SEBAGAIMANA pegawai negeri sipil golongan menengah, gaji saya terbilang paspasan untuk hidup dengan tiga anak. Untung suami juga bergaji, sehingga untuk menutup beaya hidup masih bisa.
Saya tinggal di rumah sendiri. Terus terang saya tidak mampu untuk menggaji pembantu. Maka kalau saya dan suami bekerja ketiga anak itu saya titipkan ke rumah neneknya. Ngrepoti beliau mestinya, tetapi apa boleh buat. Untungnya kondisi fisik ibu masih bugar, gesit dan lincah.
Rumah orang tua saya berjarak sekitar satu kilometer jauhnya. Setelah pulang kerja, anak-anak saya ambil. Ketika itu hari Kamis, atau malam Jumat Kliwon. Karena ada kegiatan penting di kantor, saya pulang hingga jelang petang. Ketika anak-anak saya ambil, ibu mengingatkan saya agar berhati-hati. Katanya, tidak baik bepergian saat Maghrib dengan membawa anak-anak. Tapi karena anak lelakiku rewel minta pulang, saya mengabaikan
nasihat ibu.
Sewaktu hampir sampai rumah, tiba-tiba anakku berteriak-teriak keras. "Bu! Buuu! Takuuut! Takuut memedi!"
Anak saya terlihat sangat ketakutan. Karena saya tidak melihat, saya pun bertanya, "manaaa? Manaaa?" Anak saya menangis keras. Saya cepat-cepat membawanya pulang ke rumah. Tapi di rumah dia masih rewel.
Akhirnya saya dan suami memutuskan untuk memanggil kiai yang tinggal tak jauh dari rumah saya. Saya memohon pada beliau untuk menenangkan tangis anak saya.
Alhasil setelah diberi doa-doa, anak saya tidak rewel lagi. Seperti nasihat ibu, kiai itu juga mengingatkan saya untuk tidak bepergiaan saat Maghrib dengan membawa anak kecil. Pada saat seperti itu, katanya, biasannya lelembut sering keluyuran. "Bangun dari tidur dan sembunyinya pada siang hari," kata Pak Kiai.
Ketika saya menceritakan kejadian yang menimpa anak saya, serta menunjukkan tempat di mana kejadian itu berlangsung, kiai itu mengatakan bahwa di tempat itu memang sering muncul banaspati. Menurut beliau ada beberapa orang tua datang kepadanya untuk urusan yang sama.
"Bagimana bentuk banaspati itu, Kiai?" "Mulanya berbentuk api kecil, kemudian membesar dan terus membesar, akhirnya naik ke atas dan lenyap. Kadang bentuknya seperti manusia yang melayang."
Setelah kejadian itu saya tidak pernah bepergian bersama anak-anak di petang hari, kecuali oleh keperluan yang amat mendesak. (JB Santoso/Merapi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar