TRIBUNNEWS.COM, GUNUNG SUGIH -- Kemiskinan memaksa warga Terbanggi Besar, Lampung Tengah, Saban (60) bersama istri, Trihawati (40) dan ketiga anaknya tinggal satu atap bersama hewan peliharaan milik orang lain.
Saban dan keluarganya sudah lima bulan terakhir hidup berdesakan di bangunan sisa reruntuhan seluas 3x6 meter persegi tersebut.
Kondisi ini dirasakan oleh keluarga Saban setelah kediamannya terkena dampak angin kencang sekitar lima bulan lalu.
Ia tidak memiliki uang untuk memperbaiki rumah yang ia diami sejak 2010 lalu.
Bangunan keluarga Saban berjarak tak lebih 500 meter dari Kantor Kecamatan Terbanggi Besar.
Posisinya tepat di lokasi yang rencananya akan dijadikan Pintu Tol Trans-Sumatera Terbanggi Besar-Bakauheni, juga di ruas Jalan Lintas Tengah (Jalinteng) Sumatera Terbanggi Besar.
Di bangunan semipermanen itu, terdapat satu kamar tidur beratapkan terpal. Trihawati dan tiga anaknya tidur berhimpitan di satu kasur berbahan kapuk.
Sedangkan Saban tidur di bagian depan rumah beralaskan kursi dari batang kayu sembari menjaga hewan ternak titipan tersebut.
Jika hujan turun, istri dan anak Saban mengungsi ke rumah tetangganya.
Untuk bekerja pun Saban memiliki keterbatasan. Kakinya mengalami cacat akibat kecelakaan yang ia alami saat masih kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar