
Petugas dari Basarnas melakukan pencarian korban kebakaran KM Zahro Express menggunakan perahu karet di perairan Pulau Untung Jawa, Kepulauan Seribu, Senin (2/1/2017). Foto/SINDOphoto/Yorri Farli
Kebakaran KM Zahro Express yang menewaskan puluhan penumpang dan beberapa masih belum ditemukan kembali menunjukkan betapa mengkhawatirkan transportasi massal di Indonesia.
Lagi-lagi, persoalan pengawasan dalam hal angkutan massal, terutama angkutan laut, menjadi sorotan tajam para anggota DPR sebagai pengawas dan organisasi masyarakat yang peduli dengan angkutan massal. Lemahnya pengawasan, atau mungkin bisa dikatakan sangat lemahnya pengawasan, seperti menjadi kisah klasik yang tidak pernah menemui solusi.
Para petugas selalu menganggap sepele pengawasan sehingga ketika ada peristiwa yang memakan korban jiwa baru tergopoh-gopoh untuk melakukan pengawasan. Setelah semua kembali berjalan normal, pengawasan kembali diabaikan dan menunggu kembali ada peristiwa tragis baru sadar kembali.
Bukan hanya pada angkutan laut, menurut data Komisi Nasional Keselamatan Nasional (KNKT), yang mengalami peningkatan dari 2015 ke 2016 (KORAN SINDO, 3 Januari 2017), namun pengawasan di angkutan darat seperti bus dan angkutan udara juga perlu ditingkatkan.
Angkutan darat seperti bus dan kereta api sudah ada peningkatan, begitu juga dengan angkutan udara. Kereta api pada program 2016 bahkan menerapkan program Zero Accident yang berjalan cukup baik dan mampu menekan angka kecelakaan. Sedangkan bus, meski masih ada bus yang berkendara ugal-ugalan, jumlah kecelakaannya mulai bisa ditekan.
Begitu juga dengan angkutan udara. Kasus terbaru yang mampu dicegah adalah kasus pilot yang dalam kondisi mabuk.
Pekerjaan rumah yang banyak tentang pengawasan angkutan massal memang terjadi di angkutan laut. Jumlah manifes yang selalu simpang siur di setiap kejadian. Over capacity atau alat keamanan yang tidak memenuhi standar selalu menjadi penyebab sebuah musibah. Padahal, dua hal tersebut sangat mudah untuk dilakukan pengawasan jika petugas syahbandar mau melakukannya.
Lemahnya pengawasan pun harus diusut bukan hanya karena ada prosedur yang tidak dilakukan, namun juga dugaan main mata antara operator angkutan laut dan petugas di syahbandar. Kecurigaan ini wajar terjadi agar kapal bisa diloloskan untuk beroperasi meski dalam kondisi tidak layak.
Pengawasan harus diikuti dengan sanksi yang tegas. Jika tidak, prosedur pengawasan akan menjadi macan ompong dan bahan lelucon para operator angkutan massal. Dengan sanksi tegas hingga mencabut izin operasional, akan memberikan efek jera kepada operator yang nakal untuk tidak memainkan faktor keselamatan penumpang.
dibaca 309x
This article passed through the Full-Text RSS service - if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.
Recommended article: The Guardian's Summary of Julian Assange's Interview Went Viral and Was Completely False.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar