Minggu, 29 Oktober 2017

'Novum', Film Pencatat Kisah Mantan Terpidana Mati Bawah Umur

Jakarta, CNN Indonesia -- Lima tahun silam, Kolimarinus Zega, Jimmi Trio Girsang dan Rugun Br. Halolo dibunuh oleh sekelompok orang  di Nias. Kasus ini membuat anak di bawah umur yang saat itu masih16 tahun, Yusman Telaumbanua, dan kakak iparnya, Rusula Hia, ditetapkan jadi tersangka dan divonis hukuman mati pada 2012 lalu oleh Pengadilan Negeri Gunungsitoli.

Namun, pada Januari 2017, Mahkamah Agung menolak vonis mati tersebut. Hukumannya berganti dari vonis mati menjadi lima tahun penjara. Yusman pun bebas penjara pada 17 Agustus 2017 lalu. 

Kini, Yusman yang lebih sering dipanggil Ucok telah kembali menghirup udara segar setelah menghadapi berbagai kesulitan untuk membuktikan dirinya tak bersalah. Perjalanan kasus Ucok ini pun kemudian dicatat dalam sebuah film dokumenter berjudul "Novum".

Film berdurasi sekitar 21 menit itu dibuka dengan pemberitaan-pemberitaan media massa mengenai kasus Ucok. Seperti diketahui, pembunuhan tiga korban terjadi pada 24 April 2012.

Dalam film tersebut, Ucok menjelaskan bahwa dirinya dan kakaknya bukanlah pembunuh sebenarnya, melainkan hanya saksi kejadian. Sayangnya, dia bercerita, empat pembunuh asli telah melarikan diri ketika dirinya dan sang kakak ditangkap polisi.

Novum yang diproduksi oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) ini juga menyoroti kesaksian Ucok yang sempat dipukuli dan diminta berbohong soal usianya oleh penyidik. Dia diminta mengaku usianya sudah 19 tahun sehingga bisa diadilli dan dituntut hukuman mati.

Ucok bercerita bahwa dirinya kala itu buta huruf dan tak bisa berbahasa Indonesia. Film ini juga menunjukkan kesaksian tetangga dan tetangga Ucok di tempat tinggalnya yang sederhana di Nias.

Karena tak berpendidikan tinggi dan tak bisa membaca, Ucok bahkan tak dibela oleh pengacaranya sendiri di Pengadilan Negeri Gunungsitoli, Nias.

Ucok harus rela dipindah dari satu penjara ke penjara lainnya sejak saat itu. Dia bahkan sempat ditempatkan di satu kompleks penjara dengan mantan Ketua Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK), Antasari Azhari di Lapas Tangerang.

Ucok sendiri ikut hadir dalam pemutaran pertama Novum di Taman Ismail Marzuki, Minggu (29/10). dia menuturkan bahwa film dokumenter ini telah membakar semangatnya untuk melanjutkan hidup dan bersekolah.

"Sedih ketika saya melihat adegan film yang pertama-tama. Tetapi kemudian, saya merasa semangat begitu melihat ada orangtua saya di dalam film," kata Ucok usai pemutaran film usai.

Sementara itu, Nisrima Nadhifah, Staff Biro Kampanye dan Jaringan KontraS sekaligus Produser "Novum" mengatakan bahwa tujuan dibuatnya film ini bukanlah untuk mendebatkan pro kontra hukuman mati di Indonesia. Namun, KontraS ingin film ini digunakan sebagai media untuk menunjukkan pada banyak orang bahwa ada kasus hukum janggal yang mempertaruhkan nyawa pemuda Indonesia. 

"Tujuan kita ke depan adalah fokus bagaimana menjadikan kasus Yusman menjadi bentuk pembelajaran bagi banyak orang soal adanya hal-hal janggal dalam proses penegakan hukum kita, terutama ketika seseorang dijatuhi hukuman mati," kata wanita yang disapa Ninis ini saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.

"Jadi lewat film Novum, semua orang, tak hanya penegak hukum atau akademisi,  bisa berkaca bukan tentang Anda setuju atau enggak dengan hukuman mati, tapi persoalannya adalah penegakan hukum itu adalah sesuatu yang  kompleks, dan ketika ada hal yang tidak sempurna di dalamnya, apakah layak kita tetap menjadikan nyawa seseorang menjadi tumbalnya dalam hukuman mati?"

Novum merupakan film arahan sutradara muda Suharditia Trisna yang saat ini masih menuntut ilmu di Institut Kesenian Jakarta di semester lima. Film ini dibuat mulai September hingga Oktober 2017 di Nias, Sumatera Utara. (chs)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search