Ia meninggal pada usia 26 tahun. Meskipun demikian, karyanya tetap abadi hingga saat ini. Hal itu dapat dibuktikan dari banyaknya penulis yang mencoba mengulik tiap-tiap bait dalam sajaknya dan kemudian menginterpretasikannya kembali dalam bentuk buku.
Namun sayangnya, belum ada penulis yang mencoba mengangkat bagaimana kisah hidup sang 'Binatang Jalang' tersebut.
Hal itulah yang kemudian membuat sosok Sergius Sutanto tertarik untuk membuat kisah hidup Chairil, dari masa kecil hingga kematiannya, menjadi sebuah buku berbentuk novel fiksi.
"Memang sudah banyak buku lain tentang Chairil, tapi kita enggak menemukan masa kecil Chairil, kebadungan Chairil kayak apa. Kita lihat Chairil adalah sosok yang membingungkan, tapi dia pasti punya background. Chairil ini bukan orang yang religius, tapi dia melihat kemanusiaan menjadi Tuhan dengan versinya dia sendiri," sambungnya.
Dalam buku ini, pembaca tak akan banyak menemukan puisi-puisi humanis namun romantis khas milik Chairil, karena memang Sergius tidak memfokuskan bukunya ke arah sana.
Sebelumnya, memang telah ada seorang penulis yang membuat sebuah buku biografi tentang Chairil, yang mengulas kisah di balik puisi-puisi serta renjana hatinya. Dia adalah Hasan Aspahani, dengan bukunya yang berjudul 'Chairil: Sebuah Biografi'.
"Saya suka riset. Saya mau penelitian kecil-kecilan. Apa sih yang membuat Chairil menyebut dirinya itu binatang jalang. Dan akhirnya saya temukan. Chairil itu punya satu dendam masa lalu pada orang yang dicintainya. Makanya dia harus merasa jadi binatang jalang dari kumpulannya yang terbuang," jelas Sergius.
"Kalau bicara puisi (dalam buku) ini aku tuh tidak layak, ya. Di sini tidak ada puisi, karena di sini riset, ingin menguak kisah hidup seseorang. Saya ingin menulis berdasarkan apa yang saya mau. Aku mau ambil angle pemberontakan batin. Kalau ada puisi dalam buku ini, ya, cuma sekadar penggambaran karakter saja, kalau dia (Chairil) itu adalah penyair," lanjut penulis buku 'Hatta' tersebut.
Sergius mengaku, ia membutuhkan waktu sekitar satu tahun untuk dapat menyelesaikan bukunya yang k-3 ini. Kurangnya informasi pustaka dan narasumber mengenai kehidupan masa kecil Chairil cukup menyulitkannya dalam melakukan pengembangan cerita.
Beberapa sumber yang dijadikan referensi Sergius untuk menulis adalah buku 'Aku' milik Sjuman Djaya, buku skripsi milik Arief Budiman berjudul 'Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan', dan tentunya ia menimbun informasi dari anak perempuan Chairil, yakni Eva.
"Saya riset sampai penulisan itu sekitar setahun. Lebih riset pustaka, beda sama waktu nulis 'Hatta' dan 'Mangun'. Kalau Chairil lebih fokus nanya ke bu Eva saja. Saya juga merasa buku Pak Sjuman Djaya itu sangat mewakilkan ya, sebuah interview itu dibuat dengan wawancara narasumber yang masih hidup," kata dia.
Sebelum memutuskan untuk memilih judul 'Ini Kali Tak Ada Yang Mencari Cinta', Sergius mengaku sempat berdebat dengan Eva, karena sebenarnya ia memiliki ide lain untuk dijadikan judul buku ketiganya ini.
"Tadinya mau diberi judul 'Mampus Kau Dikoyak-koyak Sepi', salah satu sajak Chairil. Tapi 'kan, menulis buku biografi harus ada toleransi. Ada masanya ketika seorang penulis egonya harus berhenti di satu titik. Kalau nulis buku biografi, masih ada hak dari ahli waris yang harus kita dengarkan," ujar Sergius.
"Iya, waktu itu Mas Sergius ngontak saya via telepon. 'Mbak Eva, kita ambil judul 'Mampus Kau Dikoyak-koyak Sepi. Saya bilang, 'Aduh, bombastis, ya. Enggak ada yang lain?'. Terus kemudian ngobrol-ngobrol ada masukan lagi, akhirnya terpilih 'Ini Kali Tak Ada Yang Mencari Cinta," timpal Eva, pada kesempatan yang sama.
Jika tak ingin menghadirkan puisi-puisi Chairil dalam buku tersebut, lantas apa yang ingin disampaikan oleh Sergius dalam bukunya, untuk para pembaca?
"Buku ini saya persembahkan untuk mereka yang berani hidup. Saya enggak ingin memuji banyak Chairil dalam buku ini. Tapi, satu yang saya tahu soal dia, dia adalah orang yang berani untuk hidup," ucapnya.
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar