Senin, 29 Januari 2018

Kisah Wanita Jepang Korban Pelecehan Seksual di Kereta Selama 6 Tahun

TOKYO, iNews.id - Kasus pelecehan seksual di kereta Jepang mengkhawatirkan. Umumnya para korban merupakan remaja atau siswi yang hendak berangkat atau pulang sekolah. Para pelaku atau bisa disebut chikan, beraksi saat kereta penuh.

Berbagai upaya dilakukan untuk menekan angka kejahatan seksual di kereta, mulai dari menyediakan gerbong khusus perempuan di jam sibuk, sampai membuat stiker yang bisa mempermalukan pelaku. Stiker itu bisa ditempelkan oleh korban ke tangan pelaku yang sedang beraksi. Jangan harap bisa menghilangkan bekasnya, karena bahan stiker itu dibuat menempel permanen atau dalam waktu lama untuk menimbulkan efek jera.

Menjadi korban pelecehan dialami seorang perempuan bernama Kumi Sasaki. Bahkan dia harus menghadapi ini
selama 6 tahun, yakni sejak berusia 12 sampai 18 tahun atau saat mengenyam pendidikan SMP dan SMA.

Untuk menggambarkan penderitaan menjadi korban pelampiasan nafsu bejat lelaki, perempuan yang kini bermukim di Paris, Prancis, itu membuat buku berjudul 'Tchikan' yang dirilis pada November 2017. Karena buku itulah Sasaki kini menjadi populer, tak hanya di Prancis tapi juga di Jepang.

Dia mengungkapkan pengalaman dan rasa traumanya, hampir setiap hari menjadi korban pelecehan di kereta di Tokyo saat berangkat dan pulang sekolah.

Sasaki mengungkapkan, pertama kali menjadi korban chikan di kereta JR Yamanote Line semasa SMP. Dia merasakan ada tangan penumpang lain yang meraba tubuhnya. Awalnya dia mengira tangan yang menyentuh tubuhnya itu merupakan efek dari guncangan kereta. Namun ternyata aktivitas itu tak berhenti meski kereta berjalan normal.

"Jari-jari dari tangan asing masuk ke kerah blus saya. Lalu dia menyentuh punggung," kata Sasaki, di bukunya, sebagaimana dikutip kembali oleh Japan Today.

Cerita berlanjut sampai tangan pria itu menyingkap rok dan menyentuh bagian tubuh lainnya.

Sasaki mengungkapkan, saat itu dia masih sangat muda dan tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Hal yang jelas peristiwa itu membuatnya syok. Pelakunya beragam, dari yang masih remaja sampai berusia sekitar 70 tahunan. Bahkan dia pernah diikuti oleh seorang pria berusia 50 tahun yang sudah berkeluarga, sampai ke rumah. Pelaku mengatakan ingin memiliki anak dari Sasaki.

Akibat semua yang dialaminya itu, Sasaki mengaku pernah berniat bunuh diri. Namun teman-teman membantunya dan memberikan dukungan agar keluar dari tekanan permasalahan ini.

Meski sudah tinggal di Paris, perempuan yang kini berusia 30 tahun itu tetap tak bisa lepas dari bayangan kelam masa lalunya. Dia trauma dengan pria asing dan naik kereta.

Sasaki menulis 'Tchikan' untuk menunjukkan kepada dunia bahwa chikan lebih berbahaya dari yang disadari banyak orang. Menurut dia, mungkin kebanyakan orang Jepang menganggap chikan sebagai hal kecil, bukan masalah besar. Selain itu, banyak orang yang salah menggambarkan para korban, seperti perempuan seperti apa saja yang mengundang perhatian chikan dan mana yang tidak.

Alasan mengenai mengapa ada chikan di Jepang sangat banyak. Tak mudah untuk menghilangkan permasalahan pelik ini karena harus mengubah kultur. Tapi, hadirnya 'Tchikan' merupakan langkah awal yang berani dari Sasaki untuk memerangi pelecehan seksual di kereta.

Sayangnya, buku ini baru tersedia di Prancis.

Editor : Anton Suhartono

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search