Jumat, 13 Januari 2017

Kisah Nomaden Bukan Nomat

Jakarta, CNN Indonesia -- Gajah Mada, berdarah-darah membentuk Nusantara kini. Sebagai panglima tertinggi Majapahit, Gajah Mada masuk pada satu strategi menaklukan lawan meluaskan wilayah teritorial kekuasaan kerajaannya. Dasar dari suatu kisah juga terjadi pada emperium dunia, termasuk Majapahit.

Komitmen tujuannya fokus, Majapahit, ketika itu, menjadi kerajaan besar di Asia Tenggara, bahkan kalau mungkin, Gajah Mada akan menaklukan seluruh kerajaan di Asia. Konon, Gajah Mada berlayar hingga ke tepian Eropa. Barangkali mencoba menjajaki kekuatan lawan, untuk membuat peta strategi lanjutan.

Pergerakkan kerajaan Nusantara terus membentuk sejarahnya. Menuju bangsa-bangsa di dunia, senantiasa bergeser dari tahta ke generasi idiologi. Monarki, isme dan kekuasaan monorel berkembang menjadi wilayah kerajaan, dikuasai kaum feodal. Rakyat mengabdi pada kerajaan. Raja pemegang mandat kekuasaan absolut, penentu nasib rakyat, ketika era imperium.

Pada sisi garis waktu pararel atau siklus melingkar curva horizon menunjukkan pasang surut air laut, malam dan siang kehidupan di planet bumi bulat ini, mungkin saja di abad akhir 15 ke awal 16, kurang lebih, benua barat (Eropa) sedang membentuk dirinya pada sisi kebangkitan keindahan di sektor perdagangan, industri, budaya dan seni.

Setelah abad lampau imperium Roma menciptakan monarki isme parlemen menuju republik, bayang-bayang demokratos, meski absolut isme raja tetap menjadi penentu nasib rakyat jelata, ketika itu rakyat sebagai kasta rendah, ditengah isu abad baru, konon.

Dunia seperti cakar ayam, bergerak limbung, mencari wajah penguasa bijak di antara ranah anarkisme feodal memperbudak proletar. Barangkali kelompok feodal atau raja-raja itu berasal dari kelompok nomaden (nomads), pada musim abad lalu, setelah berhasil menemukan pemukiman para nomaden mengembangkan diri menjadi kelompok valid, dan membentuk kerajaan-kerajaan kecil.

Barangkali tidak ada, dari desa mendadak lahir menjadi kerajaan besar. Pasti menjadi aneh bin ajaib. Kisah kerajaan di dunia bermula dari kelompok-kelompok nomaden, memiliki adab menurut kelompoknya, lalu mengembangkan adab itu menjadi aturan turunannya, mengeksiskan ciri-ciri kekuasaan kecil, berkembang menjadi kasta-kasta melahirkan generasi, dinasti atau trah.

Nomaden atawa rakyat jelata awalnya bangsa hidup berpindah, sebagai pemburu, peramu obat-obatan, kreator perang dan seni, penggembala dan pengelana, ahli senjata dan gladiator ulung, tentara-tentara bayaran individual, pelaut ulung, perompak, para kesatria pendekar, adalah mereka non-kasta.

Itu sebabnya, kalau ada manusia menjadi makhluk feodal, sebaiknya jangan sombong karena sesungguhnya kaum feodal itu berawal dari kaum nomaden. Tidak ada "ilmu sakti anti-peluru atau anti-mati atau anti ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi-KPK." Jika ada manusia sesumbar seperti itu, artinya, manusia itu termasuk manusia anti-kultur.

Berani amat melawan hukum illahiah pada sistem kodrat negara, sebab secara filosofis, melawan negara berarti melawan rakyatnya. Keberadaan makhluk di alam raya ini, adalah dihidupkan, dilahirkan dan dimatikan, oleh Sang Pencipta.

Jadi? Tidak boleh sombong dan takabur. Demikianlah kisah dari sebuah esai anti korupsi. Salam Indonesia konsisten anti Korupsi. (ded/ded)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search