Senin, 21 Agustus 2017

Keren! Kisah Herawati Sudoyo Meneliti DNA Manusia hingga ke Madagaskar

JAKARTA - Peneliti DNA manusia sekaligus penerima Habibie Award pada 2008 lalu, Herawati Supolo Sudoyo dikukuhkan sebagai salah satu ikon dari 72 Ikon Prestasi Indonesia dan meraih penghargaan dari Unit Kerja Presiden (UKP) Pancasila di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (21/8/2017).

Penghargaan itu diraihnya berkat ketekunan Hera di bidang penelitian DNA manusia yang dilakukan di pulau-pulau Indonesia hingga ke Madagaskar. Herawati juga merupakan peletak dasar pemeriksaan DNA forensik untuk identifikasi pelaku bom bunuh diri di depan Kedutaan Besar Australia atau Bom Kedubes Australia pada 2004 lalu.

BERITA REKOMENDASI


Ia mengatakan, penelitiannya tersebut dilatar belakangi oleh pertanyaan terkait asal muasal genetik seorang manusia.

"Untuk genetika manusia dan bicara mengenai genetika populasi, data itu tidak ada di Indonesia. Padahal ada relavansi antara genetika manusia itu dengan penyakit. Jadi kemudian itu diambil suatu keputusan, kita akan melakukan penelitian yang relavan untuk Indonesia dan hasilnya kompetitif yang akan diterima di dunia ilmiah internasional," jelas Herawati kepada awak media di JCC, Senin (21/8/2017).

Kemudian, lanjut Hera, penelitian itu dimulai oleh lembaga yang ia dirikan yaitu Lembaga Biologi Molekuler Eijikman. "Ada proses penelitian itu saya dalami selama 20 tahun, dan itu belum selesai," akunya.

Belum selesainya penelitian tersebut, aku Hera, bukan soal biaya, tetapi kendala utama dalam penelitian yang digelutinya selama puluhan tahun itu adalah sumber daya manusia. "Sains itu butuh passion. SDM dalam bidang ini susah. Lembaga kami harus mencari sendiri SDM itu sesuai kebutuhan. Karena ya itu, sains itu harus ada passion," ungkap alumni Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) dan Monash University.

Bukan itu saja perjuangan yang harus dilalui Herawati ketika melakukan penelitian ini ke pulau-pulau di Indonesia hingga ke Madagaskar. Ia mengingat, perjuangan terbesarnya untuk melakoni penelitian ini adalah medan. Sebuah medan yang sulit, kadang tak ada jalan, kadang harus mengikuti adat istiadat setempat demi memperoleh penelitian.

"Tantangannya adalah lapangan, medannya. Kita mengalami suatu proses pendekatan hingga perizinan. Kita juga harus menjadi suatu antropolog, sehingga sebagai genetisis kita bisa menentukan untuk ke desa-desa baru, biasanya kita ambil desa-desa adat," terangnya.

Di sanalah perjuangan Herawati dan tim dimulai. Ia harus mengikuti budaya lokal mulai dari upacara adat, berbicara dengan tetua adat, dan mengikuti adat setempat hingga izin penelitian diberikan. "Kita pernah disiapkan upacara-upacara dengan segala makanan, doa-doa dan makan sirih pinang. Buah pinang itu bikin kita agak mabuk begitu," kisahnya.

Namun, biar medan dan tantangannya sulit tetap ia lakoni. Hingga ia menemukan sebuah fakta baru bila ada hubungan antara Madagaskar dengan Indonesia.

"Kita dengan mereka (orang Madagaskar) itu adalah saudara. Bahasa orang Malagasi yang tinggal di Madagaskar itu 90 persen sama dengan orang Dayak Maanyan. Ditemukan juga bahasa Jawa, Bugis pada orang Malagasi," tuturnya.

Intinya, lanjut Herawati, penelitiannya tersebut berhubungan erat antara unsur genetik manusia dan DNA manusia dengan penyakit yang diderita oleh manusia itu. Ia juga mengemukakan bahwa penelitiannya bisa menunjukkan bahwa setiap manusia itu rupanya tidak murni dari suatu daerah tertentu, namun darah DNA itu bisa tercampur dari daerah lain hingga ke luar negeri.

Selain masuk dalam Ikon 72 Prestasi Indonesia, Herawati juga meraih berbagai penghargaan antara lain Australian Alumni Award of Scientific and Research Inovation (2008), Wing Kehormatan Kedokteran Kepolisian (2007), Penerima Riset Unggulan Terpadu (1993-1996), Thrid Word Academy of Science Award (1992), dan Toray Foundation Research Award (1991-1992).

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search