Namun hal ini berubah saat masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Presiden Jokowi melihat bahwa desa memiliki potensi yang besar untuk membangun Indonesia.
Pemerintahan Jokowi percaya bahwa jika desa maju, maka kemajuan bangsa Indonesia bisa diwujudkan. Semangat tersebut tertuang dalam salah satu visi pemerintahan Jokowi, yaitu "Membangun Indonesia dari Pinggiran dalam Kerangka NKRI". Maka untuk mengejawantahkan hal tersebut terbitlah Program Dana Desa.
Sayangnya, semangat pemerintah pusat tersebut tidak diimbangi dengan semangat dari daerah. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya para pejabat daerah, baik di tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten yang terjerat kasus korupsi Dana Desa.
Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) yang dikutip dari Detik.com (09/08), terdapat beberapa celah korupsi dalam penggunaan Dana Desa. Misalnya saja dengan melibatkan pegawai pemerintah kabupaten. Sebab penggunaan dana desa itu tetap memerlukan persetujuan dari kepala dinas.
Titik korupsi juga bisa terjadi saat dana desa digunakan misalnya untuk pembangunan infrastruktur. Proyek bisa disetujui oleh kepala dinas bila aparat desa menyetor sejumlah dana. Bisa juga terjadi kongkalikong agar dana desa dibelanjakan di toko material tertentu.
Karena rawan akan terjadinya korupsi dalam penggunaan Dana Desa, maka dibutuhkan partisipasi masyarakat untuk mengawasi penggunaan Dana Desa tersebut.
Saya mencoba menelusuri penggunaan Dana Desa di di wilayah administratif Kabupaten Indramayu. Dimulai dari desa tempat tinggal saya. Saya ingin melihat dokumen Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP-Desa) dari tahun 2015 hingga 2017.
Namun pihak desa hanya menyerahkan dokumen tahun 2017. Sedangkan tahun 2015 dan 2016 tidak diserahkan. Mereka beralasan dokumen tersebut telah hilang. Padahal dokumen RKP-Desa berisi rencana program yang hendak dijalankan oleh desa dalam jangka waktu satu tahun, termasuk di dalamnya jumlah anggaran yang akan digunakan.
Penasaran, saya pun menelusurinya ke tingkat yang lebih tinggi, yakni kecamatan. Di kecamatan, saya tak hanya ingin melihat RKP-Desa saja, melainkan juga Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB Desa dan Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa.
Salah seorang pegawai di sana mengingatkan bahwa dokumen yang dicari merupakan dokumen sensitif. Tapi kemudian saya diarahkan ke salah satu staf pegawai yang mengelola bagian arsip. Pegawai tersebut kemudian membuka lemari arsip kecamatan dan cukup lama mengubek-ubek isi lemari tersebut. Hasilnya nihil. Saya disuruh mencarinya di desa.
Selang beberapa hari kemudian saya ditelpon oleh salah satu pegawai kecamatan. Dia mengatakan bahwa pihak desa tempat tinggal saya memang tidak pernah menyerahkan dokumen Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB Desa dan Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa.
Sungguh situasi yang menyedihkan. Semangat transparansi yang minim, kalau tidak mau dibilang tidak ada. Di tengah pengawasan yang lemah, situasi ini hanya akan mendorong penyalahgunaan Dana Desa.
Yopi Makdori
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman (ded/ded)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar