Kamis, 12 Oktober 2017

Kisah korban salah tangkap aparat saat kericuhan aksi tolak PLTPB Baturraden

Merdeka.com - Anjar Setiarma (20) mengalami luka di bagian dagu, memar di kepala dan sakit di bagian perut. Senin (9/10) malam, tiga hari lalu jadi kenangan yang tak bakal mudah dia lupakan. Di selatan alun-alun Purwokerto, dia jadi korban salah tangkap polisi dan Satpol PP Kabupaten Banyumas, sebab dikira salah satu demonstran aksi penolakan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Baturraden.

Hari itu, di Jalan Kabupaten yang satu kawasan dengan alun-laun Purwokerto dan tepat di depan Kantor Dinas Bupati Banyumas, memang tengah berlangsung unjuk rasa dari Aliansi Selamatkan Slamet yang terdiri dari berbagai mahasiswa juga warga dari berbagai wilayah Banyumas mulai dari Kecamatan Cilongok, Desa Sunyalangu Kecamatan Karang Lewas dan Desa Kutayasa, Ciberem, Kebanggan di Kecamatan Sumbang. Aksi penolakan PLTPB dimulai sejak pagi pukul 10 dan berakhir ricuh pukul 10 malam.

Pembubaran paksa berdasarkan data Aliansi Selamatkan Slamet telah menyebabkan 55 pendemo mengalami penganiayaan. 23 demonstran ditangkap. Sedang empat wartawan saat meliput mengalami kekerasan fisik dan verbal pelarangan merekam kericuhan. Tak terhindarkan, tenda posko perjuangan aliansi dan panggung kebudayaan yang semula untuk menyuarakan penolakan PLTPB Baturraden justru menjadi panggung arogansi aparat memasung kebebasan berpendapat, berbicara sekaligus kebebasan pers.

Bersamaan waktu ketika kericuhan terjadi, Anjar bercerita tengah menikmati malam sambil menyantap wedang ronde di bagian selatan alun-alun Purwokerto. Berjarak 100 meter dari lokasi kericuhan ia mengingat sempat mendengar keributan. Penasaran, Anjar lantas mendekat sekitar 80 meter dari lokasi aksi.

Nasib sial tak bisa ditolak, Anjar yang tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Purwokerto angkatan 2016 ini ditangkap polisi dan Satpol PP karena dikira demonstran. Ia berusaha meyakinkan bukan bagian dari pengunjuk rasa. Tak digubris Anjar justru mendapat kekerasan verbal berupa kata-kata kotor dan kekerasan fisik berupa pukulan dan tendangan dari aparat.

"Saya sempat angkat tangan. berteriak bahwa tidak ikut demo," kata Anjar pada wartawan saat ditemui di ruang anyelir 416 rumah sakit Prof Dr Margono Soekanto Purwokerto, Kamis (12/10).

Dibawa ke Mapolres Banyumas, Anjar sempat ikut menginap semalam bersama 23 demonstran yang ditangkap. Ia mengenang, bersama para demonstran dimasukkan ke mobil Dalmas diminta buka baju dan menunduk. Sampai di Mapolres ia disuruh berjalan jongkok, sempat menerima tendangan di pinggul dan di dalam gedung diminta tiarap.

"Kasatreskrim polres Banyumas melihat dan bilang ke anak buahnya agar memperlakukan kami lebih manusiawi," ujar Anjar.

Anjar kini masih dirawat di rumah sakit sejak Selasa (10/10). Ia butuh perawatan intensif karena dipukuli aparat bertubi-tubi mengalami luka di bagian dagu, memar di kepala dan sakit di perut. Atas kejadian tersebut, pihak keluarga menyerahkan kasus penyelesaian kepada Kepolisian.

"Kapolres Banyumas sudah minta maaf secara langsung rabu (11/10) malam kemarin. Kapolres berkomitmen untuk mengusut dan menindak oknum aparat yang melakukan tindak kekerasan," kata Djupri (60), ayah Anjar pada Kamis (12/10).

Djupri menjelaskan pihak Polres Banyumas menanggung biaya rumah sakit. Keluarga korban juga menerima santunan dari Kapolres Banyumas, AKBP Bambang Yudhantara Salamun. Saat ini keluarga hanya tertuju kepada kesembuhan Anjar. Pihak keluarga merasa cukup dengan permintaan maaf dan inisiatif pihak kepolisian tersebut.

"Kapolres sudah komitmen mau mengusut tuntas kasus ini. Saya serahkan kepada polisi dan tunggu hasilnya," kata Djupri. [cob]

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search