Selasa, 05 Juni 2018

Kisah Tragis Bocah Afrika Selatan yang Tenggelam di Lubang WC Sekolah

Kini, empat tahun berlalu, James Komape menuntut keadilan bagi putranya yang telah lama tiada.

Dengan bantuan kantor pengacara hak manusia Section27, ia mengajukan banding atas putusan pengadilan tingkat pertama yang menolak klaimnya.

Gugatan yang diajukan Komape diarahkan ke Departemen Pendidikan Provinsi Limpopo yang diduga lalai.

"Kasus Komape sangat tragis, namun itu adalah gambaran umum dari fasilitas sekolah yang mengerikan di negara ini," kata Zukiswa Pikoli dari Section27 kepada BBC.

"Kami sangat terkejut ketika mendengar tentang tragedi itu. Tak mungkin kami tak membantu mereka."

Pikoli menambahkan, pihaknya berniat akan membawa kasus tersebut ke Mahkamah Konstitusi, lembaga peradilan tertinggi di Afrika Selatan.

Michael Komape bukan satu-satunya bocah yang tewas di kakus sekolah.

Awal tahun ini, di Eastern Cape, seorang bocah berusia 5 tahun tenggelam di jamban sekolahnya.

Awalnya, Lumka Mkhethwa, nama korban, dilaporkan menghilang tanpa jejak di Luna Primary School pada Maret 2018.

Upaya pencarian telah dilakukan sepanjang malam. Namun ia tak kunjung ditemukan.

Hari berikutnya, polisi turun tangan, mencari ke sekolah di mana sosoknya terakhir dilaporkan berada.

Anjing pelacak yang dikerahkan menemukan temuan mengerikan. Tubuh korban yang mungil ternyata berada di dasar lubang WC yang gelap dan dipenuhi kotoran.

Setelah kematiannya yang tragis, Presiden Afrika Selatan yang baru, Cyril Ramaphosa memerintahkan penghapusan toilet jenis pit lantrine di seluruh negeri harus dilakukan sebelum akhir 2018.

Program tersebut membutuhkan dana 11 miliar rand atau sekitar US$ 876 juta. "Kami harus mengatasi dampak dari bertahun-tahun pengabaian. Namun, perubahan harus dilakukan, meski perlahan," kata Elijah Mhlanga, seorang pejabat di kementerian pendidikan dasar. 

Sementara itu di Sekolah Dasar Sebushi, yang sederhana, tapi bersih dan terawat dengan baik. Di belakang kebun sayur ada sederetan lubang jamban. Program pembangunan toilet layak belum menjangkau sekolah itu. 

Untuk mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan, para guru bergiliran memantau para murid yang menggunakan jamban tersebut. 

"Setiap pagi mulai pukul 06.00, seorang guru melakukan patroli toilet, mengawasi siapa yang keluar-masuk," kata Joseph Mashishi, kepala sekolah SD negeri itu. 

Ia menambahkan, pihaknya tak mau apa yang terjadi pada keluarga Komape terjadi di sekolahnya. "Tak ada anak yang semestinya tewas di tumpukan kotoran manusia. Sungguh tak manusiawi," kata dia. 

Warga di sekitar rumah Michael Komape juga bertindak. Mereka menuntut, berjuang agar toilet baru yang lebih layak dibangun di semua sekolah di wilayahnya, sebagai penghormatan pada seorang bocah cilik yang nyawanya terenggut dengan tragis di usia dini.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search