Senin, 04 Desember 2017

Awal Kisah Kehadiran Sumpit yang Menjadi Ikon Kuliner Makanan Asia

Bagi para penggemar kuliner mi, masakan Tiongkok, Jepang dan Korea, pasti sudah akrab dengan piranti makan yang disebut sumpit. Ia tersedia dalam beberapa variasi. Ada sumpit bambu atau sekali pakai, sumpit kayu, plastik hingga yang berbahan logam.

Menurut Tsung Dao Lee, peraih hadiah Nobel bidang fisika tahun 1957, sumpit adalah perpanjangan jari-jari tangan manusia. Dua batang sumpit tersebut, cocok digunakan sebagai daya ungkit.

Bagaimana kisah awal kehadiran sumpit?

Berasal dari Tiongkok

Sumpit awalnya berasal dari Tiongkok. Ia diduga sudah ada sejak zaman Neolitik -- sekitar 5000 tahun sebelum masehi. Pendapat tersebut bermula dari penemuan dua ribu jenis benda arkeologi. Empat puluh dua jenis diantaranya, berbentuk batang berukuran panjang 9,2 – 18,5 sentimeter, dengan diameter 0,3-0,9 sentimeter.

Benda yang diduga sumpit tersebut terbuat dari tulang binatang dan ditemukan di sebuah situs arkeologi Longqiuzhang, daerah Gaoyu, Provinsi Jiangsu, pada kegiatan ekskavasi yang dilakukan selama 1993-1995.

(Baca juga: Ide Teknologi Ruang Angkasa, dari Bolpoin sampai Sumpit)

Sebelumnya, pada tahun 1930, para arkeolog Tiongkok menemukan enam batang sumpit perunggu dan sendok pada situs Anyang (Ibu Kota Dinasti Shang 1600-1046 SM), di Provinsi Henan. Sumpit serupa juga ditemukan di beberapa daerah yaitu Hubei, Anhui, dan Yunan.

Sementara itu, menurut legenda, sumpit kayu pertama kali dibuat oleh Da Yu pendiri Dinasti Xia (2011-1600 SM). Saat itu, ia sedang bersiap menghadapi banjir besar. Menjelang makan, Da Yu mematahkan ranting dan menjadikannya sebagai alat makan.

Kisah lain berasal dari masa Raja Zhou (1105-1046), raja terakhir Dinasti Shang. Ia menggunakan sumpit gading untuk menyantap makanannya. Dalam catatan Han Feizi (281-233 SM), dikatakan bahwa Raja Zhou menggunakan sumpit gading untuk menggambarkan gaya hidup mewah ia dan keluarganya.

Piranti makan yang penting

Pada masa Dinasti Han (206-220 SM), keberadaan sumpit menjadi sangat penting. Hal ini dipicu oleh munculnya banyak makanan berbahan dasar tepung, seperti mi, dimsum, dan kue dadar. 

Sumpit dalam bahasa Cina klasik tercatat dengan sebutan zhu, yang terdiri dari 'radikal' bambu dan karakter yang bermakna membantu. Ini menunjukkan bahwa sumpit erat kaitannya dengan bahan bambu.

Dalam Kitab Klasik Liji yang dikompilasi oleh Konfusius (551-479 SM), disebutkan bahwa sumpit digunakan sebagai perangkat 'pembantu' untuk mengambil makanan. Ketika memasak sayur (cai) maka sumpit digunakan. Namun, sumpit tidak dipakai untuk mengambil masakan dari biji-bijian atau nasi (fan).

(Baca juga: Membidik dengan Sumpit Dayak di Erau 2013)

Menurut Ota Masako, peneliti sumpit di Jepang, setidaknya, pada masa perang (akhir Dinasti Zhou) tahun 475-221 SM, sumpit sudah digunakan secara luas di Cina. Sumpit pun belakangan lebih sering disebut kuaizi.

Menyebar ke seluruh Asia

Penggunaan sumpit menyebar luas di daratan Cina sejak masa Dinasti Song abad 14. Ia digunakan dalam berbagai kesempatan jamuan dan makan sehari-hari. Bahkan, sudah menjadi bagian penting dalam budaya tradisi komunal makan meja bundar.

Pada abad ke-7, sumpit mulai digunakan penduduk Jepang. Tak lama setelah itu, diikuti masyarakat Korea.

Dalam kebudayaan Cina, sumpit tak hanya digunakan sebagai alat makan semata. Ia memiliki simbol budaya. Sumpit digunakan sebagai hadiah pernikahan, tanda cinta pasangan, dan harapan bahagia bagi pengantin.

Sumpit pun menjadi simbol kesejahteraan. Apalagi ketika ia dibuat dari emas, perak, gading, giok, eboni dan kayu langka lainnya.

Rupanya, sumpit memiliki kisah yang cukup panjang. Saat ini, perangkat makan asal Tiongkok ini telah menyebar ke seluruh dunia. Bersamaan dengan menjamurnya restoran Tiongkok, Jepang dan Korea.

Ya, sumpit telah menjadi ikon kuliner global makanan asia.

(Agni Malagina, Sinolog FIB UI)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search