Sejatinya dia adalah Direktur Akademi Keperawatan (Akper) Baitul Hikmah, Kemiling, Bandarlampung. Tingginya rasa cinta dengan sang istri, membuat pensiunan PNS provinsi Lampung ini menghabiskan harinya, bahkan bermalam bersanding makam sang istri selama dua tahun terakhir.
Ari Suryanto/BANDARLAMPUNG
Dalamnya rasa cinta kadang membuat seseorang memilih sesuatu di luar nalar kita. Seperti apa yang dilakukan H. Widodo. Lebih dari dua tahun, Abah Wid, begitu ia akrab disapa, setia menjaga makam istri yang sangat dicintainya. Itu setelah sang istri harus lebih dulu dipanggil sang pencipta 29 Juli 2015 silam.
Sehari-hari, lelaki yang telah berusia 69 tahun ini memilih tinggal di bawah sebuah tarup berukuran 4 x 6 meter. Tanpa dinding tanpa sejumlah kelengkapan layaknya rumah layak huni.
Tarup itu berada di dalam kawasan makam keluarga berukuran sekitar 15 x 20 meter. Di dalamnya, terdapat makam yang meski terlihat terawat, namun tidak dipercantik dengan nisan keramik seperti kebanyakan makam modern. Sekitar dua meter dari makam, terdapat tempat tidur terbuat dari kayu yang terlihat seadanya. Ya, di situlah Abah Wid merebahkan tubuh jika lelah menghampirinya.
Tepat bersanding dengan tempat tidur, berdiri sebuah lemari sederhana. Lemari itu terbagi menjadi empat loker. Setiap loker berfungsi berbeda-beda. Yang didalamnya terdapat sejumlah berkas terkait pengelolaan Akper Baitul Hikmah.
Dahulu Abah Wid sempat menjabat sebagai Kepala Bina Puskesmas Tingkat I Lampung. Setelah pensiun, dengan bekal pengetahuan dan pengalamannya Abah Wid lantas mendirikan pondok keperawatan yang saat ini telah menjadi Yayasan Akper Baituk Hikmah.
Tak kenal waktu, dirinya selalu berada di makam sang istri meski tak jarang dinginnya udara malam menusuk tulang. Hanya kumandang azan yang bisa membuatnya tergeser dari makam tersebut. Itu pun tak jauh dari makam sang istri. Sebab, letak mushala tempat biasa dia menunaikan ibadah shalat hanya berjarak sekitar 20 meter dari makam sang istri.
''Dia sudah merupakan bagian diriku. Dengan berada di sini saya merasa sempurna, dan merasa lebih baik," imbuh Abah Wid membuka perbincangan.
Dari pernikahan dengan sang istri, dirinya dikaruniai empat orang anak. Masing-masing adalah Endah Widia Sari, dr. Dian Widia Sari, dr. M. Sirojudin, dan dr. Yayu Rahmawati. Kedepan dirinya berencana mewarisi posisi Direktur Akper kepada anak ke tiganya, M. Sirojudin. Saat ini yang bersangkutan sudah mulai belajar duduk di posisi itu meski belum resmi mengemban amanah tersebut.
Meski memilih hijrah ke makam tersebut, Abah Wid tetap sesekali berperan mendampingi sang anak yang bakal ditunjuk menggantikan dirinya sebagai Direktur Akper. Uniknya, masih tetap di bawah tarup itu juga ia sesekali menggelar rapat dengan sejumlah penggerak Akper.
Selama duduk di samping makam sang istri, Abah Wid selalu ditemani sebuah Alquran. Dirinya membacakan ayat demi ayat berikut terjemahannya dengan nada lirih. Sesekali, dia menyetel sebuah televisi yang juga berada di dalam tenda tersebut.
Tapi bukan untuk memelototi tayangan sinetron atau hiburan lainnya. Melainkan untuk melihat video nasyid atau lantunan ayat-ayat suci Alquran.
Dengan mata mulai berkaca, Abah Wid menceritakan bahwa sang istri meninggal dunia setelah mendapat perawatan atas sakit paru-paru yang diderita. Dari awal pernikahannya, dia mengetahui riwayat penyakit asma tengah diderita sang istri.
Namun, kebahagian yang membumbuhi kehidupan mereka seakan sukses menjadi obat mujarab bagi sang istri. Sehingga, sangat jarang penyakit itu muncul mengganggu kesehatan istrinya.
Akan tetapi, takdir memang tidak bisa dilawan. Medio Juli 2015 sang istri tiba-tiba jatuh sakit. Saat menjalani pemeriksaan, ternyata ada sebuat flek di paru-parunya.
''Saat itu istri saya dibawa ke rumah sakit di Jakarta. Sempat membaik, tapi saat di rumah, kesehatannya memburuk. Dan ternyata itu adalah masa-masa terakhir dia bersama-sama kami karena ajal lebih dulu menjemputnya," kisahnya.
Sedianya, keputusan Abah Wid untuk tinggal bersebelahan dengan sang istri mendapat tentangan dari anak-anaknya. Tak dipungkirinya, sang anak merasa khawatir dengan kesehatan dan keadaannya. Namun itu tak sanggup menghentikannya untuk terus tinggal berdampingan dengan makam sang istri.
''Sampai hari ini pun anak saya tetap berusaha meminta saya pulang ke rumah. Tapi bagi saya, ini pun rumah saya," jawabnya kekeh.
Bukan tanpa alasan anak-anaknya begitu mencemaskannya. Sebab, selain usianya yang sudah renta, Abah Wid pun sebenarnya memiliki riwayat darah tinggi. Penyakit itu bahkan sudah sempat membuatnya struk yang membuat sebagian tubuhnya sulit digerakkan. Tapi, semangatnya yang sangat besar berhasil melepaskan dia dari belenggu struk yang dideritanya.
''Dulu saya pun sudah sempat dinyatakan meninggal dunia. Tapi tenyata Allah belum berkehendak demikian. Empat jam dari dinyatakan meninggal saya mendapat anugrah untuk tetap bisa hidup sampai dengan sekarang," terangnya.
Lantaran sempat mengalami mati suri tersebut, ingatannya akan masa lalu sedikit banyak terhapus. Alhasil, terkadang butuh spasi waktu saat hendak menjawab sebagian kecil pertanyaan tantang dirinya di masa lalu. Tapi dia bersyukur masih bisa mengingat sedikit kisah tentang mendiang istrinya.
Dia melanjutkan, untuk bertahan menjalani hidup bersanding dengan makam sang istri, dirinya masih sedikit dibantu oleh orang sekitarnya. Misalnya saja dalam hal mengisi perut. Sang asisten rumah tangga dari rumahnya lah yang membantu mengantarkannya. Ya, bila hatinya sedang menyatu dengan lokasi makam itu, sekedar untuk makan pun dia tidak mau beranjak dari makam itu.
Di sisi lain, alasan dia tinggal berdampingan dengan makam sang istri bukan hanya didasari oleh kesetiaan. Dia mengatakan, salah satu alasan dia tinggal di sana adalah untuk lebih mendewasakan sang anak. Baik itu dalam kehidupan sehari-hari. Maupun dalam menggerakkan Akper Baitul Hikmah.
''Untuk menyiapkan kematangan anak-anak saya, tidak ada jalan lain selain saya hijrah ke sini. Bahkan, meski sebagai Direktur, saya juga masuk dalam keanggotaan petugas Laboratorium. Di posisi itu saya coba mendidik sekaligus melihat anak saya sebagai seorang pemimpin," ucapnya seraya menyatakan bahwa dia selalu berpesan kepada anak-anaknya untuk mengedepankan pola hidup sederhana. (*/nas/JPG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar