Sabtu, 27 Januari 2018

Kisah Sufi dan Pernak Pernik Absurditas

Pertarungan antara absurditas versus rasionalitas akan terus berlangsung.

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Ady Amar *)

Pada kisah-kisah Sufi, seringkali absurditas menemukan pijakannya. Absurditas itulah kekuatan dari kisah yang dibangun di zaman dimana rasionalitas menjadi pilihan utama.

Kisah-kisah Sufi seringkali menertawakan bahkan membodohi akal sehat; melawan rasionalitas dengan begitu angkuhnya. Cenderung berbeda dari komunitas yang ada, itulah sebenarnya kekuatan kisah-kisah itu dibangun. Dimana hegemoni akal sehat coba disingkirkan dan dikerdilkan, memaksa rasionalitas masuk ke alam absurditas yang dibangunnya.

Membaca kisah-kisah Sufi dengan "pernak pernik" absurditas, maka suka atau tidak, kita mesti memasuki alam absurditas itu dengan kesadaran. Karenanya, kita akan mampu menangkap hakikat-hakikat dalam kisah yang dibangunnya. Jika tidak, maka kisah-kisah Sufi cuma mampu sekadar kita baca dan berakhir dengan senyum simpul. Hakikat di balik absurditasnya tidak mampu kita urai guna mengambil ibrah di tengah kehidupan yang serba materi dan individualistik.

Semua kisah-kisah yang dihadirkan, meski sederhana, harusnya bisa diambil pelajaran meski tidak utuh. Mengambil intisari yang terkandung dalam kisah yang ada, meski tampak absurd, adalah upaya berdialog dengan ego kita yang cenderung merasa paling wah dalam segalanya. Bisa jadi itulah bentuk penghambaan pada rasionalitas yang coba diluruskan.

Pertarungan antara absurditas versus rasionalitas akan terus berlangsung, dan entah sampai kapan. Tapi mestinya satu hal kita sepakat, bahwa tidak semua absurditas itu buruk atau khayali, begitu pula tidak semua rasionalitas itu baik dan memenuhi akal sehat.

***

Ada kisah Sufi menarik, perdebatan ringan bentuk absurditas, namun memiliki kandungan makna yang begitu luar biasa ... Kisah "Si Bahlul dengan Harun ar-Rasyid". Bahlul digambarkan sebagai hamba Allah bodoh namun bijak, sedang Harun ar-Rasyid adalah Khalifah Abbasiyah yang masyhur.

Begini kisahnya. Suatu hari, Bahlul bertemu dengan Khalifah Harun ar-Rasyid. Tanya Khalifah, "Dari mana kamu, kok keadaanmu tampak awut-awutan?"

"Dari neraka," tukas Bahlul sekenanya. Khalifah kaget, dan kemudian bertanya lagi, "Apa yang kamu lakukan di sana?"

Bahlul menjawab, "Aku perlu api, lalu aku pergi ke neraka untuk meminta api dari mereka. Tapi, malaikat yang berjaga di sana berkata, 'Kami tak punya api di sini.' Tentu aku bertanya pada malaikat penjaga itu, 'Bagaimana mungkin, bukankah neraka adalah tempat api?' 'Kuberitahu kamu, ya,' sergah malaikat, 'Di sini sungguh tidak ada api. Setiap orang membawa apinya sendiri-sendiri ketika datang ke sini'."

Dalam keadaan terpana, Khalifah Harun ar-Rasyid bertanya lagi, "Katakan, Bahlul, apa yang harus kulakukan agar aku tak membawa api ke sana?"

Bahlul si bodoh tapi bijak berlari meninggalkan Khalifah, sambil berteriak, "Berbuat adil ... berbuat adil ... berbuat adil!"

***

Adalah Idries Shah, penulis Sufisme abad 20, menulis banyak buku. The Sufis adalah karya masterpiece-nya. Namun demikian, buku-buku tentang kisah-kisah sufi yang ditulisnya begitu beragam, diantaranya yang populer adalah Wisdom of the Idiots, Thinkers of the East, dan lainnya, yang juga mengisahkan kisah-kisah absurditas namun penuh hikmah.

Membaca kisah-kisah Sufi yang dihadirkannya, maka yang terlihat adalah absurditas menguasai rasionalitas, semisal bagaimana mungkin seseorang "dapat" berdialog dengan burung dan binatang lainnya. Dan kisah di atas, Si Bahlul dan Khalifah Harun ar-Rasyid, adalah satu contoh bahwa terkadang dialog dengan penguasa lebih efektif dengan memakai media yang tidak biasa. Bahlul adalah representasi yang tidak biasa itu.

Maka, jangan coba-coba tanyakan kebenaran tentang kisah di atas, karena mana mungkin Si Bahlul dapat berkunjung ke neraka. Dan juga, apakah memang pernah terjadi dialog itu. Tentu itu bukan hal yang patut diperdebatkan. Lagi-lagi, ini kisah absurditas, yang lebih mengutamakan substansi akan nilai-nilai kebajikan.

Di sinilah kekuatan kisah-kisah Sufi itu dihadirkan. Kisah yang melawan hegemoni rasionalitas di tengah kesuntukan budaya. Karenanya, kisah-kisah absurditas itu mampu mengobati hati yang gulana, dan dengannya kita pun mampu mengambil hikmah yang terkandung di dalamnya.

*Pemerhati Sosial dan Keagamaan

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search