Rabu, 28 Maret 2018

Kisah Sutrisno, Menyulap Limbah Kayu Jadi Lukisan yang Diburu Kolektor Belanda

SOLO, KOMPAS.com - Berbekal keuletan dan kesabaran, Sutrisno (47), warga Nusukan, Kota Solo, Jawa Tengah, yang biasa akrab disapa Mas Trisno kini memetik hasilnya. Karya seni lukis serbuk kayunya kini menjadi salah satu buruan para kolektor di seantero Nusantara.

Sebelum menjadi buruan para kolektor, alumnus jurusan seni rupa UNS ini harus berjuang melewati masa-masa yang susah. Lulusan desain grafis UNS itu harus jatuh bangun untuk mempromosikan lukisan berbahan serbuk kayu.

"Sebelum menekuni usaha ini, saya keluar masuk kerja di beberapa tempat. Setelah pindah-pindah kerja, akhirnya saya memilih keluar dari zona aman. Lalu saya coba membuat lukisan berbahan serbuk kayu hingga memasarkan sendiri," ujar Trisno kepada Kompas.com, Selasa (26/3/2018).

Tak langsung membuat lukisan berbahan serbu kayu, awalnya Trisno membuat tempat pensil, frame foto, dan celengan dari bahan yang sama. Ia beralih fokus usaha lukisan berbahan serpihan kayu lantaran dirinya memiliki talenta melukis.

"Saya memiliki basic melukis. Lalu saya memiliki inspirasi lain lagi setelah melihat kerajinan dari serabut kelapa waktu itu. Kemudian saya mencoba dari media yang lain dan akhirnya ketemu grajen (limbah mebel) itu," ungkap Trisno.

Baca juga: Win Bara Biru, Pesulap Limbah Kayu Jadi Miniatur Harley-Davidson

Ia mengungkapkan, pemanfaatan serbuk kayu dari limbah proses penggergajian kayu di usaha mebel memberikan sentuhan yang berbeda dengan lukisan yang pernah ada. Tekstur dari serbuk memberikan ekspresi yang kuat pada setiap lukisan yang dibuatnya.

Untuk mencari serbuk kayu, Trisno mencari di beberapa lokasi kerajinan mebel yang berada di sekitar lingkungan rumahnya. Beruntung, pemilik kerajinan mebel malah memberinya gratis serbuk kayu yang diperlukan.

Ia memanfaatkan berbagai jenis serbuk kayu menjadi lukisan yang bernilai tinggi. Biasanya serbuk kayu yang digunakan yaitu kayu sengon, jati, mahoni, dan sono keling. 

Sebelum melukis, terlebih dahulu ia membuat sketsa. Setelah sketsa jadi, Trisno memberikan lapisan cat di atas kanvas sesuai pola yang ia rencanakan. 

Inilah salah satu lukisan serbuk kayu Presiden Jokowi milik Sutrisno, seniman asal Kota Solo, Jawa Tengah.KOMPAS.com/Muhlis Al Alawi Inilah salah satu lukisan serbuk kayu Presiden Jokowi milik Sutrisno, seniman asal Kota Solo, Jawa Tengah.

Tak lama kemudian, ia menaburkan serbuk kayu di atasnya dengan menggunakan media saringan. Menaburkan serbuk ke atas kanvas bukanlah perkara gampang. Trisno harus memperkirakan tebal dan tipisnya lapisan serbuk. 

Untuk meratakan beberapa bagian, Sutrisno cukup mengetuk kanvas dengan ujung jari. Serbuk-serbuk tampak berlarian menuju titik yang diharapkan. 

Proses ini membutuhkan perasaan agar serbuk-serbuk bisa melekat dengan ketebalan yang diharapkan. Sementara untuk merekatkan permukaan lukisan ditindih dengan kertas koran, lalu diusap-usap. 

Proses penaburan ini bisa berulang hingga tiga kali sampai tekstur dan gelap terang dari sebuah lukisan terbentuk. Pengerjaan lukisan biasanya memakan waktu hingga tiga hari.

Namun, pengerjaannya bisa dilakukan bersama dengan lukisan lain sehingga menghemat waktu jeda. 

Baca juga: Mengembangkan Wisata Hidroponik dan Kerajinan Limbah Kayu

Dengan bahan serbuk kayu, ia bisa menghasilkan banyak karya mulai dari frame foto, suvenir, dan lukisan wajah.

Khusus untuk lukisan foto wajah, ukuran paling kecil yaitu 20 cm x 25 cm seharga Rp 300.000. Sementara ukuran paling besar 70 cm x 1 meter dengan harga Rp 1,5 juta.

"Satu lukisan serbuk kayu saya buat minimal tiga hari. Tapi, kalau jadi satu dikerjakan bersamaan maka tiga itu bisa selesai dalam tiga hari," kata Trisno.

Selain menggarap pesanan orang, ia juga membuat lukisan wajah tokoh-tokoh nasional ternama. Lukisan wajah Presiden Soekarno, Gus Dur, Jokowi, hingga penyanyi Ahmad Albar tampak ekspresif di bengkel kreatifnya yang bernama Gerajan Craft.

Lukisan-lukisan wajah tokoh dan artis mendominasi karya Trisno. Dari lukisan yang pernah dibuat, lukisan Bung Karno paling diminati para kolektor. Selain itu, lukisan Presiden Jokowi juga banyak dipesan oleh para kolektor. 

"Lukisan wajah presiden yang saya buat selalu habis. Dahulu saya pernah membuat tujuh lukisan wajah presiden RI, tetapi selalu habis dibeli. Dari tujuh lukisan wajah presiden yang pernah saya buat, lukisan wajah Bung Karno paling laris," ujar Trisno.

Sutrisno juga melukis foto musisi rock Ahmad Albar.KOMPAS.com/Muhlis Al Alawi Sutrisno juga melukis foto musisi rock Ahmad Albar.

Ia mengakui biaya produksi lukisan serbuk kayu lebih murah dibandingkan melukis dengan media lain. Untuk melukis dengan serbuk kayu, ia hanya membeli bahan berupa kayu untuk frame dan pewarna.

Sutrisno mengatakan, pengerjaan karyanya sering dikerjakan sendiri. Beberapa orang pernah membantu, tetapi terus keluar karena tidak sabar dengan proses pengerjaannya.

"Semua dikerjakan dengan manual, makanya butuh kesabaran," ucap Trisno.

Selama berkarya 12 tahun, pembelinya kebanyakan dari luar kota, seperti Jakarta, Manado, Kalimantan, dan Malang. Tak hanya itu, karyanya juga menjadi buruan kolektor seni lukis dari Belanda.

"Beberapa turis asal Belanda juga datang membeli lukisan saya," tutur Sutrisno.

Ia mengakui, meski menjadi buruan para kolektor, karyanya masih dipasarkan sebatas mulut ke mulut. Selain itu, setiap Sabtu malam, ia memamerken karyanya di Pasar Ngarsopuro sambil membagi-bagikan kartu namanya.

Suami Nurcahyati ini merasa bangga karena perjuangannya mengubah limbah mebel menjadi barang bernilai tinggi. Terlebih lagi, lukisan serbuk kayunya saat ini makin menjadi buruan para kolektor.

"Tentunya saya sangat senang bisa mengubah sesuatu yang biasa menjadi barang bernilai tinggi. Pasalnya, dari awal saya sudah niati keluar dari pekerjaan untuk fokus lukis grajen. Ketika karya yang saya buat diterima pasar, saya benar-benar puas," jelas Trisno.

Baca juga: Di Tangan Akbar, Limbah Kayu Berubah Jadi Jam Tangan

Hanya saja, masih ada satu tujuannya yang belum tercapai. Ia menginginkan lukisan serbuk kayunya disejajarkan dengan karya seni lukis lain, seperti cat minyak dan cat air.

"Lukis serbuk kayu masih dipandang sebagai bentuk kerajinan, bukan karya seni. Saya ingin karya ini sejajar seni lukis dengan cat atau air. Makanya saya sering ikut pameran lukisan supaya orang juga melihat ada lukisan serbuk kayu," kata Trisno.

Tekadnya menyejajarkan lukisan serbuk kayu dengan seni lukis lain setelah ia melakukan uji klinis. Dari hasil uji klinisnya, lukisan serbuk kayu mampu bertahan lama meski terkena percikan air dan panas.

"Saya sudah uji klinis di rumah dengan memasang lukisan berbahan serbuk kayu di tempat yang terkena percikan air hujan dan kena panas langsung. Hasilnya, sampai tujuh tahun warna dan teksturnya tidak berubah," ungkap Trisno.

Meski omzetnya per bulan tidak pasti, Trisno merasa bangga karena dengan hasil karyanya, ia bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Ia pun membuka kesempatan bagi orang lain untuk belajar di bengkel kreatifnya. 

Kompas TV Memanfaatkan limbah kayu bekas untuk membuat alat musik perkusi dilakukan seorang warga di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search