Kisah inspiratif, seorang pedagang asal Klaten mempunyai cara unik berjualan.
Solopos.com, KLATEN — Lasono alias Pak Cemplon, 56, warga Dukuh Sendang, Desa Jetis, Kecamatan Karangnongko, Klaten, punya cara unik dalam berjualan. Pedagang aneka perkakas itu menggunakan banyolan untuk menarik minat pembeli.
"Nyoh, iki hlo..! Ayo le, ayo le," teriak Pak Cemplon sembari menggoyang-goyangkan palu seakan memainkan wayang di tengah Lapangan Bonyokan, Kecamatan Jatinom, Klaten, Jumat (30/6/2017) siang. Diaa kemudian menawarkan palu dijual seharga Rp10.000/unit.
Teriakannya bersautan dengan keriuhan di tengah Lapangan Bonyokan. Tak hanya palu, Pak Cemplon juga menawarkan pensil. Cara menjualnya pun unik, seakan ia melelang pensil-pensil yang dijual.
"Mangewu..! ji, ro, lu, pat, mo, nem, tu, wolu, sanga, sepuluh. Mangewu!," teriak pria berkumis itu menawarkan 10 pensil 2B seharga Rp5.000.
Aksi Pak Cemplon membuat warga mampir dan berkerumun di depan barang dagangannya. Sesekali ia melawak disambut tawa warga yang mengerumuninya. "Sopo meneh? Maju..! duite ditoke ndak lali [Siapa lagi? Maju…! uangnya dikeluarkan nanti lupa]," ungkapnya.
Pak Cemplon merupakan salah satu pedagang yang siang itu berjualan di Pasar Legen, Lapangan Bonyokan, Kecamatan Jatinom. Aksi lucunya membuat warga dari anak-anak hingga orang dewasa rela kepanasan mengerumuninya selama berjualan.
Tak berbeda dengan pedagang lainnya, tempat jualan Pak Cemplon sederhana. Sebuah payung berukuran besar dikembangkan terikat pada sepeda motor sebagai tempat berteduh. Beragam barang jualan ia tempatkan pada satu kardus. Sementara, kantong plastik diikatkan pada celananya sebagai untuk mengumpulkan uang.
Aksi lucu Pak Cemplon tak sekadar membuat warga berkerumun mendatanginya. Barang yang ia bawa kerap ludes terjual dalam hitungan satu hingga dua jam. Seperti saat ia berjualan pada Jumat. Sekitar dua jam berjualan, kardus yang sebelumnya dipenuhi beragam barang seperti lem, palu, gergaji, batu baterai, dan senter nyaris kosong. Hanya tersisa beberapa lem serta batu baterai.
Ditemui seusai berjualan, bapak dua anak dan empat cucu itu tak mengetahui arti Cemplon yang kerap digunakan untuk menyebut dirinya.
"Nama Pak Cemplon itu yang memberi warga. Saya tidak tahu itu artinya apa. Kalau di pasar saya dikenalnya Pak Cemplon bukan Lasono. Sebaliknya, saat di rumah saya dikenal dengan nama Lasono," kata pria dua anak dan empat cucu itu saat ditemui wartawan seusai berdagang.
Ludes Terjual
Lasono tak menampik setiap berjualan barang yang ia bawa ludes terjual. Saban berjualan, modal yang ia keluarkan sekitar Rp1,5 juta. Dari modal tersebut, keuntungan yang diterima setiap berjualan sekitar Rp200.000-300.000. "Kalau saat ramai seperti saat liburan bisa sampai Rp500.000," tutur dia.
Pak Cemplon mengaku kulak barang dagangannya ke Kartasura, Sukoharjo atau Boyolali. Pedagang grosir di dua kabupaten itu ia datangi sekali dalam sepekan. "Kalau kulakan habis Rp7 juta," ungkap dia.
Pak Cemplon menuturkan ia berjualan keliling dari pasar ke pasar sejak 1990, seusai merantu di Jakarta sebagai buruh pabrik. Sejak awal berjualan, ia mengaku menawarkan barang dengan banyolan. "Ini spontanitas, tidak ada yang mengajari dan tidak terinspirasi dari siapapun. Kalau saya diminta mempraktikkan, saya tidak bisa," tutur dia.
Tak selalu aksi lucunya bisa mendatangkan untung. Ia pernah merugi lantaran salah menyebut harga barang yang dijual. "Saya pernah keceplosan, harga barang sebenarnya Rp10.000 namun menyebut Rp5.000. Akhirnya rugi Rp5.000," katanya.
Pak Cemplon menuturkan dari hasil berjualan ia bisa menghidup anak dan istrinya. Kedua anaknya pun berhasil lulus perguruan tinggi dan menjadi menjadi sarjana dibiayai dari hasil jualan perkakas keliling pasar. "Anak saya yang nomor dua menjadi guru. Sementara, nomor satu pernah menjadi perawat. Kalau istri saya jualan pakaian," kata dia.
Pak Cemplon pun berniat terus berjualan dibumbui banyolan. Hal itu menjadi ciri khasnya untuk menggaet pembeli.
Salah satu warga, Sukamto, 51, menuturkan aksi Pak Cemplon dilakukan tak lain untuk menggaet para pembeli.
"Ini pedagang yang sukses. Lihat saja setiap selesai berjualan pasti barangnya habis. Barang-barang yang ia jual juga murah dibanding di toko. Seperti palu itu kalau di toko mungkin harganya Rp15.000/unit," kata pria asal Bareng, Kecamatan Klaten Tengah itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar