TRIBUN-BALI.COM - Dua negara ini memang bertetangga dekat dan punya banyak kemiripan. Tapi sering berseteru baik terpicu oleh hal kecil maupun masalah besar hingga hubungan dua negeri serumpun ini memanas.
Adalah Malaysia paling mirip dengan Indonesia. Sama-sama negeri mayoritas berpenduduk muslim, bahasanya masih serumpun, bahkan beberapa pulau gandeng alias dimiliki oleh dua negara, hanya berbatas patok, misal di Kalimantan Utara.
Meski berbatasan darat dan laut, Malaysia bukanlah negara paling erat hubungannya dengan Indonesia. Sejak zaman perjuangan, dua negeri ini sering berseteru. Terpancing masalah sedikit saja, maka emosi Indonesia dan Malaysia meluap-luap. Sebut saja insiden kesalahan pencetakan buku panduan, bendera RI terbalik di buku SEA Games 2017.

Dunia tahu bahwa bendera Indonesia adalah Merah Putih, bukan putih merah. Maka mengherankan dan mencurigakan jika Malaysia mencetak buku panduan itu tertera bendera Putih Merah. Rakyat Indonesia pun bereaksi, menuding itu sebagai kesengajaan untuk menghina Indonesia dan menteror mental atlet Indonesia. Meski Malaysia segera meminta maaf secara resmi. Dan pemerintah Indonesia sudah memaafkan.
Dalam beberapa tahun terakhir terjadi insiden-insiden yang awalnya kecil, atau bisa dipandang sebagai hal sepele, berkembang jadi sentimen anti Malaysia yang luar biasa.
Perlakuan buruk terhadap TKI yang bekerja di Malaysia beberapa kali mendapat sorotan, namun tetap gemanya berbeda jika yang jadi masalah adalah hal-hal simbolik.
Beberapa tahun lalu bahkan sebagian warga Indonesia memplesetkan nama Malaysia menjadi 'Malingsia', merujuk tudingan bahwa Malaysia 'mencuri' dengan menampillkan sejumlah budaya yang diyakini sebagai budaya Indonesia, dalam iklan wisata negeri itu.
Dua 'harta budaya' yang muncul dalam iklan Visit Malaysia Year, iklan untuk menarik kunjungan wisatawan ke Malaysia, adalah Reog Ponorogo dan dalam kesempatan lain, lagu Rasa Sayange.
Dan dipuncaki dengan kekalahan hukum dan politik Indonesia terkait sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan.

"Namun ketegangan Indonesia dan Malaysia sudah berakar jauh lebih lama," kata sejarawan Bonnie Triyana.
Pemimpin redaksi Historia, majalah sejarah di Indonesia itu menambahkan, masalah bermula, ketika pada tahun 1963, Malaya yang merdeka 1957 menjadi Federasi Malaysia, atau Malaysia sekarang minus Singapura, dengan bergabungnya bekas jajahan Inggris lain: Singapura, Brunei, Sabah dan Sarawak yang berada di Kalimantan Utara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar