
Sebagaimana masyarakat Indonesia yang lahir di era 1940 dan 1950-an, Wiranto kecil jadi saksi Indonesia merintis jalan jadi salah satu raksasa bulutangkis. Jauh sebelum China dan Korea Selatan menjadi besar seperti saat ini, Indonesia hanya memiliki Malaysia dan Denmark sebagai lawan.
"Pada saat saya masih kecil, selain sepak bola yang merupakan olahraga kampung, bulutangkis sudah saya geluti. Ada banyak idola-idola menginspirasi saya mulai dari Tan Joe Hook, Ferry Sonneville, Njo Kim Bie, Tan King Gwan," kata Wiranto dalam wawancara khususnya dengan CNNIndonesia.com.
"Saya hapal semua karena itu semua idola saya dan membuat saya tertarik menekuni bulutangkis sejak SD."
"Saya pun sering di-bon (bayar per turnamen). Misalnya oleh jawatan kesehatan, postel (Pos dan Telekomunikasi). Lalu saya dibelikan sepatu dan raket. Saya pikir saya sudah seperti pro," tutur Wiranto mengenang masa-masa itu.
Pada akhirnya 'karier' Wiranto sebagai pemain terhenti dan dia lebih memilih dunia militer. Setamat SMA, Wiranto melanjutkan studi dengan masuk ke Akademi Militer Nasional dan lulus pada tahun 1968. Dunia militer dianggapnya sesuai dengan jiwanya yang memang menyenangi hal-hal berbau kepahlawanan.
Apalagi, saat itu dunia militer memang lebih menjanjikan pemasukan bagi keluarganya ketimbang bulutangkis.
Wiranto punya satu keinginan: menjadikan bulu tangkis Indonesia kembali berjaya. (vws)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar