Jumat, 01 Juli 2016

Kisah Pasien dari NTT harus Berobat ke Yogyakarta

YOGYAKARTA - Sungguh miris nasib Severius Meas (37). Warga asal Kelurahan Letmafo Timur, Kecamatan Insana Tengah, Kabupaten Timur Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur itu harus menempuh ribuan kilometer dari kampungnya untuk berobat ke Yogyakarta.

Karena penyakitnya yang tergolong 'langka' dirinya juga belum bisa sembuh secara total, hidupnya harus tergantung dengan alat. Pekerjaannya yang hanya sebagai tenaga honorer juga kesulitan untuk membeli alat.

Martinus Meas, kakak Severius mengatakan bahwa adiknya sakit sejak medio Desember 2015. Saat itu, ia sedang berkebun dan merasakan lemas. Ia terpaksa dirawat di rumah karena letak kampungnya jauh dari rumah sakit.

"Sakitnya tak juga sembuh. Bahkan kedua kaki, tangan, dan wajahnya bengkak," kata Martinus saat ditemui di RSUP dr Sadjito, Yogyakarta, Jumat (1/7/2016).

Karena kondisi kesehatannya terus menurun, Severius akhirnya dibawa ke RSUD Kefamenanu. Kemudian karena tak ada perkembangan, pada April lalu, Severinus Meas dirujuk ke RSUD Prof RWZ Johanes Kupang.

Beberapa kali keluar masuk rumah sakit, ia hanya mengandalkan BPJS kelas 3 mandiri. "Keluar masuk rumah sakit, padahal di rumah sakit masih tergantung oksigen," tuturnya.

Severinus sendiri bekerja honorer pada bagian tata usaha (TU) di salah satu SMP Negeri yang ada di daerahnya. Gajinya hanya Rp200 ribu per bulan, cukup berat untuk menanggung biaya pengobatan dan beban keluarganya.

RSUD Prof RWZ Johanes kemudian merujuk Severius ke RSUP Sardjito Yogyakarta pada Mei 2016. "Sampai ke sini saudara-saudara harus patungan," kata Martinus.

Dalam perjalanan ribuan kilometer dari Kupang ke Yogyakarta pernapasan Severius harus dibantu oksigen hingga sekarang. Sebulan dirawat di rumah sakit tipe A itu, kesehatannya belum juga membaik.

Menurut dokter RSUP Dr Sardjito, Ra Aditya Adhi Puruhita, penyakit dialami Severius adalah gangguan tulang bawaan sehingga mengakibatkan perkembangan paru-parunya tidak maksimal dan pembuluh darah dari jantung menuju paru-paru tersumbat. Akibatnya, ia gagal jantung. "Pasien harus tergantung dengan oksigen," katanya.

Untuk melakukan operasi tulang belakang tentu harus dibius. Namun, karena paru-paru dan jantung tidak normal, pembiusan tak bisa dilakukan sehingga operasi pun harus ditunda. "Pembiusan itu syaratnya paru-paru dan jantung (kondisinya) baik," jelasnya.

Dokter pun menyarankan pasien membeli korslet agar tulang belakangnya lurus. Karena harga alat itu mencapai Rp4 juta maka tak ditanggung BPJS mandiri.

Di sisi lain, Severius juga masih harus menggunakan oksigen. Letak rumahnya yang jauh dari kota menyulitkannya untuk mengisi ulang oksigen. Terlebih dokter ahli menyarankan pasien harus menggunakan mesin oxygen concentrator yang dipasang di ruangan dan harganya Rp8 juta.

Sevirius mengaku tetap ingin bekerja meski kondisinya sulit untuk bernapas. Tujuannya, agar ia bisa punya uang untuk membeli alat-alat yang disarankan dokter. "Pengin punya alat itu, biar alat-alat ini bisa dilepas dan bisa pulang kerja lagi," ucapnya.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search