Sabtu, 15 April 2017

NEWS STORY: Kisah Gemilang AR Baswedan di Mesir hingga Terdampar di Singapura

ABDURRAHMAN (AR) Baswedan tidak hanya dikenal sebagai sastrawan, budayawan dan wartawan. Tokoh pergerakan peranakan Arab ini juga merupakan salah satu diplomat ulung di saat republik kita belum lama lahir lewat Proklamasi 17 Agustus 1945.

Kakek Anies Baswedan ini memang bukan gerilyawan yang mempertahankan republik dari rongrongan Belanda dengan mengangkat senjata. Melainkan dengan hati, tekad dan pemikiran-pemikirannya.

BERITA REKOMENDASI


Sosoknya sarat jasa, meski tak banyak yang mengenalnya macam Ir Soekarno atau Mohammad Hatta. Salah satu kisah fenomenalnya tercatat kala jadi bagian delegasi RI saat "tur" ke negara-negara anggota Liga Arab, hingga mendapatkan pengakuan resmi de facto dan de jure pertama untuk RI dari Mesir, medio April 1947.

Sebagaimana yang dituliskan Sutarmin di buku 'Abdul Rahman Baswedan: Karya dan Pengabdiannya', kakek Calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu sempat bikin marah H Agus Salim, pemimpin delegasi RI di Mesir akibat sering 'keluyuran'.

Keluyuran Sosialisasikan & Promosikan Kemerdekaan RI di Mesir

Tapi jangan dibayangkan dulu 'keluyuran' yang seperti apa. Yang pasti bukan kayak anak muda zaman sekarang ya. AR Baswedan sempat dimarahi H Agus Salim, lantaran sebuah tugas.

Sesampainya di Mesir, H Agus Salim meminta AR Baswedan menerjemahkan sebuah tbuku tentang tata cara diplomat-diplomat tentang cara berkenalan di Timur Tengah. Namun AR Baswedan malah menyelinap mencari informasi ke sana ke mari.

AR Baswedan 'keluyuran' untuk bertemu beberapa tokoh, sastrawan dan pers, sekaligus menyebarkan informasi tentang Indonesia. Nalurinya sebagai wartawan di masa pergerakan juga menggerakkan dirinya untuk mendengar dan mencatat tanggapan masyarakat Mesir soal kedatangan delegasi RI.

Mulanya H Agus Salim agak marah, namun setelah mengakui soal apa saja yang dilakukannya selama 'keluyuran' dan melihat sendiri hasilnya (masyarakat Mesir mulai mendukung RI), H Agus Salim mengurungkan amarahnya.

Berselang setelah bertemu para pemimpin Mesir, jadilah negeri yang terkenal akan Sungai Nil dan Piramida-nya itu jadi negara pertama yang mengakui kedaulatan RI baik de jure maupun de facto. Resminya pengakuan itu juga dituangkan dalam dokumen perjanjian persahabatan RI-Mesir.

Misi Penting Membawa Pulang Dokumen Berharga 

Dokumen inilah yang kemudian dipercayakan kepada AR Baswedan untuk dibawa pulang ke Indonesia. Pasalnya H Agus Salim mesti menyusul Sutan Sjahrir untuk menghadap Perserikatan Bangsa-Bangsa dan tak ikut kembali ke Tanah Air bersama AR Baswedan.

Dokumen perjanjian persahabatan RI-Mesir itu ditandatangani H Agus Salim dan Menteri Luar Negeri/Perdana Menteri Mesir Nokrashi Pasha. Dokumen ini jadi bukti konkret tonggak pengakuan internasional dan kesuksesan diplomasi RI.

Nah, pas perjalanan pulang inilah AR Baswedan juga menemui berbagai rintangan yang bahkan, nyaris membuatnya tak bisa kembali ke Indonesia. AR Baswedan memulai perjalanan pulangnya dengan Pesawat BOAC dari Kairo pada 18 Juni 1947.

Saat hendak pulang, H Agus Salim berpesan: "Baswedan, bagi saya tidaklah penting apakah saudara sampai di tanah air atau tidak. Yang penting dokumen-dokumen itu harus sampai di Indonesia dengan selamat," tegas H Agus Salim yang langsung dipahami maksudnya oleh AR Baswedan.

AR Baswedan terbang dari Kairo melewati tempat-tempat transit di Bahrain, Karachi (Pakistan), Kalkutta (India), Rangoon (Myanmar), baru kemudian Singapura. Saat di Kalkutta, seat AR Baswedan nyaris "dicabut" otoritas setempat untuk orang lain.

Alasannya, nama Indonesia tentu belum dikenal dan pastinya belum punya perwakilan diplomatik. Tapi bermodal "main gertak" dan berdebat, AR Baswedan bisa terus terbang hingga Singapura yang kala itu belum merdeka dan masih di bawah kendali Inggris.

Terdampar Sendirian di Negeri Singa

Tapi sungguh apes buat AR Baswedan. Setibanya di "Negeri Singa", tak ada satupun orang yang menjemputnya. Mana bekal uang sudah menipis pula. Awalnya AR Baswedan dijanjikan Subandrio akan ada orang yang menjemput, namun ternyata tidak ada dan jadilah AR Baswedan "terdampar" selama sebulan.

Mr Utoyo selaku Sekjen Kementerian Luar Negeri RI di Singapura, disebutkan tak tahu ihwal kedatangan AR Baswedan. Namun Allah SWT tidak tidur. Entah bagaimana "cara" Allah membantu, pokoknya tiba-tiba ada dua orang dermawan keturunan Arab di Singapura, Thalib Yamani dan Ibrahim Assegaf yang menolong.

Dari situlah AR Baswedan bisa melanjutkan perjalanan pulang dengan naik Pesawat KLM menuju Jakarta pada 13 Juli 1947. Sesaat jelang mendarat di Bandara Kemayoran, AR Baswedan menyembunyikan naskah perjanjian persahabatan RI-Mesir itu di balik kaus kaki, agar tak dirampas Belanda dalam pemeriksaan.

Saat turun dan melewati pemeriksaan petugas imigrasi, AR Baswedan berjalan melewatinya sambil memegang tasbih di jari tangan kanan dan aktentas berisi beberapa dokumen. Alhamdulillah dia bisa lolos dan lekas keluar dari bandara untuk bertemu Ali Assegaf, tokoh Partai Arab Indonesia (PAI) yang menjemputnya.

AR Baswedan lantas diantar ke kediaman Perdana Menteri Amir Syarifuddin, pengganti Sutan Sjahrir pasca-demisioner. Jadilah naskah dan dokumen penting tentang perjanjian persahabatan RI-Mesir sampai ke tangah pemerintah RI.

[embedded content]

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search