Jakarta, CNN Indonesia -- Panik menyergap saat ledakan pertama terdengar di pabrik kembang api Kosambi Kamis (26/10). Siti Nurfatimah atau Ima (15) langsung menyudahi pekerjaannya. Begitu pun para pekerja yang ada di dalam ruangan yang sama.
Semua pekerja, termasuk Ima, sontak berlarian menuju pintu keluar. Tidak ada yang peduli satu sama lain. Mereka bukan ingin mencari tahu apa yang terjadi, melainkan berusaha untuk menyelamatkan diri.
Ima bernasib sial. Kakinya tersandung meja saat berlari keluar ruangan. Ima lalu tersungkur, sementara orang-orang di belakangnya terus berlari tanpa peduli dengan Ima yang sudah terjatuh di lantai. Ima tak berdaya. Dia tidak bisa bangkit dari lantai.
"Diinjak-injak orang yang lari ke luar menyelamatkan diri. Pas sudah enggak ada yang nginjak, ruangan sudah gelap. Sudah enggak kelihatan apa-apa karena asap," kisahnya.
Ima akhirnya diselamatkan oleh warga dan petugas. Mereka masuk melalui tembok samping yang dibobol Brigadir Mobil saat api melalap dengan ganas pabrik tempat Ima bekerja.
Warga mendapati Ima telah terbakar. Ima lalu digotong keluar pabrik selekas mungkin, kemudian dibawa ke RSIA BUN untuk diberi perawatan. Sekitar pukul 14.00 WIB, Ima dirujuk ke ICU RSUD Kabupaten Tangerang karena luka bakarnya tergolong serius.
Kisah mengenaskan itu diceritakan oleh Sinah (45), ibu dari Ima kepada CNNIndonesia.com Jumat (27/10). Dia menjelaskan kembali apa yang diutarakan Ima kepadanya saat masih berada di RSIA BUN.
Sinah tampak lemas di depan ruang ICU menunggu anaknya dioperasi. Kedua matanya sayu. Memandangi lantai dengan tatapan kosong. Dia duduk menyandar di tembok dekat ruang ICU ditemani kakak Ima, Diana (31).
Sinah tak kuasa menahan tangis selama bercerita. Dia berkali-kali terisak.
Firasat
Sinah mengaku sudah mendapat firasat buruk sebelum Ima terbakar di pabrik tempatnya bekerja. Kala itu, Kamis pagi, Ima menunjukkan sikap yang tak biasa.
Biasanya, setelah mandi dan berdandan, Ima langsung berangkat ke pabrik. Tetapi pada Kamis kemarin, Ima tidak langsung berangkat. Dia malah memeluk Sinah yang masih tiduran di kasur.
"Tumben-tumbenan si Ima begitu. Saya bilang, 'Berangkat sana. Udah siang," kata Sinah.
Melihat tingkah Ima yang seperti itu, ayah Ima lalu meminta anaknya tidak usah bekerja. Sang ayah mengatakan Ima sudah terlambat karena jam sudah menunjuk angka 8, yang berarti jam kerja Ima dimulai.
"Tapi si Ima bilang, 'ah itu mah jamnya ngaco. Masih jam 7 sekarang mah," ucap Sinah.
Ima lalu berangkat kerja diantar sepupunya.
Bagai petir di siang hari
Sinah mengaku mendapat kabar pabrik tempat Ima bekerja dari keponakannya. Kabar itu sampai di telinga Sinah sekitar pukul 10.30 WIB.
Sinah kaget bukan kepalang. Serasa ada petir di siang bolong yang menyambar benaknya. Dia langsung berlari keluar rumah meninggalkan suaminya yang telah lama menganggur karena sakit.
"Saya langsung lari ke pabrik. Enggak pakai sendal. Enggak ganti baju. Langsung lari ke sana. Pengen nyelametin Ima," ucap Sinah.
Sesampainya di pabrik, Sinah melihat sudah banyak orang berkerumun. Asap hitam pekat membumbung ke angkasa dari pabrik tempat anaknya bekerja. Api pun masih tampak dari luar pabrik.
![]() |
Dia melihat beberapa pekerja digotong keluar pabrik. Tubuh mereka hitam dan tak lagi berpakaian karena terbakar.
"Saya mau ke dalam tapi dilarang sama orang-orang. Saya tetap mau ke dalam tapi orang-orang melarang," kata Sinah.
Warga mengatakan Ima sudah dibawa ke RSIA BUN. Tapi Sinah bergeming. Dia tetap ingin merangsek masuk meski kepulan asap makin tebal.
"Namanya ibu ya pengen tahu anaknya. Pengennyelametin. Enggak puas kalau belum lihat sendiri," kata Ima.
Karena berkali-kali dilarang warga, Sinah lalu menyerah. Dia mengikuti apa yang dikatakan warga. Sinah lalu menuju RSIA BUN diantar keponakannya dengan sepeda motor.
Sinah tak kuasa menahan tangis saat menceritakan pertemuannya dengan Ima di RSIA BUN. Dia bersyukur karena anaknya masih hidup.
Pada kesempatan itu lah Ima menceritakan detik-detik suasana di dalam pabrik saat ledakan pertama terdengar kepada sang Ibu. Sinah mengaku tidak bisa menahan deras air mata kala Ima mengaku diinjak-injak saat menyelamatkan diri.
"Saya dari kemarin enggak makan. Soalnya keingetan terus pas anak saya diinjak-injak. Enggak tega anak saya diinjak-injak begitu," ucap Sinah dengan linangan air mata.
Putus sekolah karena ekonomi keluarga
Sinah mengatakan mendapat info lowongan kerja di pabrik kembang api dari adiknya atau paman Ima. Menurut Sinah, lowongan pekerjaan itu sungguh menggiurkan. Calon pekerja diiming-imingi upah Rp55 ribu per hari.
Ima, yang saat itu masih duduk di kelas dua SMP Al Marwah, Kampung Melayu, Tangerang tertarik dengan lowongan kerja tersebut.
Dia ingin membantu ekonomi keluarga yang memprihatinkan. Bagaimana tidak, ayah Ima sudah tidak bekerja karena sakit. Sementara Ibu Ima hanya bekerja part time di pabrik sendok plastik dengan upah tidak tetap setiap hari.
![]() |
Ima lalu mulai bekerja pada Kamis (19/10) atau seminggu sebelum kebakaran terjadi.
"Ima juga selalu pulang pas jam 12. Makan dirumah. Dia enggak mau dibekali nasi," kata Sinah.
Setelah beberapa hari bekerja, Ima mengeluh kepada sang Ibu perihal upah yang diterima. Selama tiga hari pertama, Ima memang mendapat mendapat upah Rp55 ribu seperti informasi yang dia terima sebelumnya.
Tetapi setelah itu dia hanya diberi upah Rp20 ribu. Hal itu membuat Sinah gusar. Sinah lalu meminta Ima berhenti bekerja. Upah yang diterima terlalu kecil menurut Sinah.
Ima setuju dengan permintaan sang Ibu. Ima berencana berhenti bekerja meski baru seminggu mengais rejeki di pabrik kembang api. Akan tetapi, dia masih ingin melanjutkan bekerja sampai hari Sabtu.
"Eh tiba tiba saya dapat kabar pabrik kebakaran. Saya langsung lari. Waktu itu belum bisa nangis. Cuma pengen nyelametin Ima," kata Sinah.
Ima kini masih dirawat di ruang ICU RSUD Kabupaten Tangerang. Dia menjalani operasi karena tangannya kaku. Selain itu, tangan Ima juga putih akibat luka bakar.
"Tangannya enggak bisa dilemesin. Tangannya begini nih," kata Sinah seraya memeragakan posisi tangan setengah mencengkeram.
Sinah sangat bersyukur karena anaknya masih hidup. Dia mengatakan banyak tetangganya yang masih belum menemui sanak keluarganya pasca kebakaran melanda pabrik kembang api.
"Ncingnya Ima yang ngasi lowongan kerja juga sampai sekarang belum ketemu," kata Sinah. (stu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar