
Setelah sukses dengan Cek Toko Sebelah yang menjaring 2,6 juta penonton, Ernest Prakasa kembali merilis film pada masa pamungkas 2017. Lelaki berusia 35 ini kembali dengan film Susah Sinyal sebagai sutradara, penulis, dan aktor.
Namun ia tak jadi tokoh utama. Maklum, Susah Sinyal adalah kisah tentang ibu dan anak.
Beritagar.id berkesempatan menonton film ini lebih awal dalam acara pemutaran khusus bagi pers di Epicentrum XXI, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (15/12/2017). Film yang punya setting di Sumba dan Jakarta ini baru tayang untuk publik pada 21 Desember.
Biarpun kisah bermuara di Sumba, namun pulau di Nusa Tenggara Timur itu bukan jualan utama Susah Sinyal. Sumba hanya menjadi latar para karakter film ini mengalami susah sinyal internet. Kebetulan tema besar film ini adalah fakir sinyal antara ibu dan anak.
Kiara (Aurora Ribero) adalah anak berusia 17 yang ingin jadi penyanyi. Ia lebih dekat dengan neneknya (Niniek L. Karim) daripada ibu kandungnya, Ellen (Adinia Wirasti). Sang ibu yang orangtua tunggal rupanya memilih untuk membenamkan diri pada kesibukannya sebagai pengacara bersama Iwan (Ernest Prakasa).
Hingga suatu hari, sang nenek mendadak meninggal. Kiara yang sedih bukan kepalang, tak tahu harus kemana. Ia bikin onar di sekolah sehingga kepala sekolah memanggil Ellen dan menyarankan sang pengacara untuk berlibur bersama anaknya. Ellen dan Kiara pun pergi ke Sumba.
Meski awalnya canggung, keseruan demi keseruan mereka arungi di pulau indah itu. Mereka pulang sebagai ibu dan anak yang akrab.
Namun, kasus besar yang Ellen tangani kembali menyita perhatian. Ellen kembali mengabaikan anaknya, sampai-sampai tidak menghadiri sebuah audisi pencari bakat yang diikuti Kiara. Marah besar, Kiara kabur untuk kembali ke Sumba.
Naskah film ditangani oleh Ernest dan istrinya, Meira Anastasia. Meski kisah di atas kesannya drama sekali, pada dasarnya Susah Sinyal adalah film komedi. Polesan untuk menambah kelucuan dilakukan oleh Arie Kriting.
Arie bersama belasan komika lain seperti Ge Pamungkas, Muhadkly Acho, Abdur Arsyad, Aci Resti, Yusril Fahriza, Ardit Erwandha, Denny Gitong, Bene Dion, Ananta Rizky, Soleh Solihun, Arif Brata, dan Arry Wibowo juga dilibatkan Ernest sebagai pemain untuk meramaikan film berdurasi 110 menit ini.
Duet kribo, Arie dan Abdur Arsyad, memerankan dua karyawan hotel yang kocak. Porsi mereka cukup besar dalam film ini. Namun yang paling menyita perhatian dan tawa penonton saat screening adalah Dodit Mulyanto, pemeran Ngatno.

Dengan wajah ngantuknya, Ngatno sebagai tukang kebun di rumah Ellen merasa jabatannya adalah Kepala Divisi Agrikultur Pertanian. Aci sebagai asisten rumah tangga Ellen juga bisa mengimbangi Dodit dengan suara cempreng yang menjadi ciri khasnya.
Dialog-dialog kocak yang muncul kira-kira setipe dengan Cek Toko Sebelah. Contohnya, Ernest yang menertawai budayanya sendiri (sebagai orang Tionghoa), kemunculan wartawan yang kerap menanyakan hal di luar konteks saat wawancara, hingga artis top Cassandra (diperankan Gisella Anastasia) yang punya kelakuan bak Princess.
Terasa sekali dialog-dialog jenaka itu muncul dari skrip yang matang. Kelucuannya ditangani dengan hati-hati dan tidak sembrono, ditaruh dalam tempat yang cocok dengan takaran yang pas. Pace filmnya pun dibikin sedemikian mungkin dengan sentuhan komedi di sana-sini.
Apalagi para pemain utama yang sebetulnya tidak ikut melucu seperti Adinia dan Aurora mampu berakting meyakinkan sebagai ibu dan anak yang "susah sinyal" sehingga tidak tenggelam dalam kelucuan Susah Sinyal.
Acungan jempol perlu diberikan pada Aurora. Gadis berusia 13 ini mampu menampilkan diri sebagai anak baru gede yang moody dan kesal karena kurang kasih sayang ibunya. Demikian juga Adinia yang mampu memerankan pengacara sibuk secara meyakinkan.
Mau tak mau, penonton yang mengalami "susah sinyal" dengan orang terdekatnya --dekat di mata jauh di hati, karena teknologi-- akan bisa merasakan kisahnya. Hal yang sama, yang dirasakan anak-anak pedagang saat mereka menonton Cek Toko Sebelah tahun lalu.
Dengan berbagai keunggulan itu, 110 menit durasi film Susah Sinyal terasa cepat. Sebagai hiburan, film ini hampir setara dengan Cek Toko Sebelah. Namun dengan catatan.
Drama dan komedi dalam Cek Toko Sebelah bisa dibilang imbang. Tidak demikian dengan Susah Sinyal. Terutama bagian akhir, rasanya kurang klimaks. Ending seperti dipercepat, meski tidak menghina logika dan tetap terasa masuk akal.
Komedi yang muncul melampaui drama rupanya menenggelamkannya dalam dialog dan mimik jenaka para pemain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar