
Rachmat Saleh dikenal sebagai pejabat yang jujur dan kerap memberikan kemudahan bisnis bagi para pengusaha muda. Dia juga suka membantu pengusaha pribumi.
Sejak kecil Rachmat Saleh justru diasuh oleh paman dan bibinya, Mohammad Saleh dan Moeirah. Sehingga Rachmat Saleh lebih dikenal sebagai anak tunggal dari pasangan tersebut.
Kehidupan Rachmat Saleh selalu berpindah-pindah, mulai dari Surabaya hingga Sampang. Karena pamannya harus bekerja berpindah-pindah.
Ketika SD ia pernah bersekolah di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) yang kala itu dikhususkan untuk orang terpandang. Setelah itu, ketika SMP ia berpindah-pindah.
Saat SMA ia mengenyam pendidikan di Jember, tepatnya di Sekolah Menengah Tinggi (SMT). Namun baru duduk di kwartal terakhir kelas dua, sekolah tersebut terpaksa ditutup.
Tak berhenti keinginan untuk belajar, ia melanjutkan mondok di pesantren. Tak berlangsung lama, dia kemudian pindah ke Malang untuk melanjutkan pendidikannya
Di sana ia bersahabat dengan Widjojo Nitisastro, Rudini, dan Suhadi. Lantas persahabatan tersebut berlangsung hingga ia berkuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), Salemba, Jakarta Pusat.
Menuntut ilmu di UI, Rachmat Saleh diajar oleh Menteri Perdagangan dan Perindustrian Sumitro Djojohadikusumo yang kemudian menjadi orang yang berjasa dalam kehidupan dan karier Rachmat Saleh. Di sana, pria yang akrab disapa Pak Tjum terkenal sering membantu mahasiswanya yang dinilai cerdas untuk mendapatkan beasiswa sebagai dosen.
Meski begitu Rachmat tidak mendapatkan beasiswa menjadi dosen. Rachmat diberikan peluang untuk bekerja di Bank Indonesia.
Singkat cerita, Pak Tjum secara pribadi langsung menitipkannya kepada Gubernur BI kala itu Sjafruddin Prawiranegara. Bagi pak Tjum, Rachmat Saleh memiliki potensi besar untuk perkembangan BI dan memahami betul soal-soal monoter.
Rachmat Saleh pun masuk bekerja di BI pada 9 Februari 1956 sebagai calon pegawai dalam masa percobaan. Belum setengah hari menjalani pekerjaannya, Rachmat Saleh sudah dipanggil untuk menghadap langsung ke Pak Sjaf.
Rasa tegang dan berkecamuk sempat muncul di benaknya. Namun semua pikiran dan perasaan tersebut sirna setelah ia bertemu dan berbincang dengan Pak Sjaf. Sebab saat itu, Pak Sjaf hanya ingin mendengar pendapat Rachmat Saleh terkait kurs rupiah.
Pak Sjaf meminta Rachmat Saleh untuk memilih pendapat soal kurs rupiah menurut pandangan Pak Sjaf atau Pak Tjum. Pasalnya, kala itu kurs resmi BI adalah Rp 10/dolar AS, sedangkan di pasar gelar Rp 200/dolar, sehingga dolar menjadi ajang spekulasi pedagang sampai politisi.
Terkait hal itu, Pak Sjaf menilai lebih baik dolar didevaluasi menjadi kurs yang baru seperti harga di pasar. Sebaliknya, Pak Tjum menilai untuk membiarkan kurs seperti itu tapi meminta kepada setiap pembeli dolar untuk menyimpan rupiah di rekening cadangan pemerintah sebanyak selisih harga.
Dimintai tanggapan dari pertanyaan seperti itu, Rachmat Saleh pun menjawab sesuai penilaiannya. Menurutnya harga-harga di lapangan bisa terdorong untuk turun bila uang yang beredar berkurang dengan menyimpan sebagai jaminan alokasi devisa. Artinya secara tidak langsung ia lebih setuju dengan pendapat Pak Tjum.
Mendengar jawaban dari Rachmat Saleh, Pak Sjaf pun mengangguk-angguk seakan mempertimbangkan jawaban pria asal Madura itu. Pertemuan dengan orang nomor satu di BI tersebut pun selesai tapi hati itu ia masih digilir untuk para diwawancarai para direktur lainnya.
"Ya, sudah selesai interview kamu dengan saya. Silakan ke direktur-direktur yang lain yang akan wawancara kamu," kata Pak Sjaf kala itu seperti dikutip dari buku Legacy Sang Legenda Kejujuran Rachmat Saleh yang ditulis oleh Syafrizal Dahlan Dkk.
Senior Rachmat Saleh di BI Marathon Wirija Mihardja pun mengakui hal tersebut. "Memang cepat sekali loncatan karier Pak Rachmat Saleh di BI. Saya tidak memasalahkan karena sudah ada rezekinya masing-masing," ungkapnya.
Karier Rachmat Saleh melesat cepat, hingga akhirnya setelah 17 tahun mengabdi pada 4 Mei 1973 ia dilantik oleh Presiden Soeharto sebagai Gubernur BI.
Selama jadi Gubernur BI, banyak kebijakan yang dilakukan oleh Rachmat Saleh. Misalnya adalah memberi kredit untuk pengusaha muda dan pengusaha pribumi. Pengusaha nasional yang kini jadi taipan properti, Ciputra pun pernah mendapatkan kredit dari Rachmat Saleh.
Banyak hal menarik soal Rachmat Saleh, termasuk saat dirinya drop out dari salah satu universitas paling favorit di dunia, Harvard University karena ada tugas yang harus diembannya. Kemudian saat dia menjadi Menteri Perdagangan dan memberi peluang ke semua pegawai untuk menjadi atase perdaganga di negara lain.
Mau tahu lebih dalam soal Rachmat Saleh, si Gubernur BI Jujur dari Madura? Pantau terus detikFinance.
(zlf/zlf)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar