Seorang pemuda asal Pekalongan, Jawa Tengah, berjalan kaki menempuh jarak lebih dari 9.000 km demi naik haji. Kisah Mohammad Khamim Setiawan (28) ini tak hanya menjadi sorotan media dalam negeri, tapi juga media di Arab.
Khamim memulai perjalanannya pada 28 Agustus 2016 setelah menggembleng fisik dan mental selama 3 tahun. Pada bulan Mei 2017, dia telah menginjakkan kaki di Uni Emirat Arab (UAE). Kisahnya dimuat oleh Khaleej Times pada 19 Mei.
"Alasan yang mendasari perjalanannya adalah untuk menguji kekuatan fisik dan spiritualnya dan yang lebih penting lagi, untuk membagikan pesan harapan," tulis media berbahasa Inggris terbesar di kawasan Teluk itu mengawali tulisannya. Reporter media itu mewawancarai Khamim di gedung Konsulat Indonesia di Dubai.
Bulan Juni 2017, Khamim telah tiba di Arab Saudi, jauh lebih cepat dari jadwal.
Kisah Khamim ini kemudian dimuat oleh media Arab Saudi, Saudi Gazette, edisi 28 Agustus 2017, atau genap setahun ekspedisinya. Artikel itu berjudul "9,000-km Java to Makkah journey on foot in a year".
"Butuh waktu satu tahun bagi pemuda Indonesia ini untuk menempuh perjalanan 9.000 km dari Provinsi Jawa Tengah ke kota suci Mekah untuk melakukan ibadah haji tahun ini. Pendirian dan keberanian yang teguh terhadap keyakinan membantu Mochammad Khamim Setiawan melewati petualangannya yang penuh dengan bahaya namun kaya akan spiritualitas," tulis Saudi Gazette.
Saat memulai perjalanan, Khamim yang akrab disapa Aim -- versi lain Gus Khamim -- ini, membawa bekal tas ransel yang berisi satu buku Alquran, beberapa kemeja, dua pasang celana dan sepatu, selusin kaus kaki, beberapa pakaian dalam, kantong tidur dan tenda, sebuah ponsel pintar, bendera mini Indonesia, GPS dan uang tunai sebesar 3 juta rupiah.
"Mengenakan t-shirt dengan "Saya dalam perjalanan ke Makkah dengan berjalan kaki dan percaya penuh kepada Tuhan," di punggungnya, Khamim memulai perjalanannya yang berani dari kampung halamannya di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, pada pukul 10 malam pada 28 Agustus 2016," tulisnya.
Semula, keluarga Khamim meragukan mimpinya karena harus menempuh jarak lebih dari 9.000 kilometer. Khamim bahkan didesak untuk membatalkan rencananya, tapi Khamim teguh pada pendiriannya.
Ayah Khamim juga dipanggil kantor kantor Kemenag Pekalongan untuk menandatangani surat yang menyatakan tidak keberatan dengan keinginan anaknya untuk memulai petualangan spiritualnya.
Khamim lebih memilih berjalan kaki pada malam hari dan pada siang hari dihabiskan dengan beristirahat di masjid, bangunan umum, rumah penduduk, atau bahkan di dalam hutan di beberapa negara yang dilaluinya. Dia juga berpuasa di sebagian besar perjalanannya.
Khamim mampu menempuh jarak 50 km saat dalam keadaan prima. Namun, saat ia merasakan sakit di lututnya, ia hanya bisa berjalan 10 sampai 15 km sehari.
Cara saya untuk menunjukkan kesalehan saya kepada Allah Yang Maha Kuasa adalah dengan belajar tentang Islam dari berbagai cendekiawan Muslim dan bertemu orang-orang dengan agama yang berbeda untuk belajar budaya mereka dan mempromosikan toleransi.
- Mohammad Khamim Setiawan
Khamim jatuh sakit dua kali dalam perjalanannya, yaitu saat dia berada di Malaysia dan India. Dia tidak mengonsumsi suplemen khusus untuk mempertahankan stamina tubuhnya. Khamim hanya mengkonsumsi makanan halal dan mengandalkan madu dicampur air untuk mempertahankan kekebalan tubuhnya terhadap cuaca buruk.
Tidak ada banyak kesulitan yang Khamim alami, namun dia setidaknya tiga kali bertemu dengan ular berbisa di hutan Malaysia. "Tapi ajaib, sebelum ular itu menggigit saya, mereka terjatuh dan mati," kata Khamim.
"Saya tidak pernah meminta-minta, tapi saya selalu bertemu dengan orang baik yang memberi saya makanan dan bekal lainnya. Saya pernah disambut di sebuah kuil Buddha di Thailand. Penduduk desa di Myanmar memberi makan saya. Saya juga belajar dan bertemu dengan cendekiawan Muslim dari berbagai negara di masjid Jemaah Tabligh di India, dan saya berteman dengan pasangan Kristen Irlandia yang mengendarai sepeda di Yangon," bebernya.
Saat Khamim berjalan sendiri di malam hari, dia menghadapi beberapa situasi yang tidak menyenangkan, seperti saat berada di India. Dia bertanya kepada warga tentang rute ke Arab Saudi, tapi warga itu malah menyesatkannya. "Dan itu membuatku menempuh jarak lebih jauh lagi," ujar Khamim.
Namun, orang yang bersimpati kepadanya jauh lebih baik. Saat Khamim melintasi Malaysia, India, dan Dubai, banyak orang memberinya makanan halal dan yang tidak mudah rusak. Khamim mampir ke kantor misi diplomatik Indonesia di setiap negara yang dia masuki untuk memproses visa negara yang akan dia masuki.
Khamim begitu bertekad untuk berjalan kaki ke Mekah untuk melakukan ibadah haji, bukan karena dia orang miskin yang tak punya uang. Aim di kampung halamannya memiliki bisnis yang cukup bagus.
"Cara saya untuk menunjukkan kesalehan saya kepada Allah Yang Maha Kuasa adalah dengan belajar tentang Islam dari berbagai cendekiawan Muslim dan bertemu orang-orang dengan agama yang berbeda untuk belajar budaya mereka dan mempromosikan toleransi," kata Khamim.
Perjalanannya memberinya banyak pelajaran hidup. "Saya melakukan jihad yang lebih besar: Mendisiplinkan diri dan memenangkan perjuangan spiritual melawan dosa," tambahnya.
Pada tanggal 19 Mei 2017 ia tiba di Abu Dhabi, UAE. Sebenarnya dia dijadwalkan memasuki Mekah pada 30 Agustus, satu hari sebelum atau pada hari Arafat. Namun ia tiba lebih awal dari jadwal.
[embedded content]
Khamim merekam video perjalanannya ke setiap negara yang dimasukinya dan mengunggahnya di media sosial, sehingga keluarga dan teman-temannya di kampung halaman bisa mengetahui keberadaannya.
Kini Khamim, seorang pemuda teguh pendirian asal Pekalongan, bersama jutaan jemaah haji di seluruh penjuru dunia, bersiap menyongsong puncak haji.
Kalau tidak karena kemarin kita telah berusaha, bersungguh, bersabar dan berdoa, belum tentu hari ini kita akan berada di sini (Anonim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar