Seperti pengalamannya saat menjadi pasukan peacekeeper PBB, Anita tidak menyerah meski harus berhadapan dengan pasukan pemberontak di Darfur, Sudan pada 2012 silam. Anita saat itu menjadi salah satu Individual Police Adviser pada misi UNMISS.
"Saat bertugas di Malakal Team Site tahun 2010, terjadi baku tembak antara tentara, polisi lokal dengan pemberontak (sebelum Sudan Selatan merdeka dari Negara Sudan)," ujar Anita saat berbincang dengan detikcom, Kamis (7/9/2017).
Foto: Kisah Brigadir Anita Bertahan dari Gempuran Pemberontak di Sudan (Istimewa) |
Baku tembak yang terjadi selama beberapa bulan membuat situasi mencekam. Selama kontak senjata itu, Anita bersama pala adviser police lainnya bersembunyi di sebuah bunker tempat perlindungan.
"Tegang sekali, karena kami harus masuk bunker selama berbulan-bulan. Tidak bisa keluar markas PBB, termasuk belanja makanan ke kota," imbuhnya.
Di bunker tersebut, Anita bersama sekitar 120 lainnya yang terdiri dari polisi dan staf sipil PBB. Tidak banyak yang bisa dilakukan Anita dan tim di bunker itu selain berdoa agar situasi cepat pulih.
"Bunker-nya lumayan besar, tapi ya itu, nggak bisa ngapa-ngapain, stok makanan sedikit. Sampai pernah suatu saat kami makan ransum yang diberikan Polri saat berangkat dulu, sangat membantu," sambungnya.
Foto: Kisah Brigadir Anita Bertahan dari Gempuran Pemberontak di Sudan (Istimewa) |
"Tidak ada yang dapat dilakukan di bunker selain pasrah dan menunggu aba-aba komandan tentara India (sebagai penjaga markas team site Malakal untuk keluar bunker dan menghirup udara luar," tuturnya.
Posisi kantor PBB sendiri berada di tengah-tengah markas kedua pihak yang berseteru. Ketegangan terjadi ketika pasukan peacekeeper harus mengejar polisi lokal di daerah terpencil.
"Kami saat itu harus pergi mengajar polisi lokal di daerah terpencil. Jarak jauh harus kami tempuh menggunakan mobil Nissan patrol dan harus melewati daerah persembunyian para pemberontak," ungkapnya.
"Ada kontingen dari India yang meninggal karena tertembak saat terjadi baku tembak tentara lokal dan pemberontak. Mereka tertembak saat sedang berjaga di pos intai markas PBB di wilayah," sambungnya.
Beberapa lainnya meninggal karena terserang penyakit malaria Afrika yang mematikan. Selain itu, posisi tim Anita jauh dari pusat Kota dan pusat Ibu Kota, yang menyebabkan lambatnya pertolongan pertama pada korban.
"Jaraknya 2 jam terbang dengan helikopter untuk sampai ke Ibu Kota Juba," imbuhnya.
Foto: Kisah Brigadir Anita Bertahan dari Gempuran Pemberontak di Sudan (Istimewa) |
Bentuntung Anita selamat dalam baku tembak tersebut. Namun beberapa rekannya tewas dalam peristiwa kontak senjata tersebut. "Saya sangat bersyukur tidak terjadi apa-apa, namun suasana mencekam saat itu," ucapnya.
Selama bertugas di PBB, Anita mendapat penempatan di misi persamaian PBB di Sudan dan Sudan Selatan. Anita merupakan Polwan ketiga yang dikirim ke misi UNMISS kala itu.
Selain sebagai IPO (Individual Police Oficer), Anita juga pernah dipercaya sebagai Vocal Point Women Police Network selama bertugas di misi PBB di Sudan Selatan tahun 2011-2012. Saat ini, Anita berdinas di Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Polri di bawah Karomisinter Polri Brigjen Krishna Murti.
Bertugas sebagai peacekeeper menjadi pengalaman berharga baginya. Meski pernah didera ketakutan karena kontak senjata, namun hal itu tidak menyurutkan Anita untuk kembali bertugas di misi perdamaian PBB.
Ia mengaku siap jika kemudian ditugaskan kembali ke PBB. Ia berkeinginan agar Polwan lainnya pun mengikuti jejaknya, untuk menunjukkan bahwa Polwan pun sejajar dengan polisi laki-laki.
"Kesannya bangga. Sebagai polwan Indonesia yang ikut dalam memajukan kepolisian di dunia, terutama perempuan. Ikut serta dalam melatih, mendampingi, dan memonitor kinerja polisi lokal Sudan dan Sudan Selatan, membuat saya lebih bangga dengan Polri yang memberi saya nafas, jiwa, dan ilmu sehingga dapat berguna bagi sesama," ujar Anita.
(mei/rvk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar