Liputan6.com, Palembang - Kasus pemasungan yang masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masih banyak terjadi di Sumatera Selatan (Sumsel).
Dari data Dinas Sosial (Dinsos) Sumatera Selatan (Sumsel), Kabupaten Empat Lawang mengantongi kasus pemasungan terbanyak dari beberapa kabupaten/kota di Sumsel. Jumlahnya mencapai 92 orang, dengan 35 orang yang masih dipasung dan 57 Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang pernah dipasung tetapi sudah dilepas.
Seperti di Kecamatan Muara Pinang, Kabupaten Empat Lawang, tercatat ada enam ODGJ yang terpasung. Dari data yang diperoleh, tinggal dua orang yang masih terpasung dengan kondisi yang memprihatinkan.
Amrullah (42) menjadi salah satu korban pemasungan di kediamannya di Desa Lubuk Tanjung, Kecamatan Muara Pinang. Bapak dua anak ini harus bertahan hidup dengan rantai pasungan yang membelenggu pinggangnya.
Sang ibu, Rusna (62), saat ini hanya bisa pasrah karena tidak tahu lagi bagaimana cara mengobati anaknya. Sudah hampir tiga tahun Amrullah mengalami gangguan jiwa dan baru dua tahun terakhir terpaksa dipasung.
"Sudah dua kali dipasung, tapi rantainya lepas. Jadi sekarang dipasung di pinggang agar tidak lepas. Kalau keluar rumah, suka mengganggu bahkan menyerang warga. Saya juga sering diserangnya," ucap Rusna kepada Liputan6.com, beberapaa waktu lalu.
Sebelum mengalami gangguan kejiwaan, anak ketiga dari enam bersaudara itu dua kali kandas saat berumah tangga. Kondisi jiwanya mulai terganggu setelah hasil kebun kopi yang siap panen ternyata dicuri oleh orang.
Berbagai cara dilakukan Rusna untuk kesembuhan anaknya, mulai dari pengobatan tradisional, secara spiritual, hingga dibawa ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Ernaldi Bahar Palembang. Namun, tanda-tanda kesembuhan sang anak tak kunjung terlihat.
Karena tidak mengantongi kartu berobat gratis dari pemerintah, Rusna harus merogoh uang lebih untuk biaya pengobatan anaknya.
"Dua tahun lalu sempat dibawa ke RSJ di Palembang, diantarkan mobil ambulans. Diminta uang Rp 1 juta dari puskesmas sini, jadi anak saya pinjam uang ke sana sini," katanya.
Kendati layanan di RSJ Ernaldi Bahar selama tiga minggu gratis, dia tetap harus membeli obat untuk anaknya. Begitu ia harus membawa anaknya kembali ke rumah, tidak ada bantuan dari pemerintah maupun dari puskesmas setempat.
Petugas puskesmas di tempat tinggalnya juga sering datang untuk memberikan obat ke anaknya. Untuk satu paket pengobatan berupa suntik dan pil, Rusna harus membayar sebesar Rp 50.000.
"Karena tidak ada uang lagi dan anak saya tidak mau disuntik terus, sekarang tidak ada lagi obat yang dikasih. Terakhir enam bulan lalu," katanya.
Rusna sendiri hingga saat ini belum mengantongi Kartu Indonesia Sehat (KIS) maupun kartu berobat gratis Sumsel Semesta dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel. Kini, Amrullah yang terpasung tinggal sendirian di rumah bagian bawah. Sedangkan, Rusna tinggal terpisah di rumah bagian atas sendirian.
Saksikan video menarik di bawah ini:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar