Minggu, 28 Januari 2018

Kisah Kerupuk dan Logat Sunda di Gunung Salju Jepang

Sahoro, CNN Indonesia -- Suasana pulang kampung saya rasakan saat merasakan liburan musim dingin di resor ClubMed Sahoro pada awal bulan lalu. Pasalnya, di sana ternyata banyak warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi pekerjanya.

Totalnya, ada sembilan WNI yang bekerja sebagai manajer bar, manajer butik, koreografer, koki, tim kreatif dan berbagai jenis servis lainnya.

Salah satunya ialah pria bernama Oman, seorang Gentil Organisateur (GO) yang bertugas sebagai koreografer ClubMed Sahoro. Pemandangan salju putih terasa kontras begitu mendengar logat Sunda-nya yang kental saat berbicara.

"Tak seperti bahasa Inggris, kalau ngomong bahasa Indonesia cuma kita-kita aja sesama WNI yang ngerti," kata Oman yang memanggil teman seperjalanan saya, Sylvia, sebagai Miss Bogor setelah dirinya mengetahui kalau ternyata mereka satu kampung halaman.

Rasa kebersamaan para pekerja Indonesia di sana semakin terasa saat waktu makan. Di sana, saya bertemu dengan Joni, pria yang bertugas memasak menu panggang mulai dari ayam panggang sampai steak.

"Sudah ambil sambal belum?" ujar Joni sambil tersenyum.

Joni bertanya hal demikian karena sambal memang menjadi hal yang sering ditanyakan tamu asal Indonesia yang datang.

Pada saat makan malam, beberapa pekerja Indonesia yang lain seperti Oman, Agung, Aji, Theodore, Adi, dan Nyoman bergabung bersama saya dan rombongan. Kami saling bertukar informasi sampai kabar terbaru di Indonesia.

Suasana pun menghangat ketika Oman mengeluarkan kerupuk dari bawah meja. Ternyata, kerupuk menjadi barang mewah karena sulit didapat di resor yang berada di Gunung Sahoro ini.

Mereka yang ingin menikmatinya harus turun gunung ke kota untuk membeli makanan Indonesia.

Para WNI yang bekerja di ClubMed rata-rata sudah bekerja belasan tahun. Adi, yang bertugas sebagai manajer bar, sudah sembilan tahun melayani tamu di resor mewah berkonsepi ini.

Sejak awal bekerja pada tahun 2009, ia telah berkelilig ke banyak cabang ClubMed, seperti di Phuket, Guilin, serta Cherating,

Posisi yang ditempatinya juga beragam, hingga kini ia menjadi manajer bar.

Adi merasa beruntung bisa berkarier di resor ini. Walau jauh dari kampung halamannya di Jakarta, ia bisa bertemu dengan banyak WNI yang juga sedang mengadu nasib.

Adi di sela tugasnya sebagai majaer bar. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)

"Setiap rindu kampung halaman, saya selalu mengingatkan diri kalau Jakarta itu macet dan sumpek. Di sini enggak, gunungnya juga sepi," ujar Adi sambil tertawa.

Kawannya yang berasal dari Bali, Nyoman, sependapat. Namun, ia mengaku sangat rindu kampung halaman di kala hari raya.

"Saya bawa kalender Bali ke sini. Duh, kalau hari raya rasanya kerja sudah enggak konsen," kata Nyoman yang terakhir kali pulang ke Pulau Dewata pada tahun 2011.

Nyoman mengaku membawa kalender Bali untuk mengobati rasa rindunya akan kampung halaman. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)

Di ClubMed, seluruh karyawannya diminta untuk bisa menghibur tamu dengan tampil di berbagai macam panggung, mulai dari menyanyi sampai menari.

Nyoman mengaku, awalnya ia sangat malu untuk melakukan hal tersebut. Ia juga merasa tidak percaya diri untuk selalu bertemu orang baru setiap hari.

"Sempat pernah nangis di kamar karena enggak yakin bisa bertahan kerja di perantauan. Tapi setelah saya pikir lagi, masa iya orang Indonesia ga bisa bertahan di negeri orang," ujar Nyoman.

"Tak terasa, tahun ini adalah tahun kesepuluh saya bekerja di sini," pungkasnya sambil tersenyum.

[Gambas:Video CNN]

(ard)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search