Legenda tentang hubungan Goa Kreo dan pendirian kerajaan Demak Bintoro, bukan hanya menjadi cerita turun temurun, tetapi kini diwujudkan dalam bentuk tari kolosal, melibatkan 250 orang.
BEKSAN Bedayan Nawasanga menjadi pamungkas adegan gelar budaya Maha Karya Legenda Gua Kreo di pelataran objek wisata Gua Kreo, Dukuh Talun Kacang, Desa Kandri, Kecamatan Gunungpati, Sabtu (8/7) malam.
Pertunjukan tari kolosal yang melibatkan 250 orang itu, bercerita tentang kisah saka jati dan monyet di Gua Kreo dalam durasi sekitar 90 menit. Cerita diawali dari runtuhnya Majapahit. Kemudian berdirilah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yakni Demak Bintoro.
Raden Said, sebagai tokoh utama di cerita ini, berguru kepada Sunan Bonang. Gurunya tersebut memberi tongkat untuk sarana penyucian diri. Di Demak Bintoro para wali berkumpul untuk membicarakan pendirian masjid. Munculah keperluan mencari Saka Jati sebagai tiang utama bangunan. Dialog bersama itu memutuskan Raden Said untuk mencari Saka Jati untuk dibawa ke Demak Bintoro.
Dalam perjalanannya, dia menemukan Saka Jati itu terselip di bawah sungai. Para monyet yang ada di lingkungan itu membantu mengambil Saka Jati. ''Dulunya disebut Mangreo, sekarang menjadi Kreo. Kami mengangkat cerita yang tertulis di Babad Tanah Jawa,'' kata Sutradara dan Koreografer Maha Karya Legenda Gua Kreo, Budi Lee.
Dia menjelaskan, 250 orang yang mengikuti acara rutin tahunan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang tersebut adalah terdiri dari masyarakat Desa Wisata Kandri, Mahasiswa STIEPARI Seamarang, Pokdarwis Dewi Kandri, dan Komunitas Tirang Budaya, Ngesti Pandowo.
Selain itu juga Komunitas Githung Swara, Komunitas Sutasoma, UPTD Gua Kreo, Himpunan Mahasiswa Pariwisata dari Yogyakarta, Surakarta, Salatiga, Semarang.
Di kegiatan ini juga menampilkan kesenian rakyat Bambu Kerincing yang merupakan karya Komunitas Tirang Budaya. ''Para penari dan pemusik yang ikut dari umur 4 tahun sampai 50 tahun. Kami latihan saat menjelang puasa, sekira 1,5 bulan. Latihannya di TBRS. Saya dibantu asisten untuk melatih, sebutannya Ayok Pratiwi,''kata Pemimpin Komunitas Tirang Budaya itu.
Komposisi Musik
Musik yang digunakan adalah gamelan perkusi. Komunitas Githung Swara sebagai pengiringnya membuat komposisi musik yang berakar dari tradisi Jawa. Lagu-lagu yang dilantunkan pun dibuat khusus untuk pagelaran ini. ''Gerakan yang kami gunakan adalah klasik Jawa. Menggunakan gamelan perkusi supaya harmonisasinya bisa dinikmati lintas kalangan yakni remaja, muda, tua. Kami kembangkan kreativitas, tetapi tidak menghilangkan estetika tradisi Jawa,''paparnya.
Pria yang juga sebagai narator selama pertunjukan berlangsung itu mengungkapkan, setiap tahun pihaknya mencoba melakukan inovasi di pertunjukannya.
Perkembangan sedikit demi sedikit dilakukannya. ''Dibandingkan tahun kemarin berbeda. Dari tata panggung dan penggarapannya, tetapi tidak bisa langsung banyak, sedikit dulu. Roh Jawa-nya tetap masih ada.
Penataan artistik kami dibantu oleh komunitas Warak Gopak dari masyarakat Desa Siwarak.'' Budi berharap, di tahun depan kegiatan ritual Sesaji Rewanda dan gelar budaya Maha Karya Legenda Gua Kreo dilangsungkan dalam satu rangkaian sehari atau dua hari. Hal tersebut akan memudahkan wisatawan yang hendak menikmati dua acara itu sekaligus.
Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengatakan Pemerintah Kota Semarang memrogramkan mengangkat potensi lokal di setiap daerah.
Dia berpesan kepada masyarakat Desa Kandri untuk berbenah diri. Pasalnya, pada 2018 nanti ada 500 wisatawan mancanegara datang ke Semarang. (Aristya Kusuma Verdana-63)
Comments
comments
Tidak ada komentar:
Posting Komentar