Senin, 03 Juli 2017

Kisah Salju Abadi di Pegunungan Titlis

OLEH JURNALIS J HIUS MBA, TravelBlogger Aceh, melaporkan dari Zurich, Swiss

SWISS merupakan negara kecil di daratan Eropa. Sebagian besar wilayahnya terdiri atas pegunungan es. Lawatan saya kali ini ke Swiss (Switzerland) adalah untuk mengunjungi mahakarya Allah Swt yang luar biasa di Pegunungan Titlis.

Alam Swiss dianugrahi keindahan yang luar biasa. Tuhan melukiskan barisan gunung es, ditemani sebuah danau yang jernih menjadi cermin visual kokoknya puncak Pegunungan Alpen. Majalah di hotel yang saya baca makin membuat naik adrenalin saya untuk berkunjung ke salah satu puncak tertinggi di Eropa, Titlis. Alpen Mount membentang di selatan Swiss seluas 1.063 Km2. Titlis, puncak yang memiliki suhu rerata 0 derajat, adalah salah satu puncak di Pegunungan Alpen dengan ketinggian 3.029 mdpl.

Untuk mencapai Titlis, kita perlu singgah di sebuah kota di kaki bukit, Engelberg. Luzern adalah kota lainnya untuk mencapai Titlis, tapi Luzern terletak agak berjauhan dan perlu menaiki trem lagi untuk mencapai kaki bukit. Anggota badan sudah mulai gemetar saat turun dari bus, beradaptasi dengan dinginnya suhu dari gunung es. Notifikasi di smartphone saya menunjukkan suhu di Engelberg 3 derajat Celcius. Garis salju yang panjang dari puncak hingga ke bawah membuktikan estimasi cuaca tersebut.

Titlis banyak dikunjungi wisatawan, baik yang ingin berselancar atau hanya berkunjung ke puncaknya saja, seperti saya. Ada terdapat cable car yang bisa mengantarkan kita ke puncak. Jadi, tidak perlu mendaki seperti Puncak Himalaya. Hanya saja, waktu untuk mendapatkan tiket dan mengantre agar bisa naik cable car cukup lama karena kapasitasnya yang terbatas, demi keamanan mungkin.

Untuk bisa naik ke puncak Titlis, cukup bayar CHF 92 (atau sekitar Rp 1.200.000) untuk pp dari Engelberg ke Puncak Titlis. Namun, kalau kita datang bergrup, dikasih diskon hingga 20%.

Zurich terlihat dari kejauhan saat kita menaiki secara vertikal dan perlahan cable car yang bermuatan 8 orang ini. Udara yang semakin dingin mengantarkan gerbong kami melewati satu per satu stasiunnya. Rotair, sebuah gondola berputar pun menyambut kami di perjalanan berikutnya, sehingga kita bisa melihat Titlis dari sudut pandang 360 derajat. Ada dua rotair yang bolak-balik mengantarkan wisatawan ke puncak, cukup padat karena bisa bermuatan lebih kurang 30 orang. Titlis memang menyambut tamunya dengan sangat indah, seindah bentuknya dibuat oleh Tuhan dengan balutan salju yang menurut cerita teman di sana tidak pernah cair (abadi).

Untuk yang berselancar, disediakan kereta gantung yang dapat berhenti di mana saja peselancar ingin memulai aksinya. Luasnya bentangan es memudahkan anak-anak sekalipun untuk berselancar, namun tetap ditemani oleh orang tua.

Luar biasa! Masya Allah. Itulah kata yang pertama ke luar dari mulut saya ketika mencapai puncak. Indahnya biru langit bersanding dengan putihnya salju, seperti berbagai wallpaper yang selama ini saya nikmati di komputer. Zikir tiada henti-hentinya melihat karya Tuhan yang indah ini, semakin yakin bahwa ciptaan Allah memang luar biasa. Ancang-ancang untuk mengambil tongsis (tongkat eksis) sudah dilakukan untuk mengambil gambar dengan berbagai latar dan gaya.

Swiss beribu kota di Bern, tapi banyak kota besar lainnya yang terkenal di dunia seperti Zurich, Geneva, dan Basel. Engelberg cuma satu kota kecil, namun sangat terkenal karena Pegunungan Titlis. Meski negara kecil, Swiss menempatkan Zurich sebagai kota yang memiliki kualitas hidup terbaik di dunia. Organisasi internasional seperti PBB, ILO, WHO, dan UNHCR juga membangun markas besarnya di Swiss, tepatnya di Jenewa. Jenewa yang terletak di barat daya Swiss terkenal dengan Konvensi Jenewa yang merupakan cikal bakal berdirinya Palang Merah International (ICRC) tahun 1949. Aman dan netral, hal inilah yang mejadikan Swiss sebagai pusat perdamaian dunia.

Berdasarkan sejarahnya, Swiss tak pernah diserang pada Perang Dunia I dan II. Ekonomi yang stabil, rakyat yang makmur, fasilitas yang memadai, membuat suasana hidup di Swiss praktis tidak pernah ada masalah. Rotasi kepemimpinan yang dianut Swiss membuat tidak adanya perpecahan politik yang menyulut pada pertikaian politikusnya. Kolektif presidium adalah sistem pemerintahan di Swiss di mana negara yang memiliki luas 41.000 km2 ini dipimpin oleh tujuh menteri yang dipilih oleh Federal Assembly. Anggota menteri setiap tahun menjadi presiden secara bergantian (rotasi). Hukum di Swiss diatur oleh federal atau yang disebut dengan Kanton.

Untuk berkeliling kota besar di Swiss, kita bisa naik trem. Moda transportrasi berupa kereta pendek ini berjalan di rel di tengah jalanan aspal. Untuk menaikinya, kita hanya perlu beli tiket di setiap stasiun. Rel trem tak mengganggu jalur mobil dan sepeda motor, karena dibuat sejajar. Namun, trem tidak antimacet. Yang unik, tidak pernah ada pengecekan tiket (baik oleh sistem maupun oleh penjaga tiket) untuk trem ini. Semua dilakukan dengan jujur. Apabila kita kedapatan tak beli tiket, maka akan ada didenda ratusan Swiss France.

Lawatan kali ini memberikan saya banyak pengetahuan tentang budaya jujur yang saling terkait dengan kemakmuran warga Swiss. Hal lainnya, karya Tuhan di barisan Pegunungan Alpen pun kian menambah rasa syukur saya pada ciptaan-Nya.

* Bila Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas Anda ke email: redaksi@serambinews.com

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search