Jumat, 22 Desember 2017

Kisah Bunda Tri yang Harus Bersabar Hadapi Ratusan Napi Perempuan

Pekanbaru - Bunda. Itu sebutan akrabnya dari wanita bernama lengkap Tri Anna Ariati Kepala Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Pekanbaru. Dalam tugasnya, dia menempatkan diri sebagai ibu dari wargaan binaannya. Inilah kisahnya ngurusi wanita yang tersandung hukum.

Tri Anna adalah orang pertama menjadi Kepala LPP Pekanbaru setelah secara administrasi berpisah dari Lembaga Pemasyarakat Anak (LPA). Walau saat ini wilayah tugasnya masih menyatu dengan LPA di Pekanbaru.

Wanita kelahiran Jombang, Jawa Timur 18 Januari 1965 ini, kesehariannya sebagai pimpinan harus menyelesaikan semua persoalan napi dan tahanan yang terjadi. Jumlahnya saat ini, ada 293 napi dan tahanan di bawah tampuk kepemimpinannya.

Tri harus bisa berperan ganda selama bertugas. Dia harus bisa menjadi ibu bagi warga binaannya termasuk ibu dalam rumah tangganya sendiri. Selaku wanita, nalurinya juga tidak bisa dibohongi kalau dia juga turut prihatin atas apa yang menimpa napi tersebut. Dan satu sisi, dia juga harus menegakan aturan yang berlaku di penjara.

"Saya dalam bertugas selalu melakukan pendekatan dari hati ke hati. Pendekatan itu jauh lebih efektif ketimbang dengan cara-cara baku. Pendekatan emosional membuat mereka lebih bisa menerima," cerita alumni Akademi Ilmu Pemasyarakatan (AKIP) itu.

Pendekatan emosional itulah, yang membuat saban hari Tri menjadi tempat curhatan para napi. Mulai dari persoalan rumah tangga, persoalan dengan pacar, sampai persoalan internal sesama napi.

Kisah Bunda Tri yang Harus Bersabar Hadapi Ratusan Napi PerempuanFoto: Chaidir Anwar Tanjung/detikcom

"Semua saya tampung, semuanya harus saya dengarkan. Dan kadang mereka meminta solusinya. Pendekatan kekeluargaan yang kita terapkan membuat kita yang ada di LPP menjadi satu rumah tangga yang besar. Mereka adalah anak-anak saya, walau kadang usianya ada yang di atas saya," kata Tri.

Tidak hanya di LPP Pekanbaru yang dia terapkan pendekatan keluarga ini. Semasa menjadi Kepala Rutan di Pemalang, juga diterapkan yang sama.

Pernah suatu hari, kata Tri, di hari yang sama, dia harus mengurusi anaknya yang sakit dirujuk ke rumah sakit. Satu sisi, di saat yang sama juga ada tahanan yang masuk rumah sakit. Tri bingung, harus yang mana didahulukan dalam pengurusannya.

"Waktu itu saya bingung, anak sakit, tahanan juga sakit. Tapi saat itu saya memilih mengurus tahanan yang di rumah sakit. Saya pastikan dulu, tahanan ini harus dalam kondisi diborgol, segala adminitrasinya diurus terlebih dahulu agar segera ditangani medis. Setelah semuanya selesai, baru saya bisa tenang, dan baru saya urusi anak yang juga di rumah sakit," cerita Tri.

Dengan pendekatan kekeluargaan, kata Tri, nantinya akan lebih mudah dalam menerapkan aturan di LPP. Misalkan saja, aturan yang berlaku tidak boleh napi memiliki HP. Satu sisi, napi perempuan ini memiliki HP lebih pada komunikasi pada keluarganya. Tapi aturan tetap harus ditegakkan.

"Saya melakukan pendekatan dari hati ke hati. Setelah mereka percaya dengan kita, pelan-pelan kita tegakkan aturan. Kalau mau berkomunikasi kita sediakan semacam wartel di LPP ini. Akhirnya mereka mau, ya walau satu sisi tetap saja ada yang memiliki HP. Dan kita selalu razia," kata Tri.

Menurut Tri, kesabaran paling adalah hal paling terpenting dalam mengurusi para napi. Tanpa sabar yang lebih, akan sulit dalam membina para napi yang memang dulunya adalah orang-orang yang punya karakter keras.

Kisah Bunda Tri yang Harus Bersabar Hadapi Ratusan Napi PerempuanFoto: Chaidir Anwar Tanjung/detikcom

Apa lagi, dengan kondisi LPP Pekanbaru yang over kapasitas, paling gampang menyulut persoalan. Paling gampang napi emosi karena tidur berdesakan. LPP Pekanbaru seharusnya hanya mampu menampung 155 orang dengan 11 kamar. Tapi faktanya kini dihuni 293 orang.

"Idealnya satu kamar rata-rata hanya 24 orang, tapi sekarang bisa sampai 50 orang. Ini tentu persoalan mendasar yang gampang disulut menjadi keributan sesama napi atau dengan petugas kita. Tapi karena kita sudah seperti keluarga besar, kita kasih pengertian, bahwa kami juga tidak menginginkan kondisi seperti ini. Alhamdululillah, mereka mengerti," kata Tri.

Ibu dari dua orang anak ini juga berpesan pada stafnya untuk memiliki rasa sabar yang lebih untuk menghadapi para napi. Dia menganjurkan para stafnya yang juga wanita, harus bisa menjadi ibu bagi warga binaannya.

"Banyak hikmah yang kita dapat dari warga binaan ini. Paling tidak, kita bisa menimbang diri, bahwa persoalan yang kita hadapi apakah di rumah tangga, atau kerjaan, ternyata tidak sebanding dengan persoalan para napi itu. Inilah hikmah yang saya dapatkan. Kepada anak-anak pribadi saya, saya sampaikan hal itu, bahwa masih banyak orang lain lebih menderita dari kita," kata Tri.
(cha/asp)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search