Kisah unik mengenai seorang pendongeng yang memiliki ketrampilan olah suara
Harianjogaj.com, BANTUL — Dongeng menjadi media yang efektif untuk menyampaikan pesan kepada anak. Jika dahulu dongeng dilakukan orangtua sebelum tidur. Kini ada profesi khusus pendongeng yang bisa didatangkan setiap saat.
Saat matahari dari ufuk barat menembus teras sebuah Masjid di kawasan Banguntapan, Bantul, terdengar puluhan anak bercekikikan ria. Lalu terdiam dan kembali bergemuruh dengan puluhan pasang mata mereka tertuju ke arah seorang pria berusia kisaran 35 tahunan yang berdiri di atas panggung.
Pria itu berceloteh dengan berbagai suara sesuai urutan cerita. Dia adalah Mahfudz Ali. Ia memilih jalur profesi sebagai penghibur sekaligus menyelipkan ilmu yang bisa dicerna anak dengan mudah atau pendongeng. Menggunakan suara yang khas, menggeluti profesinya. Sore itu ia bercerita tentang anak sholeh yang selalu menurut perintah orangtua, suka menolong dan seabrek hal positif lainnya. Kak Ali, sapaan akrab Mahfudz Ali, mampu menceritakan seorang diri dengan apik, memunculkan suara orangtua, kuda, angin dan berbagai hewan lainnya hingga suara lalu lintas kereta.
"Cssiiiiitzzz," begitu Kak Ali saat menggambarkan suara kereta berhenti yang nyaris persis dengan suara aslinya.
Kak Ali bukan pendongeng kemarin sore. Namun, bukan pula bercita-cita sebagai pendongeng. Profesi itu dijalani secara kebetulan. Berawal medio 2009 silam, ada seorang temannya yang meminta dia untuk menggantikan mendongeng di suatu acara. Karena terpaksa, demi mendapatkan fee dari aktivitas itu, ia menerima tantangan tersebut. Tanpa disangka, pria yang terkenal gemar berhumor ini pun disambut antusias anak-anak. Kali itulah, ia mulai merasakan, mendongeng mulai menjadi aktivitas yang nyaman.
Guna memperdalam ilmu, ia mengikuti kegiatan di Yayasan Silaturahim Pecinta Anak (SPA) Jogja, melalui berbagai macam tahapan tes. Ketika itu, di organisasi tersebut sudah ada beberapa pendongeng sekelas nasional seperti Kak Bimo. Di sanalah, Ali kerap melakukan diskusi dengan sejumlah pendongeng lainnya. Namun itu saja tidak cukup, Ali lebih sering memperdalam ilmunya secara otodidak. Ia mempelajari berbagai suara yang ia dapatkan selama keluar rumah. Kemudian diidentifikasi satu per satu jumlahnya. Tak jarang, ia memilih berlama-lama di Gembiro Loka hanya untuk menunggu suara unta itu secara valid.
"Misal saya di jalan ada andong, di rumah saya praktikkan bagaimana suara kaki kuda itu menapaki aspal, sampai saya bisa," ucapnya saat berbincang dengan Harian Jogja pekan lalu.
Perlahan, Ali dapat menguasai lebih dari 70 suara tak lazim dengan didominasi suara binatang, sisanya suara angin, suara manusia sesuai usia dan berbagai bunyi-bunyian seperti kendaraan dan alat elektronik serta alat musik. Delapan tahun menggeluti profesi pendongeng, pria asal Lamongan, Jawa Timur ini merasa dekat dengan berbagai suara. Setiap kali mendengar ada suara baru yang ia dengar, lalu dipraktikkan sebagai materi mendongeng di hadapan anak-anak.
"Sama seperti musisi, apa saja bisa jadi syair. Kalau saya, suara apa saja bisa dipraktikkan," ujar pria lulusan S-2 Magister PAUD UIN Jogja ini.
Dosen di Institut Zainul Hasan Probolinggo, Jawa Timur ini mengakui, mendongeng bukan sekadar membuat anak menangis, sedih atau tertawa saja, namun berusaha memberikan pemahaman positif terkait materi yang disampaikan. Sehingga anak menerapkan pesan yang terkandung dalam materi dongeng. Mulai dari hal terkecil, bagaimana logika anak harus menggosok gigi sebelum tidur hingga patuh kepada kedua orangtua. Tema tolong menolong, kepahlawanan juga sering diangkat sebagai materi dongeng.
Jadwal manggung, setiap bulan seringkali sudah padat. Terutama di bulan puasa ratusan order mendongeng seringkali terpaksa harus ditolak. Resepnya harus selalu sehat dengan makan, minum cukup dan memiliki suara yang lantang. Bagi Ali, suara sangat berharga karena menjadi sumber penghidupan keluarganya. Namun, ayah dua anak ini pernah dilanda cobaan, 2016 silam, suaranya tiba-tiba hilang karena sering manggung. Apalagi, peristiwa itu terjadi sebelum Ramadhan 2016, yang ia telah menyepakati jadwal mendongeng dengan puluhan kelompok anak-anak di DIY.
"Dua pekan suara saya hilang, benar-benar hilang, saya bingung padahal jadwal banyak. Tapi alhamdulillah perlahan pulih," ucap Ali yang juga guru di SD Muhammadiyah Kleco, Kotagede ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar