Selasa, 03 Januari 2017

Kisah Supeltas di Muara Sungai Andai, Jomblo Tua Hidup dari Sempritan

BERAKSI - Usaini sibuk mengatur lalu lintas di atas jembatan.

PROKAL.CO, Hujan dan panas makanan seharinya. Berbekal rompi dan sempritan dia hidupi masa tuanya tanpa istri dan anak-anak

Zalyan Shodiqin Abdi, Banjarmasin

Lelaki kurus berkulit legam terbakar matahari itu pagi-pagi buta menyisir bantaran sungai di Jl Muara Sungai Andai. Sepatu safety yang sudah terkupas menapak pelan. Tubuhnya tak muda lagi.

Usia Usaini sudah 45 tahun. Asli kelahiran Banjarmasin. Sampai sekarang belum beristri. Empat bulan lalu dia memutuskan bekerja jadi Sukarelawan Pembantu Lalu Lintas (Supeltas). Tugas jaganya di jembatan kayu ulin Jl Muara Sungai Andai, dekat Jembatan Banua Anyar.

Jembatan ini panjangnya sekitar empat puluh meter, lebarnya antara empat sampai lima meter. Bentuknya melengkung ke atas bagian tengahnya, seperti bukit kecil. Pengendara di ujung jembatan tidak bisa melihat pengendara di ujung lainnya.

Dengan kondisi jembatan yang begitu, peran Usaini menjadi teramat penting. Dia berdiri persis di tengah jembatan. Memberi kode bagi pengendara kapan harus naik, untuk menghindari tumpukan kendaraan di tengah jembatan yang bisa berdampak macet.

Prit...priiit....priiit... suara sempritannya terdengar seiring pengendara yang melewati jembatan. "Di sini mulai pagi sampai jam enam sore," ujarnya, Senin (1/1) pagi kemarin.

Usaini tidak pernah meminta bayaran. Namun tidak menolak ketika pengendara melemparkan receh atau uang kertas dua ribu dan lima ribuan.

Beranjak siang hari semakin panas, kendaraan hanya satu dua lewat. Tapi Usaini tidak bergeming. Dia tetap berdiri, hiraukan kulitnya yang hitam dibakar matahari. "Nanti saya taruh payung. Iya bener," katanya saat saya menyarankan dia menggunakan payung yang diikat di jembatan sehingga tidak cepat dehidrasi.

Pekerjaan Supeltas, kata Usaini, adalah pilihan terakhir. Usianya tidak muda lagi. Sudah tidak mampu bekerja berat seperti kuli bangunan atau kuli pelabuhan. Apalagi lokasi bekerjanya dekat dengan rumah, hanya 500 meter. Dia tinggal bersama saudara dan keponakannya.

Sehari Usaini bisa meraup Rp 50 ribu bersih. Tapi kalau hari-hari ramai seperti lebaran, ada keramaian pernikahan maka dia bisa meraup hingga Rp 200 ribu. Semua hasil sumbangan pengendara yang sukarela memberikannya tips.

Wajah Usaini tidak pernah terlihat kecewa ketika pengendara roda empat berlalu hanya melambaikan tangan tanda terima kasih. Tidak juga keluar ucapan misuh dari bibirnya. Anteng saja.

Hampir semua warga yang melintas mengaku sangat terbantu dengan Usaini. "Saya kan tinggal di kompleks dalam. Tiap hari lewat sini. Sangat membantu, tapi tidak bisa setiap hari saya kasih tips, paling seminggu sekali," ujar Fauzi, salah satu pengguna jembatan.

Puncak kesibukan Usaini saat jam lima sore. Di masa ini para pekerja pulang. "Kalau jembatan Banua Anyar macet, di sini juga," kata Usaini sembari menunjuk Jembatan Banua Anyar yang terlihat dari tempatnya bertugas.

Usaini hanyalah satu di antara sekian banyak pekerja Supeltas di Banjarmasin. Kehadiran mereka menimbulkan pro dan kontra. Kontra karena ada di beberapa titik Supeltas dianggap meminta bayaran dan ada juga bukannya membuat jalan tambah lancar, tapi sebaliknya.

Namun di tengah pertumbuhan jumlah kendaraan yang tidak sebanding dengan peningkatan sarana jalan, Supeltas menjadi solusi di tengah kemacetan lalu lintas Banjarmasin yang konon tidak kalah seperti Jakarta. Supeltas menjadi alternatif manakala para polisi pengatur lalu lintas tidak ada di saat warga di jalan raya membutuhkan.(az/dye)

This article passed through the Full-Text RSS service - if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.
Recommended article: The Guardian's Summary of Julian Assange's Interview Went Viral and Was Completely False.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search