Kamis, 17 Agustus 2017

Sepenggal Kisah Heroik Sang Proklamator di Tanah Banua

PROKAL.CO, Sosoknya penuh yang kharisma dengan gaya pidato berapi-api menjadi magnet yang mampu menarik semua pengagumnya dari pelosok negeri. Itulah Sang Putera Fajar, Presiden RI pertama Soekarno yang lebih populer dengan panggilan Bung Karno.

Sepenggal kisah sang proklamator ini menjadi catatan sejarah dan masih terekam kuat dalam memori warga Banua yang pernah melihat dan menyaksikan langsung pidato Bung Karno saat datang ke Banua. Dua daerah yang pernah didatangi Bung Karno adalah Kabupaten Hulu Sungai Utara (dulu Kabupaten Amuntai) dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah serta Kota Banjarmasin.

Tak banyak memang saksi sejarah yang tersisa untuk menceritakan kesaksiannya saat melihat Bung Karno. Salah satunya adalah Amir Zamzam, 79 tahun, yang masih aktif bekerja di Pondo Pesantren Rakha Amuntai.

Pria kelahiran Amuntai, 10 November 1938 itu, itu menjadi saksi yang melihat sosok Soekarno dengan aura penuh kharisma, ketika berpidato dalam rapat raksasa di tanah lapang yang saat ini bernama Lapangan Pahlawan Amuntai.

Dalam kenangan Amir yang saat itu masih berusia sekitar 16 tahun, ketokohan Bung Karno terus terpatri diingatannya sampai saat ini. "Saya masih teringat suara-suara masyarakat yang jumlahnya mencapai ribuan di lapangan. Terlebih mendengar suara Bung Karno yang berpidato dengan suara yang melantang dan menggelegar penuh kharisma itu," kata pensiunan pegawai tersebut.

Usianya yang sudah sepuh membuat Amir tidak bisa mengingat pasti hari, tanggal dan bulan kedatangan sang proklamator saat itu. Dia hanya ingat tahun kedatangan yakni tahun 1953. Namun buku karangan terakhir Yusni Antemas berjudul Sejarah Tanah Agung menuliskan kedatangan sang orator bangsa itu, yakni Minggu pertama bisa tanggal 3, 4, 5 dan 6 bulan Januari 1953. Catatan sejarah tentang hari dan tanggal masih belum dipastikan.

"Tidak bisa memastikan secara jelas hari dan tanggal. Saya ingat hanya tahun 1953 saat itu. Memang beliau datang di HSU, dan berpidato dan pulang kembali, tidak ada menginap saat itu," katanya. H Amir mengatakan, tujuan kedatangan Soerkarno dalam rangka memperkuat nasionalisme. Saat itu terjadi mencuat isu nasional, yakni gerakan-gerakan perpecahan dan pendirian negara Islam, baik di Jawa, Sulawesi dan Kalsel sendiri saat itu.

"Gaya kepemimpinan Bung Karno memang pemberani dan tak takut risiko. Bersuara lantang tentang negara nasionalis bukan konsep negara Islam. Padahal beliau memasuki basis daerah yang hampir 90 persen penduduknya beragama Muslim," ungkapnya.
Apa yang menjadi kenangan mantan PNS bagian Humas Pemkab HSU itu, riuh politik di tahun tersebut khususnya di Amuntai, yang diprediksi memanas di zaman itu, ternyata tak terjadi. Masyarakat Amuntai tidak bereaksi dan sampai saat ini tetap mendukung negara nasionalis.

"Efek dari panasnya konstelasi politik saat itu, Amuntai yang tidak dikenal, mendadak terkenal secara nasional dan dunia. Sebab beberapa koran asing menerbitkannya, seperti media Belanda dan Jepang khususnya," ungkapnya.

Saat berpidato sekitar pukul 10 pagi, Bung Karno berpidato sambil memegang tongkat komando yang jadi ciri dari bapak bangsa tersebut. Amir melihat panggung hanya terbuat dari papan kayu biasa. "Namun pidato beliau masih terngiang-ngiang sampai saat ini," kenangnya.

Saksi hidup lainnya, Hj Fatimah Sadri (79), warga Jalan Bintara Barabai Timur, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, bercerita saat Bung Karno datang ke Barabai.

Kedatangan Presiden RI pertama Ir Soekarno di Bumi Murakata pada Januari 1953, merupakan catatan sejarah bagi masyarakat Barabai. Walau hanya satu hari Bung Karno singgah, kisah kedatangan tokon dunia ini meninggalkan kesan dan cerita sampai sekarang.

Salah seorang saksi hidup kedatangan Bung Karno di Barabi adalah Hj Fatimah Sadri (79), warga Jalan Bintara Barabai Timur. Waktu itu ia masih duduk di kelas III Sekolah Kepandaian Putri (SKP) Barabai. Fatimah merasa beruntung bisa bertemu langsung dengan pemimpin besar Indonesia di masa itu.

"Waktu itu umur nenek sekitar 16 tahun, sebagai pelajar putri kami diminta membantu menyiapkan dan mengantar makanan pada hari kedatangan Bung Karno itu. Saat beliau datang, yang saya ingat, Bung Karno mengendarai mobil sedan warna hitam ke Balai Rakyat Barabai," ungkapnya kepada Radar Banjarmasin.

Menurutnya, saat kedatangan Bung Karno, warga Barabai terlihat antusias. Kharisma Bung Karno pun nampak dari cara berpakaiannya dan cara berbicaranya, sebagai orang nomor satu di Indonesia. Bung karno mengenakan pakaian serba putih dengan tongkat di tangan.

Dia juga ingat ada pengawal yang selalu menjaga Presiden RI pertama ini saat beliau berjalan. Warga yang datang pun dari berbagai kalangan, mulai dari pemimpin Kewedanan Barabai, ulama, pelajar dan masyarakat umum. "Ribuan warga hadir saat Bung Karno datang ke Balai Rakyat Barabai. Saking banyaknya warga, hingga tumpah ruah ke keluar gedung dan jalan perwira," terangnya.

"Saya tidak banyak ingat detail apa yang dikatakan Bung Karno. Saya hanya ingat beliau berpesan agar warga Barabai menjaga persatuan dan kemerdekaan Indonesia. Suara beliau lantang, persis seperti yang terdengar di radio dan siaran televisi," kisahnya.

Ia juga merasa beruntung, sebagai salah seorang pelajar putri di daerah, bisa bertemu langsung dengan Presiden RI saat itu. Bahkan, ia sempat berebut untuk bersalaman dengan Bung Karno. Katanya, Bung Karno pun menyempatkan diri berfoto dengan para pelajar dan masyarakat saat itu.

"Nenek tidak tahu lagi di mana fotonya, tapi nenek ingat betul saat itu ada foto bersama beliau. Setelah pertemuan di Balai Rakyat, saya melihat Bung Karno sempat mampir di rumah kediaman pemimpin Kewedaan Barabai sat itu," terangnya.

Dia mengingat, pada tahun 1953, Kota Barabai masih sepi tidak seperti saat ini. Jangankan mobil dan kendaraan, orang yang pakai sepeda saja sangat jarang. Fatimah sangat bersyukur diberi umur yang panjang, sehingga bisa menceritakan kisah ini kepada anak cucunya.

Sebagian besar temannya semasa sekolah saat di SKP Barabai dulu, hampir semua sudah meninggal dunia. Dia juga ingin agar generasi muda, khususnya di Barabai bisa menghargai sejarah. Apalagi Barabai dan Hulu Sungai Tengah juga punya sejarah yang panjang.

Kasi Arsip Dinas Perpustakaan Daerah Hulu Sungai Tengah Supriyono saat ditemui mengaku, bukti sejarah kedatangan Bung Karno di Barabai tidak banyak. Selain pertemuan di Balai Rakyat, presiden pertama RI ini menemui tokoh Barabai yang juga pejuang di masa kemerdekaan, yaitu Habib Alwi bin Abdullah Al Habsyi.

Selain itu, Bung Karno juga sempat berkunjung ke lapangan Dwi Warna. Ternyata, nama Lapangan Dwi Warna tersebut juga diberikan langsung oleh Bung Karno. Karena Dwi Warna merupakan bendera Indonesia, warna merah dan putih.
"Selain itu, Bung Karno juga tercatat sempat meresmikan Rumah Sakit Damanhuri di Jalan Ir PM Noor Barabai," terangnya. (mar/zay/tof)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search