Sabtu, 14 Juli 2018

Isu Pengungsi di Balik Kisah '12 Remaja Thailand'

Jakarta, CNN Indonesia -- Di antara bukit-bukit di perbatasan Thailand dan Myanmar, lokasi 12 remaja dan pelatih mereka terperangkap di dalam gua, ribuan orang tanpa kewarganegaraan hidup dalam keterbatasan.

Media internasional menyoroti proses penyelamatan anak-anak yang tergabung dalam tim sepakbola Wild Boars itu hingga mereka keluar dari gua Selasa lalu. Kamis pekan depan, mereka dijadwalkan keluar dari rumah sakit setelah mendapat perawatan.

Namun sorotan ini juga menguak sisi lain dari kehidupan para pengungsi di Thailand. Empat dari anak-anak itu tak punya kewarganegaraan. Dua di antara mereka, sedang ada dalam tahap akhir mendapat kewarganegaraan.

"Saya merasa sangat senang kisah gua Wild Boars jadi menyoroti isu ini," kata Tuanjai Deetes, Komisioner Komisi Hak Asasi Nasional Thailand. "Kita harus menekankan isu ini secara domestik dan internasional. Masih banyak orang-orang tanpa kewarganegaraan di sana."

Menurut angka resmi, sebanyak 486.440 orang teregistrasi tanpa warga negara, 142.269 di antaranya--seperti tiga anggota Wild Boars, berumur di bawah 18 tahun. Jumlahnya diperkirakan lebih banyak dari angka resmi tersebut.

Di bukit-bukit terpencil itu, beberapa generasi penduduk sudah tinggal. Mereka biasanya berasal selatan China dan Myanmar serta Laos--yang berbatasan langsung dengan wilayah utara Thailand.

Perbatasan di Provinsi Chiang Rai itu, sudah lama menjadi titik masuk imigran ilegal, perdagangan manusia dan obat-obatan, biasanya berasal dari daerah "Segitiga Emas", wilayah yang merupakan Thailand, Myanmar dan Laos.

Kondisi ekonomi yang lebih baik di Thailand merupakan magnet bagi warga di sekitar perbatasan untuk masuk ke Negara Gajah Putih.

Di Thailand, mereka mendapat pendidikan dan layahan kesehatan dasar, namun juga memiliki larangan perjalanan, tak punya akses layanan finansial dan tidak bisa menikah atau membeli properti.

Isu Pengungsi di Balik Insiden '12 Remaja Thailand'Imigran Myanmar yang masuk lewat Sungai Moei, Mae Sot, Thailand. (AFP/Ye Aung THU)

"Meski sudah ada beberapa kemajuan, orang-orang tanpa kewarganegaraan di Thailand terus menghadapi tantangan untuk mendapat hak-hak dasar," kata Hannak Mcdonald dari badan pengungsi PBB, UNHCR.

Somsak Kanakham, kepala kantor wilayah Mae Sai, lokasi gua di mana ke-12 remaja itu terperangkap, mengatakan bahwa ia akan mengikuti hukum Thailand.

"Saya mengerti mengapa kelompok hak asasi ingin kami menyelesaikan isu ini," kata dia. "Tapi ini terkait masalah keamanan nasional."

Eksploitasi pejabat Thailand

Di Mae Sai sendiri, ada lebih dari 27 ribu orang mendaftar kewarganegaraan Thailand yang kasusnya tertunda.

"Terakhir pemerintah melakukan survei di desa ini pada 2011. Kini ada lebih dari 210 orang baru," kata Tuanjai di Desa Prachao Tum Jai, 8 km dari gua.

Kebanyakan dari warga desa, yang mencari nafkah dengan berkebun nanas dan menanam padi, tak punya kewarganegaraan Thailand. Lebih dari 200 orang bahkan tak teregistrasi sama sekali.

"Tantangan utamanya adalah pola migrasi. Ada banyak pergerakan, namun sedikit informasi soal proses registrasi," kata Tuanjai.

Penduduk tanpa kewarganegaraan yang bisa membuktikan mereka sudah tinggal di Thailand setidaknya 10 tahun, bisa mendaftar kewarganegaraan, yang prosesnya sekitar enam bulan.

Meski begitu, Tuanjai menyebut "eksploitasi oleh pejabat" yang melibatkan suap, masih terjadi.

Pelatih Wild Boars sendiri, Ekkapol Chantawong, 25 tahun, merupakan bagian dari kelompok minoritas Tai Lue. Ia berharap menjadi warga negara Thailand, kata seorang koleganya kepada Reuters Kamis lalu.

Tarn Aree, 35, bersama anak laki-lakinya yang berusia 11 tahun, juga merupakan etnis Tai Lue di Chiang Rai yang berjuang mendapat kewarganegaraan. Tarn berstatus pekerja imigran, yang berarti ia secara resmi hanya diizinkan tinggal di Thailand untuk sementara.

"Banyak dari kami sudah mendaftar kewarganegaraan bertahun-tahun namun tak mendapatkannya," kata Tarn. "Kami tak bisa membeli tanah jadi kami butuh orang lain dengan kewarganegaraan Thailanf untuk membelinya. Saya hanya ingin anak saya memiliki rumah kami sendiri." (stu)



ARTIKEL TERKAIT

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search