Kamis, 14 Desember 2017

Kisah Ceramah AM Fatwa yang Mengantarnya ke Penjara

TEMPO.CO, Jakarta - Selesai sembahyang Ied, sekitar dua ribuan jamaah yang memadati lapangan parkir Pacuan Kuda Pulomas Jakarta mendengarkan khotbah selama satu setengah jam. Menyimpang dari kebiasaan, terdengar pula tepuk-tangan ramai.

Rupanya, acara tradisional itu telah merupakan pengganti rapat umum yang sudah lama hilang. Dan Haji A.M. Fatwa, 40 tahun, memang mengkhotbahkan sesuatu yang berapi-api.

Berperawakan kecil, cara berpidatonya lantang, cukup menarik. Tapi pagi-pagi, isterinya sudah merasa khotbah suaminya terlalu keras. "Wah, bakal diambil kau nanti," kata Ny. Nurdjanah Fatwa, 34 tahun.

Baca juga: AM Fatwa Meninggal karena Sakit Lever Stadium 4

Suaminya yang murah senyum itu hanya menjawab: "Ah." Firasat sang isteri rupanya jadi kenyataan. Minggu 26 Agustus 1976, seorang petugas Laksusda Jaya bertamu ke rumahnya di Kramat Pulo Gundul, Tanah Tinggi, minta teks khotbah yang berjudul Para Pemimpin Sadar dan Istighfarlah. Merasa hatinya tak enak, Fatwa segera membenahi pakaiannya.

Maklum, sembilan bulan lalu ia juga pernah ditahan. Ketika itu ia sebagai Ketua Panitia peringatan 1 Muharam di Istora Senayan. Dua hari kemudian, Selasa, ada telepon berkali-kali dari Laksusda Jaya, minta agar Fatwa ke Lapangan Banteng Barat 34.

Rupanya Fatwa bingung juga, lalu menelepon beberapa orang minta pertimbangan. Akhirnya Fatwa minta surat panggilan tertulis secara resmi. Menurut Letkol Anas Malik,- Kepala Penerangan Laksusda Jaya, mula-mula panggilan melalui telepon itu hanyalah bermaksud mengajak omong-omong saja. "Tapi karena ia minta formalitas, penyelesaiannya pun secara formil pula," cerita Anas Malik.

Esoknya, petugas pembawa surat panggilan pun datang. Kartu Lebaran Kepada isterinya, Fatwa berpesan agar menjaga anak-anak. Beranak empat orang, yang paling kecil berusia 1 tahun -- lahir ketika ayahnya dalam tahanan dan tumbuh besar pada saat ayahnya kembali ditahan. Dua jam setelah Fatwa berangkat, isterinya menerima kartu Lebaran dari Kol. Eddie M. Nalapraya, Asisten Intelijen Laksusda Jaya yang menanda-tangani surat panggilan. Kamis sore, rumah Fatwa digeledah.

Beberapa buku dan map diangkut. Tapi menurut Ny. Nurdjanah, "itu hanya buku-buku agama dan musik saja."Menginap sampai Jum'at 31 Agustus, kabarnya Fatwa yang juga Sekretaris I (nonaktif) Majelis Ulama DKI ini, diperiksa sampai dinihari. Tapi sampai akhir pekan lalu, KH Abdullah Syafi'ie, ketua umum MUI DKI, katanya belum jelas benar mengenai penahanan atas Fatwa itu. Bahkan ia juga belum sempat membaca seluruh teks khotbah tersebut. "Saya sibuk mengurusi pembangunan dan pendidikan dan sibuk menerima tamu," katanya kepada Widi Yarmanto dari TEMPO.

Baca juga: Pesan-pesan AM Fatwa Sebelum Meninggal

Fatwa pernah menjadi Ketua Lembaga Pembina MTQ DKI dan salah seorang pengurus KODI (Koordinator Da'wah Islamiyah) DKI. Ia juga pernah tercatat sebagai Kepala Sub Direktorat Pembinaan Masyarakat DKI dalam lingkungan Direktorat VII urusan Sosial Politik. Tapi kini hanyalah sebagai salah seorang staf saja. Banyak yang menganggap khotbah AM Fatwa "keras". Berbagai kebijaksanaan pemerintah dan keadaan saat ini dikecamnya.

Misalnya golongan kebatinan yang "dimenangkan secara tidak wajar dan dipaksakan," arah sekularisme yang dituju pemerintah. Juga keraguan akan berhasilnya berbagai penataran yang "menghabiskan puluhan miliar rupiah."

A.M Fatwa mengembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit MMC Jakarta pada usia 78 tahun, Kamis 14 Desember 2017. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan Fatwa adalah orang yang kritis terhadap keadaan Indonesia. Hal itu kata dia, bahkan masih dilakukan AM Fatwa saat masih di dalam penjara.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search