Jumat, 09 Juni 2017

Kisah Es Cendol Elizabeth yang Melegenda di Bandung

Nur Hidayah, putri kedua Haji Rohman bercerita, sang ayah semasa kecil sudah harus membantu perekonomian keluarga. Rohman yang ketika itu baru duduk di bangku kelas 2 SD ditinggal sang bapak.

"Awalnya, bapaknya bapak (Rohman) meninggal, waktu itu masih tinggal di Pekalongan. Kehidupan di desa kan tak menentu hanya kerja tani. Sementara bapak itu anak laki-laki satu-satunya jadi tumpuan keluarga," ujar Nur.

Ketika itu Rohman diberitahu ibunya bahwa ada seorang pamannya yang berjualan cendol di Bandung. "Merantaulah bapak dan ikut pamannya berkeliling jualan cendol," tutur Nur.

Dari membantu paman, Rohman diberi uang jajan. Uang itu tidak pernah dipakai Rohman untuk sendiri bahkan dikirim ke kampung buat membantu adik-adiknya yang sekolah. "Kalau ada uangnya lebih sedikit dikumpulin," ia menambahkan.

Uang yang terkumpul itu kemudian dibelikan roda hingga keperluan lainnya untuk berjualan. Setelah punya roda sendiri, Rohman baru bisa keliling berjualan cendol. Dulu, Rohman memulai berjualan di kawasan Leo Genteng, Astana Anyar, Kota Bandung.

Setelah berkeliling, Rohman selalu memarkirkan jualannya ke sebuah rumah di Jalan Ciateul. Rumah tersebut kelak bakal menjadi titik awal dimulainya usaha cendol milik Rohman.

Sang empunya rumah bernama Elizabeth adalah langganan tetap Rohman. Menurut Nur Hayati, Ibu Eli pada waktu itu masih bekerja di toko tas.

"Kalau sudah berkeliling bapak mangkalnya selalu di depan rumahnya Bu Eli. Bapak juga sering bantu kalau Bu Eli pulang kerja, belanjaannya dibawain," ucap Nur.

Suatu waktu, Bu Eli pulang ke rumahnya membawa tas sisa yang masih bisa dijual kembali. Melihat Rohman berjualan di depan rumah, Bu Eli menitipkan tas-tas sisa kepada Rohman untuk dijual. Rohman yang tidak lulus SD ragu bisa menjual tas. Namun, Bu Eli tidak memaksa, berapapun barang yang laku ia terima.

Rohman sempat mengeluh karena beberapa pembeli tas memaksa jika beli tas, maka cendolnya gratis. Meski ia sudah jelaskan bahwa tas yang dijualnya adalah barang titipan. Karena itu, ia pun melapor kepada Bu Eli dan tetangganya itu pun mengganti cendol yang diminta pembeli tas.

Toko Es Cendol Elizabeth di Jalan Inhoftank No 64, Kota Bandung, selalu ramai diserbu warga baik dari dalam maupun luar kota. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Bu Eli kemudian membeli sebidang tanah untuk dijadikan toko usaha jual tas. Toko itu dinamai Toko Tas Elizabeth yang berada di Jalan Ciateul (sekarang Jalan Ibu Inggit Garnasih) No 15. Sampai menjadi toko, Rohman masih mangkal di situ. "Dulu sering ada tamu datang suguhannya cendol milik bapak," kata Nur.

Rohman selain tak bisa baca juga kesulitan menulis. Lantaran itulah, jika ada yang memesan cendol Rohman kerap meminta bantuan kepada Bu Eli.

"Ada suatu waktu bapak tidak bisa nulis. Kalau ada pesanan larinya ke dalam minta Bu Eli menuliskan pesanannya. Kalau Ibu Eli menulis selalu pakai bon Toko Elizabeth. Dari situ Bu Eli bulang, 'Sudah aja Man, cendolnya sekalian namain Cendol Elizabeth'. Dan orang pun kenalnya Cendol Elizabeth karena pakai bon itu," ujar Nur.

Adapun usaha Bu Eli melalui toko tas miliknya semakin berkembang. Rohman yang masih berjualan cendol masih mangkal di depan toko hingga beberapa waktu lamanya.

"Sampai sekarang hubungan dengan Bu Eli tetap baik, sudah seperti keluarga sendiri. Beliau juga punya pabrik di Leuwigajah, karyawannya tiap seminggu sekali bawa cendol dari sini," kata Nur.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search