JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Syarif mengisahkan bagaimana perjuangannya menentang penggusuran di RT 09 RW 04, Jalan Rawajati Barat III, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, yang terjadi setahun yang lalu.
Hal itu ia sampaikan di hadapan sejumlah warga Rawajati yang berkumpul di bekas pemukiman mereka yang digusur oleh Pemerintah Provinsi DKI, pada 1 September 2016. Warga berkumpul untuk memperingati satu tahun penggusuran tersebut.
"Saudara-saudara harus kembali mengingat, dua tahun yang lalu, Agustus 2015, Saudara-saudara warga di sini diberikan surat peringatan supaya dengan sukarela pergi dari kawasan ini," kata Syarif di lokasi, Minggu (3/9/2017).
"Tetapi saudara-saudara meminta bantuan kepada saya datang untuk bisa melerai, memediasi, dan akhirnya tercapai. Tempat ini tidak jadi digusur tahun 2015," sambungnya.
Syarif kemudian meminta warga untuk mengingat kembali bagaimana dirinya sempat bersitegang dengan petugas dari Pemprov DKI yang ingin menggusur warga setempat.
"Saya ingat betul adu mulut saya di stasiun kereta (Kalibata, samping Rawajati) tahun 2015. Saudara-saudara harus diingat tahun 2015, gubernur siapa waktu itu?," paparnya.
Warga kemudian menjawab nama mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Setelah warga menjawab, Syarif kembali mengingatkan bagaimana kepemimpinan Ahok sebagai orang nomor satu di ibukota.
"Siapa yang berani melawan Ahok?," tanya politisi Gerindra itu, dan dijawab warga, "Pak Syarif!" Pertanyaan itu diulangnya beberapa kali, dan lagi-lagi nama Syarif kembali disebut warga sebagai tokoh yang berani menentang Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Ahok.
"Siapa yang berani melawan Ahok, kalau lurah sedikit membantah dipecat, camat sedikit membantah dipecat. Tidak ada benarnya rakyat di mata Ahok," tegas Syarif.
Tim sukses pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno di Pilkada DKI 2017 ini kemudian melanjutkan ceritanya soal bagaimana perlawanan dirinya dan warga dalam menentang penggusuran.
"Kita bisa bertahan satu tahun, rupa-rupanya kekuasaan Ahok makin jadi. Tahun 2016, masih ingat? dimulai bulan Mei 2016, surat peringatan datang lagi supaya pindah. Negosiasi, perundingan, dimulai lagi, makanya rusuh, pemerintah saat itu dianggap musuh karena memerangi rakyatnya," jelasnya.
"Mei ketemu Juni, ketemu Juli, buntu. Pemerintah tetap ngotot kawasan ini harus dibersihkan. Awalnya, alasannya ganggu kereta. Kita sudah geser dikit tapi alasan doang ganggu kereta. Terakhir tanah ini mau dibikin taman buat ngelancarin jalan," papar Syarif.
Setelah semua negosiasi gagal, ditambahkan Syarif, penggusuran itu pun terjadi. Dan kala itu bentrokan pun pecah antara Satpol PP dan warga yang menolak rumahnya digusur. Bahkan kala itu, Syarif disebut-sebut mendapat perlakuan kasar dari Satpol PP.
"Tahun 2016 lalu, siapa yang memimpin DKI? Gubernurnya siapa? siapa yang berani melawan?," tanya Syarif, yang kemudian dijawab warga dengan menyebutkan namanya."Pak Syarif!" ujar warga Rawajati.
"Kita mengingat kembali betapa pemerintah saat itu suka memaksa.
Rakyat dipaksa, sedangkan mereka nggak punya daya. Akhirnya ujungnya pagi-pagi (1 September 2016) Pukul 07.00 (WIB) meletus bentrokan. Dimana-mana ribut di sudut sini ribut, di ujung sana ribut, pakai beko pakai Satpol PP pakai Polisi pakai pakai Polisi, pakai pakai tentara," ucapnya.
Tak cukup sampai disitu, ia kemudian melanjutkan bagaimana detik-detik penggusuran. "Apa yang kita mau, apa yang kita inginkan, apa yang kita omongkan dengan mulut, gak didengar. Saudara-saudara masih ingat saya minta untuk ditahan dulu (penggusuran) sehari dua hari, tapi (pihak Pemprov) nggak mau," pungkasnya.
"Terus saya tanya (ke petugas penggusuran) siapa yang bertanggung jawab memimpin penggusuran ini? Nggak ada yang ngaku. Karena itu terpaksa saya harus menghadapi dengan risiko apapun," imbuhnya.
Namun, lanjut Syarif, semua perjuangan itu sia-sia. Pasalnya pemukiman warga di pinggir rel kereta api itu tetap digusur.
"Kita sudah berjuang sekuat tenaga mempertahankan hak kita, tetapi pemerintah dengan kekuatan pemaksaannya, pakai Satpol PP, TNI, dan lain-lain, terus merengsek akhirnya bentrok. Betapa marahnya rakyat itu," katanya.
"Marah betul melukai orang gampang betul artinya apa tindakan Gubernur 2016 itu tindakan di luar batas-batas kemanusiaan," ujar Syarif dengan lantang.
Untung itu, lewat peringatan satu tahun penggusuran ini, Syarif berharap, agara Pemprov DKI tak lagi melakukan seperti yang menimpa warga Rawajati.
"Pentingnya memperingati ini untuk kita mengirim pesan, hei pemerintah jangan ulangi lagi tindakan kekerasan seperti itu. Sekarang sudah berganti pemerintah tolong pemerintah hormati hargai martabat manusia," tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar