JAKARTA, KOMPAS.com - Y.B Mangunwijaya dikenal sebagai seorang rohaniwan, arsitek, dan sastrawan yang besar karena karya-karyanya.
Namun, mungkin tak banyak yang tahu bahwa ia juga seorang aktivis yang memperjuangkan warga tertindas.
Setelah 10 tahun menjadi rohaniwan, arsitektur, dan dosen, Romo Mangun, demikian ia biasa disapa, membantu warga di Kali Code, Jogjakarta dan Kedung Ombo, Sragen.
Perjuangannya membela rakyat tertindas dari penggusuran menjadi hal yang menarik kala ia menggunakan pendekatan intelektual.
"Ada hal berbeda ketika Romo Mangun membela warga tertindas. Saat menentang penggusuran, dia tidak dengan emosi, tapi pendekatan intelektual," ujar penulis buku novel biografi 'Mangun', Sergius Sutanto, di Toko Buku (TB) Gramedia Matraman, Jakarta, Jumat (26/8/2016).
Sergius mengisahkan, Romo Mangun melakukan pendekatan arsitektur untuk membela warga pinggiran Kali Code ketika akan digusur.
"Romo Mangun menyumbang pemikirannya untuk membangun hunian-hunian dengan eksterior yang akrab dengan kondisi sosial-budaya warga setempat, namun tetap indah dipandang mata," ujar Sergius.
Selain itu, Romo Mangun juga turut membangun mentalitas warga Kali Code untuk tidak membuang sampah sembarangan.
"Dia membangun Kali Code menjadi sangat indah, dengan arsitektur yang unik," lanjut Sergius.
Perjuangan Romo Mangun tak berhenti di sana. Dalam keadaan sakit, kata Sergius, Romo Mangun membela para petani di Kedung Ombo yang digusur karena wilayahnya akan dijadikan sebuah waduk.
"Dokter melarang Romo untuk beraktivitas karena penyakit jantung. Tapi relawan berkunjung dan minta Romo masuk Kedung Ombo. Banyak orang melihat Romo sakit saat memperjuangkan Kedung Ombo," papar Sergius.
Namun, perjuangan Romo Mangun bukan tanpa sebab. Keluarga, terutama sosok ibu, turut mengambil peran besar di balik perjuangannya selama ini.
Menurut Sergius, keputusan Romo Mangun keluar dari gereja serta melepaskan pekerjaan sebagai arsitek dan dosen untuk membela rakyat tertindas, diambil dengan pertimbangan ibu serta keluarganya.
"Novel biografi ini akhirnya kembali kepada keluarga. Tulisan-tulisan tentang Romo Mangun tidak pernah menyentuh keluarga. Maka buku ini memperlihatkan Romo Mangun menjadi seperti itu karena siapa," papar Sergius.
Ia berharap, buku setebal 402 halaman ini mampu membangkitkan semangat berkeadilan dengan berkaca pada apa yang dilakukan Romo Mangun.
"Jika laki-laki membaca buku ini saya ingin dia punya spirit, ketegasannya membela kaum tertindas. Jika perempuan terinspirasi soal keibuan orangtua Romo Mangun," kata dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar