupun kapal tidak gratis juga tidak apa-apa asal fair, jangan curang," katanya.
"Kami tahu kalau Sabuk Nusantara itu bayar, tapi jadwalnya ini tidak benar. Sabuk Nusantara 56 tadi datang, tapi ada yang Sabuk Nusantara 27 tapi itu rusak. Kalau tahu kayak begini, seharusnya pemerintah kan bisa mengganti, agar tidak terjadi seperti ini," sambungnya.
Solusi dimana solusi? mereka warga yang sama ingin bahagia pula. Pemerintah harus mendengar ini, karena banyak waktu bahagia mereka yang terpangkas oleh tangis karena kondisi terpaksa ini. [rin/suf]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar