Kamis, 05 Januari 2017

Kisah Mbah Umar Tumbu Saat Menghadapi Pemberontakan PKI

Jakarta, NU Online

KH Umar Syahid atau yang dikenal dengan panggilan Mbah Tumbu oleh masyarakat Pacitan, Jawa Timur mempunyai kisah tersendiri kala berhadapan dengan pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948. 

Kisah tersebut diceritakan oleh Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pengurus Besar Nahldatul Ulama (PBNU) KH Abdul Mun'im DZ saat menjenguk Mbah Tumbu beberapa hari sebelum wafat.

"Saat persitiwa pemberontakan oleh PKI 1948 di Madiun, beliau sedang jualan di sana dan menyaksikan langsung pembantaian para ulama," terang Mun'im.

Jualan, lanjut penulis buku Benturan NU dan PKI ini, adalah salah satu cara agar Mbah Umar selamat karena dikira orang biasa. 

"Dia menjadi informan bagi para kiai untuk menghadapi PKI. Sebab dia bisa berjalan ke mana saja tanpa dicurigai PKI," ujar pria yang aktif melakukan pengkaderan warga NU dalam wadah Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (PKPNU) ini.

Mbah Umar Tumbu termasuk kiai tertua di Indonesia yaitu berusia 132 tahun. Usia tersebut diakuinya sendiri ketika Mun'im dan kawan-kawan menjenguknya di Pacitan. Mbah Tumbu wafat pada Rabu (4/1) pukul 22.55 WIB di RSUD Pacitan.

Sesepuh Pacitan ini adalah santri dan teman perjuangan Mbah Hasyim Asy'ari. Waktu mudanya, sesepuh Pacitan tersebut hidup sebagai kiai kelana dengan jualan Tumbu (wadah dari anyaman bambu, sejenis gerabah).

"Karena itu beliau dikenal dengan sebutan Mbah Tumbu," jelas Mun'im.

Hasil jualan Tumbu, imbuhnya, digunakan Mbah Umar Tumbu untuk membangun musholla dan masjid di sekitar Pacitan, Ponorogo, dan Madiun.

Mbah Umar merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Nur Rohman, Jajar, Donorojo, Pacitan. Pada masa remaja, ia nyantri di Pesantren Tremas Pacitan dibawah asuhan KH Dimyathi Abdullah.

Kecintaanya pada NU dibuktikan dengan istiqamahnya yang selalu hadir dalam tiap acara pengajian atau acara keagamaan yang digelar oleh NU atau pesantren. Dan selalu menunggui hingga acara selesai.

Mbah Tumbu juga disebut-sebut sebagai azimat-nya masyarakat Pacitan dan Nahdliyin pada umunya. Terbukti kediamannya tidak pernah sepi dari para tamu yang sowan meminta nasihat atau doa darinya. Karena itulah ia dikenal sebagai kiai pelayan umat. (Fathoni)

This article passed through the Full-Text RSS service - if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.
Recommended article: The Guardian's Summary of Julian Assange's Interview Went Viral and Was Completely False.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search