NUN, tahun 1968-1980-an ada sebuah usaha mulia yang mengawali pembangunan Al Furqan Lhok Awe, Kota Juang, Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh.
Ratusan warga dari empat desa setempat bersuka rela menyumbangkan satu atau dua pohon kelapa di kebunnya, untuk kemudian tiga bulan sekali dipanen oleh panitia pembangunan masjid. Rupiah demi rupiah dari hasil buah kelapa itulah dijadikan modal permulaan bagi pendirian fisik masjid. Sejak kesepakatan pertama hingga tahun-tahun selanjutnya, kala itu, nyatanya penyumbang makin bertambah. Tak lain ramai-ramai karena terdorong hasrat mencari ridha-Nya.
Keterangan dari Ketua Panitia Pembangunan Masjid, dr Amir Addani MKes, saat ini sumbangan dari pohon kelapa memang masih ada, namun semakin sedikit, dan berganti kepada sumbangan bantuan material lainnya, tanah wakaf di puluhan tempat yang sudah memiliki hak sebagai tanah hibah bersertifikat.
Hasil tanah wakaf tersebut berupa sawah atau kebun kelapa dikutip enam bulan sekali, dengan angka rupiahnya mencapai belasan juta. Dana dari hasil tanah wakaf, sumbangan warga, dermawan, dan dari celengan masjid digunakan untuk pembangunan rehabilitasi masjid dan operasional masjid. Saat ini, setiap minggu juga ada pemasukan dari celengan masjid berkisar Rp1 juta lebih, sumbangan hamba Allah sekitar Rp4 juta, parkir kerjasama dengan RS Avicena Rp2 juta/minggu, dan masukan lainnya rata-rata Rp9 juta/minggu. Selain itu bantuan semen sudah sudah DO-nya sekitar 500 zak. Seluruh biaya bantuan yang masuk digunakan untuk kelanjutan pembangunan masjid dan biaya operasional masjid.
Semangat gotong royong dan keikhlasan itu kini bisa kita simak hasilnya. Masjid Al Furqan Lhok Awe sekarang makin kokoh dan cantik.
Lantai masjid dari granit warna putih, melahirkan warna terang, bersih, dan memancar kesejukan. Tiang-tiangnya berbalut warna kuning emas dari bawah ke atas.
Tempat-tempat yang sedang dipercantik lainnya adalah bagian atas, tempat wudhuk di bagian belakang masjid, empat menara tinggi di empat sisi mesjid, dan seluruh pojok-pojok direhab besar-besaran, termasuk areal parkir. Pelengkap lain kantor sekretariat dan multimedia, barisan pohon mangga yang sudah sebagian mulai berbuah.
Cerita lain
Drs Tgk H Adam Ibrahim (80) mantan camat sejumlah kecamatan dan pernah menjadi pembantu bupati wilayah Bireuen, dan salah seorang panitia pembangunan masjid kepada Serambi Mihrab mengatakan, sekitar tahun 1960-an terjadi gempa besar, salah satu mesjid yang ada di seputaran Bireuen yaitu di Geudong-geudong rusak parah.
Setelah kejadian tersebut, masyarakat Bireuen sepakat membangun masjid lain, akhirnya diputuskan membangun tiga mesjid oleh masyarakat masing-masing yaitu masjid Geulanggang Tengoh, Mesjid Buket Teukueh dan Masjid Al Furqan Lhok Awe, Kota Juang Bireuen.
Imam syik pertama masjid tersebut adalah almarhum Tgk Ismail Sabi (Pulo Kiton), kemudian dilanjutkan almarhum Tgk H Idris Yusuf (Lhok Awe Baroh), dan imum syik saat ini, Tgk H Rizal dari Pulo Kiton. Masjid yang berada di pinggir jalan ke Ujong Blang, Kecamatan Kuala atau berjarak sekitar 500 meter dari pendopo Bupati Bireuen memiliki areal 5.000 meter lebih dengan luas bangunan mencapai 2.000 meter lebih.
Camat Adam (panggilan Tgk Adam Ibrahim) menambahkan, masjid tersebut dulunya mencakup empat desa, sekarang sudah lima desa yaitu desa Gampong Baro pemekaran dari Desa Pulo Kiton.
Hamba Allah
Tahukah Anda? Rekening listrik Masjid Al Furqan Lhok Awe, sudah bertahun-tahun dibayar seorang hamba Allah. Tak diketahui inedntitasnya hingga kini. Sudah barang tentu seluruh panitia pembangunan Al Furqan Lhok Awe, pun masyarakat, berterima kasih kepada sosok penderma misterius tersebut.(yusmandin idris)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar